147
“Nggak ada siapa-siapa,” kata Wisnu sambil menendang botol-botol plastik yang berserakan di sana.
Saat ini Robert dan Wisnu sudah ada di markas Rifan dan anak-anak gengsternya kumpul. Saat Robert kembali ke gudang tua—dimana Milla hampir menjadi korban—Robert juga singgah untuk bertanya di pasar tentang mereka, dari situ Robert tahu tentang markas ini. Sayangnya sekarang sudah kosong.
“Mereka tahu kalau polisi akan bergerak, terlebih bos nya ditahan,” jawab Robert, mata elangnya masih mencari ke arah-arah yang mungkin bisa dia dapatkan sebuah petunjuk.
“Lo ... Nggak kepikiran buat bergerak sendiri nanti, 'kan?” Tanya Wisnu menerka-nerka. Melihat gerak-gerik Robert yang sering bergerak sendiri tanpa tim. Wisnu sedikit khawatir Robert akan memenuhi dendamnya, itu akan sangat berbahaya.
“Rob?” Wisnu memanggil Robert karena Robert tidak menjawab pertanyaannya.
“Milla itu keluarga bagi gue, Wis.”
“Bagi gue juga, Rob.”
Berteman hingga lebih dari sepuluh tahun tidak mungkin tidak menganggap satu sama lain sebagai sahabat bukan? Kalau boleh menyampaikan sedikit informasi, sebenarnya salah satu dorongan Robert dan Wisnu menjadi seorang detektif ya karena Milla juga.
“Tapi lo harus kontrol diri lo, Rob. Karena kita nggak lagi berhubungan sama manusia tap—”
Robert mengernyit karena Wisnu menjeda ucapannya. Karena penasaran Robert pun membalikkan tubuhnya menghadap Wisnu yang ada di belakangnya, ternyata Wisnu sedang menjawab panggilan dari ponselnya.
“Halo?”
”....”
“Beneran?”
”....”
“Saya dan Robert segera ke sana.”
Robert penasaran informasi apa yang baru saja Wisnu dapatkan hingga dia terlihat tergesa seperti itu.
“Kita harus pergi. Tim dapat jejak sidik jari di TKP,” lapor Wisnu segera.
Robert membulatkan matanya, tanpa menunggu lama dia mengangguk dan berlari menuju mobil disusul oleh Wisnu di belakang.
Semoga saja ini akhir dari segalanya, Robert berharap itu.