149
“Yakin dia di sini?” tanya Robert kepada Bake—salah satu petugas kepolisian yang berada di tim yang sama dengan Robert dan Wisnu. Setelah mendapatkan informasi kalau Bake memegang identitas pelaku pembunuhan yang dilakukan oleh 'cigarette killer', Robert, Wisnu dan Bake segera bergegas menuju lokasi.
Di sinilah mereka di sebuah perumahan tingkat yang tidak jauh dari tkp. Ketiganya masih di depan mobil belum ada tanda-tanda hendak melangkah menuju unit 'cigarette killer'.
Bake mengangguk dengan sangat yakin, lalu dia menjawab, “Ya. Kita tuntaskan sekarang, kita seret tikus itu.” Dia menatap Robert dan Wisnu secara bersamaan.
Robert mengangguk kemudian melemparkan tatapan ke Wisnu yang sama mengangguk. tanpa menunggu lama Robert memberi arahan untuk maju melangkah ke unit dimana dugaan 'cigarette killer' itu berada—di lantai empat rumah tingkat itu.
Mereka pun sampai di lantai empat, tepat di depan pintu unit rumah susun dugaan 'cigarette killer'. Wisnu mengambil sisi kanan, lalu Bake mengambil sisi kiri, dan Robert mengambil sisi depan memimpin aksi mereka itu, tidak lupa dengan sebuah pistol yang selalu siap untuk dipakai di tangan mereka masing-masing.
Robert menatap Wisnu dan Bake secara bergantian sambil memberi kode, paham akan kode yang diberikan Wisnu dan Bake pun mengangguk. Langkah Robert begitu yakin, dia mencoba untuk membuka pintu itu secara lembut dengan ketukan pintu.
tok tok tok
Ketukan pertama tidak ada jawaban sama sekali, Robert mulai curiga kalau tidak ada orang di dalam sana.
tok tok tok
Tapi Robert masih belum menyerah menggunakan cara lembut. Sampai tiba-tiba pintu itu terbuka dengan sempurna.
“Jangan bergerak! Kami dari pihak kepolisian,” seru Bake sambil membenarkan posisinya menjadi menatap ke arah pintu dengan pistol yang dia arahkan ke depan. Begitu juga dengan Wisnu yang mengambil langkah sama.
Aneh, tidak ada respon apa-apa dari orang yang menjadi dugaan 'cigarette killer' itu. Dia hanya diam bahkan dia mengangkat tangannya ke atas.
Robert mengeluarkan sebuah borgol dari saku celananya. “Regard Januardi, anda tidak bisa kabur lagi sekarang,” ucap Robert kemudian memberi kode agar dugaan 'cigarette killer' itu menyerahkan tangannya untuk diborgol.
Dugaan 'cigarette killer' yang bernama Regard Januardi itu hanya tersenyum sambil mengarhkan kedua tangannya. “Ternyata cepat juga,” jawab Regard tanpa ada rasa takut sedikitpun.
Robert pun keheranan dia menaruh curiga kenapa Regard sama sekali tidak ketakutan.
“Seharusnya dari lima tahun yang lalu,” timpal Bake dengan penuh tekanan, Bake mengambil alih menarik tangan Regard yang telah terborgol sempurna dan membawanya dengan cepat.
Robert menatap Wisnu yang sedang menaruh pistolnya kembali. Sadar sedang dilihat Wisnu membalas tatapan Robert sambil mengangkat alisnya sebelah kemudian bertanya, “Kenapa?”
“Aneh.”
“Siapa?”
“Lo.”
“Dih, cah gendeng,” decak Wisnu kesal terlebih Robert yang sudah melangkah mendahului dirinya sambil tertawa.
Regard telah tiba di ruang intograsi dengan Robert yang ada di hadapannya sedang membaca data dirinya.
“Tamatan terbaik di salah satu universitas negeri, pernah mengajar di sebuah sekolah dan pernah menjadi dosen muda. Dengan kualifikasi sebagus ini, kamu milih buat jadi pembunuh?” Robert meletakkan kertas data diri Regard yang dialaskan dengan papan.
“Semua karena kehidupan,” jawab Regard dengan tatapan ke bawah.
Robert mengernyit kebingungan. “Kenapa kamu melakukan semua ini? Terlebih korban kamu semuanya perempuan.”
“Suka.” Regard menjawab dengan mudahnya, dia bahkan mengangkat wajahnya agar bisa memberi tatapan dan senyuman kepada Robert.
Robert mendekatkan tubuhnya kemudian berkata, “Jadi alasannya karena kamu suka dan mereka mencampakkan kamu?” Robert memberi tatapan seriu, seujujurnya Robert sudah dikuasai oleh kemarahan namun masih tetap dia tahan.
“Smart.” Regard tertawa kecil.
Robert menghembuskan napas kasar sembari menyandarkan punggungnya kembali ke sandaran kursi. Dia mendecak dengan tangan yang menggepal dengan sempruna.
“Bajingan.”