106
Belum jauh jarak Jovas dari rumah Milla. Terpaksa Jovas putar balik, mengingat ada satu benda lagi yang belum dia balikkan kepada pemiliknya.
Setibanya di sana, Jovas tidak langsung turun dari mobil, ada sekitaran berapa menit dia menunggu di dalam mobil.
Tidak banyak yang dapat Jovas lihat, karena jarak pandang yang kabur, mengingat Jovas juga punya masalah dengan matanya. Namun ada satu yang dia sadari, ada Robert dan beberapa petugas polisi di depan rumah Milla.
“Rob!” Suara Wisnu menghentikan langkah Robert.
“Mau kemana lo?” Tanya Wisnu, dia sedikit penasaran sebab Robert begitu terburu-buru.
“Darimana aja lo?” Bukannya menjawab, Robert kembali bertanya ke Wisnu.
“Kan udah gue bilang tadi, mau ke toilet.”
Robert menghela napas, dia tidak ingat kalau Wisnu pernah bilang itu sebelumnya.
“Ada laporan penculikan, kita ke TKP sekarang.”
Robert segera melangkah kembali dengan langkah yang begitu cepat.
“Siap laksanakan!”
Ketika Robert dan Wisnu sampai di depan rumah Milla, sudah ada beberapa petugas polisi dan satu saksi yang menjadi penelpon tadinya.
Segera mereka turun dari mobil, dan menghampiri orang itu.
“Jadi gimana?” Tanya Robert tanpa basa-basi, dia terlebih dahulu bertanya kepada petugas yang sudah terlebih dahulu berada di sana.
“Tadi si Ibu nya lagi mau keluar buat buang sampah, tapi gak sengaja dia lihat orang asing pake masker lagi ngebekap seseorang. Dan pas gue cek, rumah itu kayaknya yang jadi korban.” Petugas itu menjelaskan secara rinci, lalu menunjuk ke arah rumah Milla.
Kebetulan juga rumah Milla tidak tertutup gerbang dan juga pintu rumahnya. Perasaan Robert semakin tidak karuan, dia takut dan gelisah.
“Udah cek cctv?” Robert menopang kedua tangannya di pinggang, tak henti dia menunjukkan ekspresi yang begitu kegelisahan.
“Nggak tau kenapa cctv di daerah sini udah rusak semenjak dua hari yang lalu.”
Ah ... Seketika Robert teringat, kalau tidak salah kemarin Milla juga sempat mengadu mengenai hal itu.
“Jejak atau apapun itu?”
Petugas itu mengarahkan Robert ke jalanan yang tidak jauh dari dirinya berada. Terlihat ada jejak sepatu di sana.
“Ini yang bisa kita andalkan sekarang,” ucapnya sedikit kurang yakin.
“Tunggu apa lagi? Temukan pelakunya sekarang!”
“Siap!”
Petugas itu segera melakukan tugasnya, meninggalkan Robert dan Wisnu serta beberapa petugas yang masih ada di sana.
“Jadi gimana, Rob? Beneran Milla?” Wisnu baru berani bertanya sekarang.
Dengan hati yang begitu sakit Robert mengangguk, dia menghela napas begitu kasar.
“Gue udah suruh dia di rumah aja, tapi tetap salah. Bahkan di rumah pun dia kena,” katanya lirih, terdengar rasa bersalah begitu besar di sana.
“Yaudah, Rob. Kita ke kantor dulu, selagi nunggu kemajuannya, jangan lupa berdoa.” Wisnu menepuk pundak Robert, lalu merangkul pundak Robert yang tidak setegas biasanya.
Tanpa membantah Robert pun mengikuti arahan Wisnu. Dia mengambil tempat di kursi penumpang, sedangkan Wisnu yang mengemudi sekarang.
Robert hanya bisa memijit pelipisnya dengan kasar. Memejamkan matanya, berharap tidak terjadi hal-hal yang menakutkan kepada Milla.
Baru saja mesin dihidupkan, keduanya dikejutkan dengan ketukan dari kaca pengemudi.
Wisnu membuka kaca itu, dan memperlihatkan Jovas di sana. Wajah Jovas memancarkan kegelisahan sama halnya dengan Robert.
“Aku tau Milla dimana.”