81

Hari ini adalah hari pertama Maudy menginjakkan kakinya di sekolah menengah atas. Bestatus sebagai siswi baru, membuat Maudy sedikit takut berada di sekolah.

Walaupun Maudy dikenal sebagai anak yang ramah dan gampang bergaul, namun baginya susah untuk menetapkan hal itu lagi di lingkungan SMAnya.

Prima high school menjadi pilihan Maudy untuk melanjutkan jenjang pendidikannya. Sekolah yang begitu dikenal dengan fasilitas yang mewah dan tentu saja mahal. Namun bukan itu alasan Maudy memilih sekolah di sana, melainkan karena pembelajaran yang begitu meyakinkan dan serius.

Hari pertama setelah menjalankan serangkaian kegiatan, tidak berjalan lancar bagi Maudy. Karena tiba-tiba gadis itu merasa sakit di perutnya.

Dari tadi Maudy mencari keberadaan toilet, namun tak kunjung ketemu. Malah dirinya kesasar sampai ke taman belakang sekolah.

Tidak ada siapa-siapa di sana. Maudy melihat sebuah gudang kosong, karena penasaran Maudy pun melangkah ke sana, untuk memenuhi rasa penasarannya.

Saat tubuh Maudy sudah berada di depan pintu gudang tersebut, ia langsung dikagetkan dengan suara desisan seorang laki-laki. Namun suara tersebut lebih ke suara desahan sepertinya.

Segera Maudy menutup mulut dengan keda tangannya. Karena penasaran Maudy pun mengintip dari pintu yang kebetulan sedikit terbuka.

Mata Maudy melotot sempurna saat melihat seorang siswa di sana. Namun sayangnya Maudy tidak dapat melihat wajah siswa tersebut karena posisi siswa itu membelakangi Maudy.

Tanpa berpikir lama lagi, Maudy membuka kamera handphone miliknya, dan merekam aksi mesum siswa tersebut. Maudy tak lupa juga menutup telinga kanannya agar tidak ternodai dengan suara aneh itu.

Setelah beberapa menit, Maudy melangkah kembali ke posisi di awal ia berada di sana. Maudy bermain dengan handphonennya, menyaksikan lagi video yang ia rekam begitu jelas.

“Ih, mesum amat,” monolog Maudy jijik.

“Dari kapan lo di sana?”

Mendengar suara seseorang bertanya membuat Maudy gelagapan. Segera gadis itu mematikan layar handphonennya dan menyembunyikannya di balik tubuh.

Siswa laki-laki yang baru saja Maudy rekam tadi, kini dengan jelas berada di hdapan Maudy. Maudy sedikit takut menatap Siswa itu, jadi ia memilih untuk menunduk.

“Lo rekam gue?” tanya siswa itu lagi, namun masih tidak mendapatkan jawaban dari Maudy.

Maudy tertegun, bahkan sakit perutnya hilang dan digantikan dengan rasa takut.

“Eum ... anu ... saya anu ... he he he.” Perlahan Maudy melangkah berusaha lari dari sana.

Sialnya langkah Maudy tertahan karena siswa itu menahan lengan Maudy.

“Bantu gue,” pinta siswa itu tiba-tiba.

Mata Maudy membulat sempurna, namun ia reflex membalikkan tubuhnya dan menarik lengannya.

“Apa-apaan, lo mau gue bantu berbuat mesum? itu namanya pelec-euhmmm lep!” Suara Maudy tertahan karena mulutnya tiba-tiba dibungkam oleh siswa yang ada di hadapan Maudy.

“Jangan teriak,” ucap siswa itu, lalu menarik Maudy masuk ke dalam gudang.”

Maudy memberontak sebisa dan sekuat mungkin, namun kekuatan siswa itu seribu kali lebih kuat dari Maudy. Yang bisa Maudy lakukan sekarang hanyalah pasrah dan berdoa kepada Tuhan, agar dirinya diberi keselamatan.

“Lep ... Pas!” Akhirnya Maudy berhasil melepaskan dirinya dari siswa itu.

“Lo jangan macem-macem, ya, sama gue!” peringat Maudy dengan tegas. “Kepala sekolah di sini temennya bokap gue!” lanjutnya.

Maudy tidak berbohong, itu benar adanya.

Bukannya mendengar peringatan dari Maudy, siswa itu malah membuka satu persatu kancing kemeja yang ia kenakan.

Dengan cepat Maudy membalikkan tubuhnya, gadis itu merasakan detak jantungnya berdetak dua ribu kali lebih cepat. Dengan tangan yang bergetar Maudy berusaha menghubungi bala bantuan melalui handphone miliknya.

Namun hari ini kesialan berpihak pada Maudy, tiba-tiba saja handphonenya kehilangan jaringan.

Maudy hampir menangis, ia memejamkan matanya dan hanya bisa pasrah.

“Bantuin obatin luka dipunggung gue.” Siswa itu kembali bersuara dengan suara lembutnya.

Mata Maudy kembali terbuka, namun ia belum membalikkan tubuhnya.

“Maaf kalo gue kasar. Nama gue Revano panggil aja Vano. Gue anak baru di sini,” ucap siswa yang bernama Revano itu.

“Gue gak jadi lepas kemejanya,” sambung Revano meyakinkan Maudy.

Maudy awalnya tidak mempercayainya, namun ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut Revano tiba-tiba meyakinkannya.

Dengan hati-hati Maudy membalikkan tubuhnya, kepala Maudy masih menunduk. Saat tubuhnya sudah benar-benar menghadap Revano, perlahan ia mendongak. Dan benar, Revano tidak jadi membuka kemejanya.

“Kalo lo denger suara aneh tadi, itu bukan desahan,” kata Revano menjelaskan semuanya kepada Maudy. “Gue lagi bersihin luka.”

Maudy mengangguk, walaupun ia tak sepenuhnya percaya.

“Tolong, ya?”


Akhirnya Maudy membantu Revano mengobati luka yang ada di punggungnya. Selama mengoleskan obat demi obat di punggung Revano, Maudy hampir menangis saat melihat luka yang begitu banyak di sana.

“Udah,” ucap Maudy lalu meletakkan kembali kapas dan obat antiseptik ke sebuah kotak p3k.

Revano tak langsung mengenakan kembali kemejanya, ia hanya bisa menyembunyikan tubuh depannya menggunakan tas.

“Thanks ...” Revano tanpak kebingungan karena ia belum mengetahui nama siswi yang dihadapannya.

“Maudy. Atau panggil aja Ody,” ucap Maudy seakan paham dengan kebingungan Revano.

“Thanks Maudy,” ucapnya lagi, tak lupa Revano tersenyum kepada gadis manis yang ada di hadapannya.

Maudy mengangguk. “No need to thanks,” balas Maudy, yang juga tersenyum.

Hening menemani keduanya, sampai Maudy memberanikan diri untuk bertanya, “Eum ... Sorry tapi itu lukanya kenapa? Lo gak dibully, kan?” Ekspresi wajah Maudy sedikit khawatir dan takut.

Revano menoleh saat Maudy bersuara, setelah Maudy selesai bertanya Revano menggeleng.

“Bukan, kok,” jawab Revano singkat.

“Lo jangan takut, gue bantu kalo emang-”

'Bukan,” potong Revano, berhasil membuat Maudy bunkam.

“Dari ayah gue,” jawab Revano untuk pertanyaan yang Maudy berikan.

Mau tidak mau Revano harus menjawab dengan jujur, agar gadis di hadapannya tidak bawel.

Setelah mendengar semua cerita dan alasan dibalik luka-luka itu, hubungan Maudy dan Revano semakin dekat. Bahkan Maudy dikenalkan kepada empat sahabat Revano, yaitu, Moreo, Damar, Zaidan dan seorang cewe bernama Gema.

Setiap bulan ditanggal yang sama, Maudy akan membantu Revano untuk mengobati lukanya. Berulang kali Maudy berkata agar Revano melawan, namun Revano akan terus menjawab, “Ini udah hukuman untuk gue, semuanya kesalahan gue, Ody.”

Maudy belum mengetahui apa alasannya Revano dihukum, saat Maudy ingin mencari tahu, tidak ada dari sahabat Revano yang mengetahui hal itu.

Revano memilih untuk diam dan merahasiakan hal itu.


Setelah hampir tiga tahun, tidak seperti biasanya Maudy akan ke gudang belakang, karena tanggal itu sudah lewat. Hanya saja tujuan Maudy kali ini berbeda.

Ia ingin menyudahi hubungannya dengan Revano. Saat Maudy tiba di sana, hal pertama yang ia lihat adalag Revano, berdua dengan Gema yang sedang memeluk Revano.

Senyum mengembang di bibir Maudy, lalu ia berkata, “Sudah seharusnya dari dulu kayak gini, Reno.”