21

“Wah, makin marak aja, ya, kasus pembunuhan,” seru salah Ibu-ibu yang sedang bekerja di warung ayam. Sebut saja Bu Lasma, singkatnya.

“Nak Jo, kamu tuh hati-hati, apalagi kamu suka pulang malam-malam, kan,” peringat Bu Lasma, kepada pria muda yang ada di sampingnya.

Jovas Kennedith, pria muda nan tampan selaku pemilik warung ayam yang ia namai Sinchicken. Ia menjawabnya dengan senyuman dan anggukan kecil.

“Jangan ngangguk-ngangguk aja! Ibu gak bisa nemenin kamu sampai malam loh.”

Jovas tertawa kecil mendengarnya.

“Iya, Bu. Gak usah khawatir, kalo Ibu nemenin aku sampe malam, yang ada aku yang jagain Ibu nanti,” ujar Jovas, dengan nada bercanda.

Mendengar gurauan Jovas, membuat Lasma merasa gemas. Membuatnya bergerak memukul lengan Jovas berkali-kali.

“Aduh, Bu. Iya ampun,” ringis Jovas.

“Kamu itu, diingetin malah bercanda.”

“Kabur.”

Daripada tubuhnya sakit karena menjadi sasaran empuk Lasma. Lebih baik Jovas melarikan diri dari sana, dan kembali untuk bekerja.

Di dapur, Jovas memperhatikan satu persatu ayam segar yang akan ia masak. Sebelum ke sana, ia melangkah menuju ke suatu tempat untuk mengambil sebuah kotak di sana.

Setelah menemukan yang ia mau, Jovas membawa kotak itu kembali ke dapur.

Membukanya dengan raut wajah yang biasa saja. Lalu mengangkatnya keluar.

Sebuah pisau yang masih terbilang baru, karena warna yang masih mengkilap dan juga sangat terlihat tajam.

Ukuran pisau itu tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, sangat pas ukurannya di tangan kekar Jovas.

Mata Jovas tak henti-hentinya memandang kagum pisau itu. Membolak-balik ke setiap sisinya. Memandang kagum karena kecantikan yang dipancarkan.

“Om ...”

Sampai ada panggilan pun, ia tak sadar.

“Pak ...”

Wajah yang tadinya datar berubah menjadi senyum, apalagi saat samar-samar ia mendengar suara lembut wanita memanggil.

“Permisi Mas, jualan gak?”

Jovas tersentak. Untung saja pisau yang ada di tangannya tidak lepas.

“Iya, sebentar.

Jovas melangkah ke depan, ke asal suara. Ia tersenyum menyambut pelanggan, seorang wanita yang mempunyai tampang yang begitu cantik.

“Mau pesan apa, Mbak?” tanya Jovas, melayani pelanggan seperti biasanya.

Wanita itu bergumam sebentar dengan mata menatap menu yang ada di hadapannya.

“Hmmm ... Saya mau ayam baladonya satu, ya,” jawab sang wanita

Jovas mengangguk dan tersenyum, ia mencatat pesanan wanita itu pada mesin kasir yang ada di hadapannya.

“Totalnya tiga puluh dua ribu, boleh pembayarannya dulu, Mbak?”

Wanita itu menyerahkan uang tunai sebesar lima puluh ribu kepada Jovas, lalu Jovas mengembalikan Kembaliannya sebesar delapan belas ribu.

“Ditunggu sebentar, ya, Mbak.”

Jovas kembali ke dapur yang tidak jauh dari kasir. Sebenarnya ada lima orang lagi yang bertugas untuk memasak pesanan para pelanggan. Namun hari ini kelima pekerja itu diliburkan oleh Jovas, karena beberapa Minggu kemarin warung mereka sangat ramai pengunjung.

Setelah selesai, Jovas kembali ke depan dengan membawa pesanan sang wanita itu.

“Ini Mbak. Terima kasih,” ucapnya dengan senyuman ramah.

“Terima kasih juga, Mas!”

“*By the way, Mas ganteng deh,” puji wanita itu, dengan senyuman mengembang.

Mendengarnya bikin Jovas tertunduk malu. Walaupun ini bukan pertama kali ia mendengar pujian seperti itu.

“Terima kasih, Mbak. Mbak juga cantik,” balas Jovas.

Tidak beda dengan Jovas. Wanita itu pun tersipu saat Jovas membalas pujiannya.

“Eh, Mas. Tadi saya nyari twitter pake nama Mas, ternyata dapat. Tapi Mas cuman follow BMKG,” ucap si Wanita seraya tertawa.

Jovas hanya tertawa kecil sebagai responnya.

“Saya boleh follow gak, Mas?”

Jovas mengangguk.

“Silahkan, tapi jangan minta follback, ya,” ujarnya dengan sangat sopan.

“Kalo saya minta hatinya boleh gak, Mas?”