68

“Lo berat— AMPON!” teriak Aheng akibat pukulan keras dari Luna.

“Diem!” sinis Luna.

“Maung—YA JANGAN DI PUKUL LAGI.” tangan Aheng bergerak melindungi dirinya dari serangan Luna.

“Lagian lo sih Heng,” ucap Lucy yang baru saja keluar dari mobil.

Aheng baru mau membuka mulut, namun dirinya sudah dihadiahkan tatapan maut dari Luna.

“Makasih ya Guys, akhirnya gue ngampus lagi,” ucap Luna seraya memberikan senyum manis kepada dua sahabatnya.

“AAAAAAAA LUCY!” suara teriakan yang sangat familiar di telinga mereka, siapa lagi kalau bukan Kinan.

Kinan yang baru saja sampai di kampus dengan cepat berlari memeluk Lucy.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaa— Asu sakit.” umpat Kinan karena Lucy menoyor kepalanya.

“Masih pagi jangan teriak, simpan tenaga lo,” ucap Lucy seraya menatap Kinan dengan tatapan keheranan.

“Biarin, gue gak pernah KEHABISAN TENAGA!” jawabnya, seraya menekankan kata KEHABISAN TENAGA.

Luna menggeleng pelan sambil tertawa melihat tingkah aneh sahabatnya di pagi hari.

Saat matanya berkontak langsung dengan mata Kinan, dengan cepat Luna menghindar.

“AAAAAAAAAA Luna!”

Telat, Luna menjadi sasaran suara lumba-lumba Kinan selanjutnya.

Kinan beralih memeluk Luna dengan sangat erat, membuat Luna sedikit kesusahan untuk bernapas.

“Sakit!” ringis Luna pelan.

“Hehehe.” Kinan hanya membalas dengan cengengesan.

“Welcome back sayang!”

“Makasih.”

“Udah ah gas ke kantin!” seru Aheng karena capek sedari tadi hanya berdiri di sana.

Kinan melangkahkan ke belakang kursi roda Luna. “Kuy, gas ngengg!” Luna terperanjat kaget karena Kinan yang tiba-tiba mendorong kursi rodanya dengan sangat kencang.

“Kinan!” tegas Luna, yang hanya di balas tawa tak bersalah oleh Kinan.

“Kawan lo,” ucap Lucy yang ada di belakang Kinan dan Luna.

“Lo lah,” balas Aheng.

Keduanya saling bertatapan, lalu tertawa kencang.


Kinan tiba-tiba saja berhenti mendorong kursi roda Luna, yang tadinya mukanya sumringah tiba-tiba saja menjadi kecut.

Begitu juga dengan Luna, ia menghela nafas panjang saat melihat orang yang ada di depannya sekarang.

“Hai,” sapa Nabil.

Orang yang membuat keadaan seketika menjadi kacau.

Lucy dan Aheng juga dengan segera menghampiri, Kinan dan juga Luna.

“Hai,” balas Luna dengan lembut.

Bukan dengan maksud apa-apa, di sana keadaannya cukup ramai, Luna hanya ingin menjaga image nya sebagai adek tingkat Nabil.

“Kenapa ya kak?” tanya Luna.

Nabil mengerutkan keningnya. “Kak?” tanyanya kebingungan.

“Ya, kak, ada yang salah?”

“Kenapa lo manggil gue kak?”

Luna tertawa kecil, lalu ia memutar bola matanya malas.

“Lo, kating gue, ada yang salah saat adik tingkat manggil katingnya kak?”

“Awas dong kak, kita mau ke kantin laper,” ucap Kinan ogah-ogahan.

“Sebentar.” Nabil menahan langkah Kinan yang sedang berusaha mendorong kembali kursi roda Luna.

“Gue, mau minta maaf.” Nabil kembali memohon kepada Luna.

Luna mendecak kesal, ia sudah muak dengan kalimat itu, kalimat yang terus-menerus ia dengar dari mulut Nabil.

“Gue—”

“Gue, maafin Lo, puas?” tohok Luna dengan tatapan sinis.

“Awas.”

Luna memberi kode agar Kinan kembali mendorong kursi rodanya, namun lagi-lagi Nabil menahan mereka.

Lucy yang sudah muak melihat ini semua, ia melangkah maju menghampiri Nabil. Tanpa takut Luna menarik tas yang Nabil kenakan.

“Jangan cari masalah sama kita— karena lo tau, kita gak akan pernah menang sama lo!” hardik Lucy.

“Gih balik, Fakultas teknik di seberang, bukan di sini!”

Lucy memberikan tatapan menantang, tidak lupa melipat kedua tangannya di depan dada. “Kayaknya lo suka banget deh sama fakultas kita, pas waktu kejadian aja kenapa lo ada di parkiran kita? Bukannya di fakultas teknik ada parkirannya sendiri ya?”

Nabil hanya diam, ia menatap mata Lucy, dengan tatapan tak kalah tajam.

Memang benar apa yang dibilang oleh Lucy, namun pada saat itu ia ingin menjemput Nadia yang kebetulan ada di sini.

“Tapi karena itu sih lo mudah ketahuan, karena anak fakultas kita gak ada yang bawa Pajero ke kampus, cuman anak teknik yang gayanya selangit!” sindir Lucy dengan seringai di bibirnya.

“Gih, jangan gangguin kita— kita sadar diri, gak selevel lo!”

Lucy melangkahkan kakinya melewati Nabil, ia sengaja menabrak tubuh Nabil dengan tubuhnya.

“Yuk guys,” ajak Lucy kepada ketiga sahabatnya.

Sedari tadi pandangan mahasiswa yang ada di sana, terfokus kepada mereka. Nabil menatap satu-satu ke arah mereka, membuat mereka seakan-akan tidak melihat kejadian tadi.

“Fuck,” umpat Nabil pelan.

“Hai, gue boleh nanya gak.” Nabil menahan sekumpulan mahasiswi yang lewat di depannya.

“Ya boleh,” jawab salah satu dari mereka.

“Tau gak mereka jurusan apa?” Tanya Nabil seraya menunjukkan foto Luna dan ketiga sahabatnya.

“Gak tau, tapi setau gue Lucy sama Kinan anak fakultas hukum, terus Luna sama Aheng anak fakultas ekonomi, jurusan—” cewek itu menatap Nabil.

“Lo kak Nabil? Yang nabrak Luna?”

“Kata gue mending lo jangan berurusan sama mereka deh kak— Mereka licik,” ucapnya memperingatkan Nabil, lalu meninggalkan Nabil sendirian di sana.

Rahang Nabil kembali mengeras, ia benar-benar emosi sekarang. Kalau saja bukan karena salahnya, Nabil sudah menghabisi Luna dkk.