49

Maudy memutar bola matanya malas, saat melihat Revano di samping mobilnya.

Namun mau bagaimana lagi, ia tidak bisa meninggalkan mobil itu di sana, bisa-bisa ia digantung oleh Robert nanti.

Mau tidak mau Maudy harus bertemu dengan laki-laki mengesalkan itu.

“Hai,” sapa Revano ketika Maudy melewatinya.

Maudy masih enggan merespon sapaan laki-laki itu. Gadis itu segera membuka kunci mobilnya, dan hendak masuk ke mobil.

Namun Maudy ditahan oleh tangan kekar Revano.

“Biar aku yang bawa, ya?”

“Aku mau putus,” ucap Maudy mengalihkan pembicaraannya.

Revano tersenyum, namun hatinya terasa sakit saat mendengar ucapan dari gadis itu.

“Aku numpang ke rumah Misel, ya? Temen-temen aku di sana.” Revano memilih untuk tidak menjawab ucapan dari Maudy.

Maudy menghela napas kasar dan mengalah. Ia pikir tidak salah kalau Revano yang mengantarkannya ke rumah Misel, ia bisa mengambil waktu untuk bicara ke Revano di perjalanan nanti.

Selama perjalanan Maudy enggan untuk berbicara, bahkan untuk menatap laki-laki yang ada disampingnya saja tidak mau.

Ia memilih untuk bermain dengan boneka octopus kecil miliknya. Boneka itu dapat berubah ekspresi jika dibalik, Maudy suka memainkan boneka itu jika sedang bersama dengan Revano.

Apalagi saat ia sedang ingin bermanja dengan Revano, namun itu tidak pernah terjadi lagi.

Maudy melemparkan boneka octopus yang menampilkan ekspresi marah ke depannya.

Revano tertawa kecil melihat tingkah Maudy. Menurutnya itu sangat menggemaskan, walaupun ia tau, Maudy sedang marah.

“Aku mau putus.” Lagi-lagi Maudy mengucapkan kalimat menyakitkan itu.

Fokus Revano hampir teralihkan.

“Ayo putus?” Maudy menoleh untuk menatap Revano yang sedang fokus menyetir.

“Kalo kita putus, kamu bebas sama Gema, dia rumah kamu, rumah kamu pulang. Kalo aku cuman tempat singgah, kan?”

Revano bungkam.

“Aku capek, aku kecewa sama diri aku sendiri, aku gak bisa jadiin diri aku sendiri tempat untuk kamu pulang.” Awalnya Maudy tidak berniat untuk menangis, namun itu mustahil.

“Aku gak mau terus menerus gini, aku gak mau kamu terikat sama dua hati, Ren. Lepasin aku, ya?”

Tangisan Maudy semakin menjadi, entah mengapa yang membuat gadis itu terlalu emosional hari ini.

Revano masih dengan egonya, ia tidak menjawab kalimat demi kalimat yang Maudy ucapkan.

Sampai mereka tiba di depan sebuah supermarket. Revano menoleh menatap Maudy yang masih menangis di sana.

Saat tangan Revano hendak meraih wajah gadis itu, dengan kasar gadis itu menepis.

“Mau putus!” Maudy berteriak meluapkan emosi yang sudah lama ia tahan.

Revano menghela napas kasar, lalu menjawab, “Ia putus, tapi obatin aku sebentar, ya?”

Maudy yang tadinya enggan menatap Revano, kini ia menoleh, menatap Revano dengan penuh kebingungan.

Tanpa berbicara lagi, Revano membuka kancing seragam sekolah yang ia kenakan satu persatu.

Maudy mengusap air matanya kasar, ia masih menatap Revano dengan penuh kebingungan.

Saat Revano melepaskan kancing terakhirnya Maudy memekik, “Kamu mau ngapain!” Maudy menoleh membuang muka.

Revano tertawa. Maudy tidak habis pikir, bisa-bisanya laki-laki itu tertawa disaat seperti ini.

“Tolong obatin aku, ya? Aku dipukul Papa lagi.”