—29
“Akhirnya, lo, mau ngomong juga, Lun,” ucap Lucy bersyukur karena setelah seminggu Luna sadar setelah kecelakaan, baru hari ini ia mau berbicara.
Luna menghela nafas panjang, ia terdiam memandangi isi kamar rumah sakit dimana dirinya dirawat.
Luna melirik ke arah kedua kakinya yang kini tidak bisa digerakkan. Kecelakaan kecil yang ia, alami di parkiran kampus menyebabkan ini semua.
Kata dokter, ia bisa kembali pulih jika, sering-sering berlatih dan juga check up perkembangannya.
“Ya, gimana Cy, gue gak semangat hidup lagi,” jawab Luna pelan.
Lucy menatap sendu sahabatnya itu, ia tau betul apa yang dirasakan oleh Luna sekarang.
Tangan Lucy bergerak meraih lalu menangkup tangan kanan Luna. “Trust me, gue yakin lo bisa ngelewatin ini semua Lun.” Lucy menggenggam erat tangan Luna, menyalurkan semangat untuk sahabatnya itu.
Luna menggeleng perlahan. “Gue .... Gak enak sama bunda,” lirihnya pelan.
“Bunda tadi izin pulang bentar, gue yakin bunda gak sama sekali merasa diberatkan.”
“Tap—”
“HELLOW LALUNA TALATOTET WINATA CANTIK JELITA EMWAHHHH.”
Ucapan Luna terpotong karena suara teriakan seseorang yang baru saja masuk ke ruangannya.
Siapa lagi kalau bukan Kinan, yang disusul oleh Aheng dari belakang.
“LUCY!” Lagi-lagi Kinan berteriak, membuat Luna dan Lucy menutup kedua telinga mereka.
“ADOH— LO KEK SETAN!” ringis Kinan lalu mengumpat ke Aheng, karena toyoran yang ia dapat.
“Lo berisik ikan kakap,” cicit Aheng gemas.
“Ikan itu bersisik bukan berisik!”
Dan perdebatan pun dimulai, Luna dan Lucy hanya tertawa mendengar perdebatan yang tidak penting dari kedua sahabatnya.
Setidaknya Luna dapat kembali tersenyum karena perdebatan bodoh kedua sahabatnya itu.
“Woi, udah!” pekik Lucy meleraikan kedua insan yang sedang memperdebatkan ikan.
“AAAAAAAAAAAAA LUCY.” Kinan berlari menghampiri Lucy dan memeluknya dari samping.
“Lo, sahabat gue yang paling cantik, paling pengertian sedunia!” ucapnya tepat di kuping Lucy membuat Lucy menyeringitkan keningnya.
“Sumpah ya, sahabat lo itu satu minggu kemasukan khodam, sekarang kemasukan setan,” cicit Aheng seraya melangkahkan kakinya ke samping Luna.
“Khodam apa Heng?” Luna terkekeh pelan.
“Masa gak tau sih, anu— IYA GAJADI.”
Nyali Aheng menciut karena mendapatkan tatapan tajam dari Kinan.
“Aaaaaaa sayangku.” Kinan menghambur memeluk Luna.
“Adoh—” ringis Luna karena Kinan memeluknya dengan sangat kuat.
“Gila, sumpah gue hampir gila.”
“Emang gila padahal,” sindir Aheng.
Lagi-lagi Kinan melemparkan tatapan tajam ke Aheng. Aheng membalasnya dengan senyuman mengejek.
Luna terkejut karena Kinan tiba-tiba menangkup kedua pipinya, dan menekannya sedikit keras.
“Kinan, lo baik-baik aja kan? Lo selama seminggu udah nyusun strategi balas dendam?”
Luna memutar bola matanya kebingungan. “Kayaknya gue butuh bantuan lo.”
Kinan mengangguk mantap. “Tenang gue udah nyusun strategi, lo percaya—”
“Musyrik,” potong Aheng tanpa bersalah.
“Maksud lo?” tanya Kinan tidak terima.
“Percaya lo, MUSYIK,” ulang Aheng sambil menekankan kata MUSYRIK.
Luna terkekeh pelan sebelum seisi ruangan dipenuhi oleh tawa mereka berempat.