#. 62
Nabil melangkahkan kakinya santai di koridor kampus, lebih tepatnya di koridor fakultas kedokteran universitas Neo.
Walaupun jarak dari fakultas teknik ke fakultas kedokteran lumayan jauh, namun Nabil menyempatkan diri untuk menemui seseorang, siapa lagi kalau bukan Nadia, pacarnya selama satu tahun.
Nabil sudah menanyakan dimana keberadaan Nadia, namun anehnya dia tidak mendapatkan Nadia di kelas itu.
“Hai.” Nabil menyapa seseorang yang baru saja lewat di depannya.
“Iya, kak Nabil kan?” seseorang itu terlihat kebingungan.
“Iya, tau Nadia dimana?”
“Oh kak Nadia, tadi aku barusan lihat di sana—” ucapnya seraya menunjuk ke arah ruangan yang tidak jauh dari sana. “UKS kak,” lanjutnya.
“Oh, makasih banyak ya.” Nabil sedikit senyum lalu melangkah menuju uks.
Saat dirinya hendak membuka kenop pintu ruangan itu, tiba-tiba Nabil mengurungkan niatnya.
“Lo sumpah keren banget sih Nad.” Nabil mendengarkan dengan seksama percakapan Nadia dengan teman-temannya.
“Gue gak nyangka aja gitu loh, yang awalnya cuman taruhan, sekarang bertahan sampe satu tahun, gila.”
Mata Nabil membulat sempurna mendengar hal itu, mukanya sesaat menjadi merah padam.
“Yoi, siapa dulu? Nadia!”
“Tapi, lo gak beneran suka kan sama dia?”
Nabil meredakan sedikit amarahnya, lalu mendekatkan telinganya lebih dekat ke arah pintu.
“Of course not! Because—”
“I'm in love with another.”
Rahang Nabil mengeras, tangan yang kanannya meremas kencang bouqet bunga yang hendak ia kasih untuk sang pacar, sebagai hadiah satu tahun anniversary mereka.
“What!”
“Ok, who is this man?”
Rahang Nabil semakin mengeras, kini emosi berhasil menguasai dirinya.
“That is a secret! But, dia lebih sempurna daripada Nabil.”
“Waw.”
Suara tepuk tangan memenuhi ruangan uks itu, Nabil bisa saja masuk dan marah-marah kepada Nadia, namun itu malah membuatnya semakin menjadi yang terburuk di depan Nadia dan teman-temannya.
“Gue gak nyangka lo bisa nemuin cowo yang lebih sempurna daripada Nabil.”
“Well, gue bahkan bisa menemukan yang lebih. Yaudah, kuy cabut!”
“Kuy!”
Nabil berusaha tenang, ia, melihat satu ruangan yang terbuka tidak jauh dimana dirinya berada, dengan cepat Nabil memasuki ruangan tersebut agar Nadia dkk tidak mengetahui keberadaannya.
“Arghh!” Nabil, mengeram kesal seraya memukul-mukul setir mobilnya.
“Bangsat! Bisa-bisanya gue gak sadar lagi dipermainkan.”
“Arghhh!”
Lagi-lagi tangan Nabil dengan keras memukul setir mobilnya. Dengan emosi yang masih menguasai dirinya, ia menghidupkan mobil dan mengendarai mobil itu dengan emosi.
Brakk
Suara yang berhasil membuat Nabil memberhentikan mobilnya sejenak. Ia, membelalak kaget.
“Anjir,” gumamnya.
Nabil tertegun melihat sekumpulan mahasiswa di parkiran, melalui kaca spion mobilnya.
Karena panik dan takut, tanpa berpikir panjang, Nabil, kembali menancapkan gas mobilnya tanpa turun dari mobil.
“Woi!!!”
“Anjir jangan lari!”
Samar-samar Nabil mendengar suara teriakan cewek yang sedang berlari mengejar mobilnya.
“Fuck!”