97
Setelah berurusan dengan Nabil, kini Luna dkk sedang berada di kantin. Namun, Luna merasa sedih karena Aheng dan juga Kinan yang duduk terpisah dengannya.
“Gue gak habis pikir deh sama jalan pikir lo, Lun.” Lucy membuka topik pembicaraan.
Luna yang sedang minum sedikit tersedak mendengar ucapan Lucy.
“Emang ada yang salah?”
Lucy menggeleng. “Gak ada, cuman di luar nalar aja.”
Luna kembali fokus meminum, minuman miliknya. Namun, tiba-tiba ia, dibuat kaget karena ada tangan yang tiba-tiba menaruh dua buah cek di atas meja di depannya.
“Cek, satu nya lima ratus juta.” Suara berat Nabil mengalihkan pandangan Luna.
Suara Nabil sedikit keras, sehingga menarik perhatian seluruh mahasiswa yang ada di kantin, termasuk Kinan dan juga Aheng yang ada di depan Luna.
Luna mendehem, lalu mengambil dua cek tersebut, membuat kondisi kantin sedikit ricuh.
“Ini bisa langsung di cairkan?” tanya Luna.
“Lun,” panggil Lucy khawatir.
Luna menoleh ke belakang memberi kode ke pada Lucy. Karena paham, Lucy dengan segera Lucy melakukan apa yang sudah Luna bicarakan sebelumnya kepada dia.
“Iya,” jawab Nabil tegas.
Luna mengangguk mantap, lalu ia mengacungkan jempol ke Nabil.
“Sekarang ini punya gue kan?”
“Iya.”
“Dan gue bisa ngegunain uang ini sesuka hati gue kan?”
Nabil menatap Luna dengan tatapan keheranan. “Iya,” jawab Nabil tegas.
Luna tersenyum lebar. “Akhirnya gue jadi orang orang kaya!” Serunya lalu tertawa.
Seisi kantin berbisik-bisik, dan menatap aneh ke Luna, namun Luna sama sekali tidak memperdulikan mereka.
“Lo, maafin gue kan?”
Luna mengangguk. “Dari awal udah gue maafin, karena gue bukan orang yang akan kabur kayak lo,” sarkas Luna dengan seringainya.
Walaupun di rendahkan, Nabil bernapas lega, setidaknya ia hanya harus meminta uang satu milyar kepada ayahnya tanpa harus dirinya berurusan dengan hukum.
“Tapi—” tangan Luna bergerak mengetuk-ngetuk meja, lalu ia kembali menatap mata Nabil.
“Lo bakalan ngerawat gue, sampe gue bisa jalan lagi kan?” Tanya Luna.
Dengan cepat Nabil mengangguk dengan tegas. “Tentu!” jawabnya.
Luna tersenyum. “Gue, gak mau lo ngerawat gue, karena rasa kasihan,” ucap Luna sedikit keras agar seisi kantin mendengarnya.
Nabil tertegun, hal apa lagi yang akan ia hadapi, pikirnya.
“Maksud lo?”
Luna tertawa meremehkan. “Gue, udah jadi orang kaya Bil, lo gak lupa kan?”
Luna meraih tangan kiri Nabil, lalu ia meletakkan satu cek di telapak tangan Nabil.
“Lima ratus juta, bayaran untuk lo ngerawat gue— kemurahan? Seharusnya sih nyawa di bayar nyawa, tapi karena gue baik jadi gue yang bayar lo deh.” Lagi-lagi Luna tersenyum ke arah Nabil yang hanya diam.
Suara bisikan di kantin semakin ramai, tapi bukan alasan bagi Luna untuk merasa takut.
Lagi-lagi Nabil dibuat diam oleh Luna, sekaligus dibuat malu.
“Oh ya itu bayarannya sampe gue bisa jalan lagi. Seharusnya sih cukup, daripada gue minta nyawa lo kan? Ini gue, baik loh malah gue yang bayar lo.”
Rahang Nabil mengeras, ia mengepalkan tangan kanannya dengan sangat kuat.
“Satu lagi—”
“Lo, dengan mudah menghilangkan bukti dengan duit,” ucap Luna dengan tangan mengangkat satu cek yang masih ada di tangannya.
“Sekarang …. Gue udah jadi ORANG KAYA,” sambungnya menekankan kata orang kaya.
Luna bergerak meraih tangan kanan Nabil, yang mengepal sempurna. Ia, meletakkan satu cek lagi yang tadinya Nabil kasih untuknya.
“Sekarang gue, suruh lo— dengan duit lima ratus juta itu, gue malu lo, cari dan bawa balik bukti cctv yang ngerekam mobil yang nabrak gue,” perintah Luna dengan tegas.
“Maksud lo apa—”
Nabil hendak memprotes, namun langsung di potong oleh Luna.
“Gue gak suruh protes, itu bukan tawaran. TAPI PERINTAH!” bentak Luna menggelegar di kantin.
Luna membalikkan tubuhnya menghadap Lucy. “Udah lo rekam Cy?” tanya Luna.
Lucy mengangguk mantap. “Udah dong!” jawabnya tegas.
Kinan dan Aheng yang sedari tadi hanya menyaksikan aksi Luna, mereka hanya diam dan saling menatap kebingungan.
“Dengan bukti video ini, dan juga saksi anak fakultas hukum dan ekonomi yang ada di kantin, lo gak bisa ngelawan Nabil.”
Nabil tertawa tangannya meremas kuat kedua cek yang ada di tangannya.
“Lo licik ya?” gumam Nabil geram, ia bergerak mendekat Luna.
“Jangan pernah lari ya, karena lo, udah terikat janji sama gue!”
Luna menyuruh agar Lucy mendorong kursi rodanya, beranjak dari sana, kepergian Luna tidak lupa diikuti oleh Kinan dan juga Aheng.
Sebelum jauh Luna, menyuruh Lucy untuk mendorong balik kursi rodanya ke arah Nabil.
Nabil menatap Luna dengan tatapan penuh amarah.
“Mana handphone lo? Kayaknya lo butuh nomor handphone gue deh, soalnya lo nyuruh-nyuruh temen lo kan? Sini gue kasih,” ucap Luna dengan tangan meminta.
Namun tidak ada jawaban dari Nabil, tidak mau menunggu Luna dengan segera mengambil handphone Nabil yang ada di saku celananya.
Ia mengetik nomor handphone miliknya sendiri, dan tidak lupa ia mengetik nomor handphone Nabil, di handphonenya.
Luna meraih tangan kanan Nabil, dan meletakkan handphone Nabil di telapak tangan Nabil.
Melihat punggung Luna yang perlahan menghilang dari hadapannya, Nabil tidak lagi dapat menahan emosinya.
“Arghhhhh!” teriak Nabil seraya menendang meja kantin.
Ia juga memberantakkan piring dan gelas yang ada di meja yang tadinya Luna duduki.
“Anjing! Bangsat!” Umpatnya dengan penuh amarah.
Mata Nabil memerah sempurna, menatap seluruh mahasiswa yang ada di kantin.
“Apa lo lihat-lihat?”