22

Seperti hari biasa, pada saat jadwal pelajaran olahraga, maka kelas Revano dan Maudy akan disatukan. Karena kebetulan jamnya sama.

Guru olahraga mereka akan memberi keringanan bagi siswi yang sedang masanya, atau bagi murid yang tidak kuat untuk ikut kelas olahraga. Dengan syarat mereka harus membuat sebuah tugas, mengenai topik yang dipelajari pada hari itu.

Namun hari guru yang mengajar berhalangan untuk hadir. Jadi para murid memilih untuk melakukan kegiatannya masing-masing, ada yang memilih menghabiskan waktu di taman, di kantin, atau di lapangan basket indoor.

Seperti yang sedang Maudy dan Model lakukan. Keduanya disuruh oleh sang pacar untuk tetap di sana.

Misel dengan senang hati menuruti Moreo, namun tidak dengan Maudy, semakin lama ia di sana, semakin panas dirinya. Sebab melihat Gema yang sedari tadi tak henti-hentinya genit ke Revano.

Maudy mendecak kesal, saat melihat Gema yang sedang bersama Revano.

“Gatel banget,” gerutu Maudy kesal.

Misel menoleh menatap Maudy, lalu ia tertawa kecil. “Kan udah gue bilang, putusin. Makan hati, kan, lo.”

Maudy memutar bola matanya malas. Saat yang bersamaan, tatapannya bertemu dengan Gema, ia melihat Gema membentuk sebuah seringai dari jauh sama, seakan mengatakan. 'haha cemburu, kan, lo.'

“Ah, rese banget!” gerutu Maudy lagi, dengan suara yang sedikit keras.

Dari jauh, Gema sedang berbisik dengan teman-temannya, entah apa yang sedang gadis itu bilang, Maudy tentu saja tidak peduli.

Perlu diketahui Maudy dan Misel duduk di pinggir lapangan, tanpa ada pembatas antara mereka. Rentan keduanya hampir terkena bola.

Bugh

Terbukti, sebuah bola mendarat tepat mengenai kepala Maudy.

“Awh,” ringis Maudy.

Ia memegang kepalanya dengan erat, hantaman dari bola itu benar-benar keras.

“Anjir, Maudy!” Teriakan Misel menarik perhatian murid yang ada di sana, tanpa terkecuali.

“Sakit, Sel.” Maudy mengadu kesakitan. Ia tidak berbohong, rasa sakit dari hantaman itu benar-benar terasa, bahkan untuk membuka mata saja Maudy tidak kuat.

Revano dan ketiga temannya segera berlari ke arah Maudy dan Misel. Namun saat Revano hampir sampai, ia mendengar suara Gema meringis kesakitan.

“Vano! Tolong, perut aku sakit banget.”

Revano terdiam sejenak, bahkan menghentikan langkahnya.

“Lo kenapa diem?” tanya Damar. “Cewe lo anjir, bantu!” Damar meninggalkan Revano yang masih terdiam di sana.

Revano melihat sudah banyak yang membantu Maudy. Saat ia melihat Gema, hanya ada beberapa temannya di sana.

Ia bimbang harus memilih siapa. Berulang kali terdengar ketiga sahabatnya memanggil Revano, namun Revano tetap diam.

Hingga kini ia kembali melangkah, namun bukan melangkah menuju Maudy, melainkan berbelok untuk membantu Gema.