120

Selesai makan malam seperti rencana aku ada jadwal dengan Papa. Aku yakin Papa sudah berada di ruang kerjanya, dan Papa sudah bilang agar aku ke ruang kerjanya setelah makan malam selesai.

Namun, aku tidak langsung ke sana setelah makan malam. Aku memilih untuk diam di kamar beberapa menit. Bukan tanpa alasan, hanya saja aku begitu takut. Takut kalau Papa akan menghukumku sama seperti guru yang ada di les.

Padahal, tidak ada gunanya bertindak kasar, kan.

Brak!

Aku terkesiap kala seseorang masuk ke dalam kamarku dari jendela, dan menutup jendela itu dengan begitu kasar. Aku tidak usah menebak siapa pelakunya, karena sudah pasti Rayna. Gadis aneh penunggu rumah keluarga Adhitama.

“Lo gak ada kerjaan lain selain gangguin gue?” Aku bertanya kepadanya. Karena aku begitu penasaran, dari awal kedatanganku dia terus mengganggu kerjanya.

“Mau jawaban jujur atau bohong?”

“Jujur.”

“Gak.”

Aku menghela napas kasar, karena jawaban yang dia berikan sama seperti dugaan ku.

“Bukannya lo udah ditunggu di ruang kerja, Tuan Adhitama, ya?” Rayna bertanya, sambil duduk di atas kasur ku.

“Tau darimana lo?”

Dia tidak langsung menjawab melainkan tersenyum yang lebih tepatnya menyeringai.

“Gue tau semuanya, sih.”

“Aneh.

“Lo aneh! Diajarin malah takut, ha ha ha.”

Apa aku tidak salah dengar? Dia menertawai ku baru saja? Dasar gadis aneh.

“Hmm ... .” Aku memilih untuk bergumam saja karena tidak tahu harus menanggapi seperti apa.

“Jangan takut, asal hati sama otak lo saling kerja sama.”


Akhirnya setelah satu jam di kamar, aku punya keberanian untuk menghampiri Papa di ruang kerjanya. Saat aku melangkah ke sana, kebetulan Mama keluar dari ruang kerja Papa, katanya masuk aja. Karena itu, aku pun memberanikan diri untuk masuk ke ruang kerja Papa.

Saat perlahan pintu aku buka, samar-samar aku mendengar alunan musik piano, aku yakin pasti itu alunan musik yang dimainkan oleh Papa.

Dugaan ku benar, aku melihat Papa sedang memainkan piano yang ada di dalam ruang kerjanya itu. Perlahan aku menutup pintu ruang kerja Papa berharap Papa tidak menyadari kehadiranku. Namun, ternyata Papa sadar juga.

Papa melemparkan senyuman dan memberikan kode agar aku duduk di sebelahnya. Tanpa menunggu dan protes, aku pun segera melangkah dan duduk di samping Papa. Rasanya begitu takut dan begitu menegangkan. Coba saja yang ada di sebelahku sekarang Ayah, pasti beda ceritanya.

“Dengarkan baik-baik, ya,” kata Papa, kemudian kembali memulai memainkan piano dengan jari-jari yang begitu lincah.

Benar kata Mama ternyata, Papa begitu lihai dan lagu yang dia mainkan juga benar-benar terdengar begitu menenangkan.

Tapi, aku semakin takut karena aku tidak bisa seperti itu.

“Sebuah alunan musik akan terasa begitu indah jika dimainkan dengan hati,” ucap Papa setelah menyelesaikan alunan musik yang dia mainkan.

“Untuk menjadi hebat butuh otak agar bisa menguasainya.” Papa menoleh menatapku.

Ucapan Papa membuatku teringat dengan ocehan aneh Rayna. Aku tidak tahu, mungkin itu hanya kalimat pasaran yang digunakan untuk motivasi diri saja mungkin.

“Papa tahu kamu belum menguasainya, 'kan?”

Aku tersenyum kecut, wajar saja Papa tahu. Tanpa menutupinya aku mengangguk walaupun aku malu dan takut.

“Belum tapi akan.”

“Susah, Pa.” Aku memberanikan diri untuk mengeluh sedikit, walau sedikit takut dengan reaksi yang akan diberikan oleh Papa nantinya.

Di luar dugaan, Papa malah tersenyum sambil mengangguk. “Tapi kamu punya guru yang baik.”

“Papa gurunya?”

“No ...., Papa enggak akan mengajari kamu.”

Aku mengernyit lantas apa tujuan Papa? Tapi, sejujurnya dari awal Papa memang tidak mengajari apa-apa kepadaku. Seperti saat itu, dia hanya memantang ku saja.

“Guru kamu, ya, guru les kamu, Zel.”

Aku mengangguk membenarkan, bodoh sekali aku bertanya seperti tadi.

“Ada hal lain yang ingin Papa sampaikan sebenarnya.”

Detak jantungku berdetak kencang-sekencangnya.

“Dua Minggu lagi akan ada pertemuan keluarga besar Adhitama, dan kamu akan saya perkenalkan secara resmi. Jangan buat saya kecewa, ya?”

Ya, Papa tidak pernah mengajariku, tapi, Papa seakan menuntut ku untuk bisa. Bukankah aku harusnya menyadari hal ini dari awal? Aku ini Adhitama.