65
Misel dan Moreo sudah tiba di rumah sakit, mereka segera berlari menuju rumah sakit. Langkah keduanya tertahan saat mendengar suara yang tidak asing.
“Mor.” panggil Revano, yang juga baru tiba di rumah sakit.
Bersamaan Misel dan Revano membalikkan tubuh mereka untuk menoleh menatap ke asal suara.
Misel membuat sebuah seringai kecil saat melihat kedatangan Revano. Tanpa takut Misel melangkah, dengan sekuat tenaga gadis itu mendorong tubuh Revano.
“Punya malu, lo? Gak malu dateng ke sini?” tanya Misel, dengan suara lemah karena lelah akibat menangis.
Moroe segera menarik tubuh Misel, karena ini semua pandangan tertuju kepada mereka.
“Malu dikit, kek, lo, anjing!” umpat Misel penuh emosi.
Sungguh gadis itu sudah muak untuk berhadapan dengan laki-laki, yang berstatus pacaran dengan sahbaatnya.
“Udah, Sel, gak enak. Ini di rumah sakit,” ucap Moreo berusaha menenangkan gadisnya.
Namun Misel yang sudah tersalut emosi, sama sekali tidak bisa mengendalikannya.
“Dia kayak anjing, Reo!”
“Iya aku tau.”
Revano yang sudah berulang kali mendapatkan makian, ia hanya bisa diam. Tanpa mengeluarkan bantahan atau protes.
Saat Misel hendak kembali mengeluarkan makian untuk Revano. Ia harus menahannya, karena kehadiran Robert.
“Where is my daughter?” tanya Robert, dengan raut wajah yang begitu panik.
Robert menatap satu persatu dari mereka, dengan tatapan menuntut jawaban.
“Kita belum masuk, Om.”
Mendengar jawaban yang cukup mengecewakan dari Moreo, segera Robert melangkah menuju ruang IGD. Diikutin oleh Moreo dan Misel, dan Revano yang masih bungkam.
Misel hendak memakinya lagi, namun segera ditahan oleh Moreo, karena sudah ada Robert di sana.
Saat mereka hendak memasuki ruang IGD, mereka duluan dikagetkan kemunculan Maudy tiba-tiba.
Gadis itu keluar dari IGD dengan kondisi tangan kanan yang digips. Maudy juga dikagetkan dengan kehadiran Ayah, dua sahabatnya dan satu laki-laki yang sangat tidak ingin ia lihat untuk saat ini.
“Hei, are you okay?” tanya Robert, masih dengan raut wajah paniknya.
Perlahan tangan Robert meraih tubuh kecil Maudy, mengusap pelan rambut yang basah, karena air hujan.
“I'm okay, Ayah. Cuman kesenggol mobil aja, kok,” jawab Maudy dengan begitu santai.
Bahkan Maudy masih mengembangkan senyumnya, agar yang ada di sana tidak lagi khawatir.
“Cuman kata, lo?” imbuh Misel kesal.
Maudy mengangguk, lalu menjawab, “Iya. Lagian ini mungkin digips sebentar aja, kok.” Maudy kembali tersenyum agar Misel tidak terlalu khawatir.
“Yaudah ayo pulang,” ajak Robert disahut anggukan oleh Maudy dan juga Misel.
Maudy berjalan dengan Robert dan juga Misel yang ada di sampingnya.
Revano sedari tadi hanya diam, tanpa bersuara. Padahal begitu banyak pertanyaan yang mau ia tanyakan.
“Kamu siapa yang bawa ke rumah sakit, Maudy?” tanya Robert, membuat langkah Maudy terhenti.
Maudy menoleh ke belakang, mencari-cari seseorang.
“Tadi ada, kok gak ada, ya. Ody juga belum bilang terima kasih.” Mata Maudy liar melihat ke penjuru rumah sakit.
Namun nihil, Maudy tidak menemukan orang tersebut. Lagian Maudy tidak begitu ingat gimana bentuk wajah dari orang yang membantunya.
“Yasudah mungkin suatu saat nanti ketemu lagi, kamu harus pulang, istirahat.”
Robert kembali menuntun Maudy, begitu juga dengan Misel.
Revano yang sedari tadi hanya diam, kini ingin mengambil langkah untuk menghampiri Maudy. Namun sayang langkahnya ditahan oleh Moreo.
“Mending lo pulang, lo lihat sendiri, kan? Bahkan dia natap lo aja gak mau,” ucap Moreo dengan tegas.
“Revano lo denger gue, ya. Mending lo tinggalin salah satu dari mereka.”
“Maksud lo?”
“Lo gak udah janjian sama Maudy, tapi lo malah ke rumah Gema, kan?”
Revano diam, ia tidak bisa membantah karena itu kebenarannya.
Moreo benar-benar sudah tidak tahan dengan sikap sahabatnya itu. Tanpa berbicara lagi, Moreo meninggalkan Revano yang hanya diam.
Revano melihat kepergian Maudy dari jauh. Ia berharap Maudy akan menoleh walaupun hanya menatapnya sekilas, namun itu tidak terjadi.
Revano menghela napas kasar saat mobil Robert dan Moreo melaju pergi dari sana.
“Maaf ....,” lirih Revano penuh penyesalan.
“Revano?”
Suara memanggil namanya, membuat Revano menoleh. Seorang laki-laki yang lebih tua beberapa tahun darinya, kini sedang berdiri di belakang tak jauh dari Revano.
“Ya?” Revano menatap laki-laki itu penuh penasaran.
Tangan laki-laki itu menyerahkan sebuah boneka. Sebuah boneka Rillakuma berukuran sedang, dengan surat yang ada di tangan boneka itu.
Kening Revano mengerut kebingungan. “Maksudnya?”
Laki-laki itu tersenyum. “Revano, kan?”
“Ya, saya Revano. Anda siapa?”
“Diambil dulu ini boneka punya kamu.”
Lagi Revano semakin dibuat kebingungan. Namun ia tetap meraih boneka itu.
“Saya yang bantu pacar kamu,” ucap laki-laki itu berhasil membuat Revano terkejut.
Darimana ia tau kalau Revano itu pacar dari Maudy.
Seakan tau Revano kebingungan, laki-laki itu berkata, “Saya tau nama kamu dari surat yang ada di lengannya itu. Kalau gitu saya pamit.”
Revano masih terdiam dengan pikirannya. Untuk menjawab semua pertanyaan yang berputar di pikirannya, Revano membuka surat yang tertempel pada lengan boneka itu.
Dari pacarnya Revano “Hug me. I'm boo”