.
Ara duduk dipinggir kasur miliknya sambil memegang sebuah bingkai foto kecil, foto dirinya dan juga Sandy.
Air mata Ara jatuh membasahi bingkai foto tersebut.
“Sekarang Ara sendiri, kak Sandy curang, mau ketemu mama gak ngajak Ara,” kata Ara berbarengan dengan isak tangisnya.
Hujan dan juga Cherry yang baru saja masuk ke kamar Ara, segera menenangkan Ara.
“Ara gak pernah sendiri, ada Hujan yang akan nemenin Ara, sampai Ara tua nanti,” ucap Hujan.
“Kata kak Sandy, kak Sandy bakalan foto bareng Ara waktu Ara wisuda nanti, nanti difotonya ada kak Sandy, kak Embun, sama Hujan, tapi kak Sandy jahat Hujan,” teriak Ara meluapkan semua emosinya.
Dengan susah payah Cherry menahan agar tidak menangis, ia mengusap lembut rambut Ara.
“Ara cantik, Ara anak pinter, nanti foto wisudanya kakak sama kak Daffa yang nemenin ya? Sama kak Embun juga,” ucap Cherry.
Ara terus menangis dan terus menatap bingkai foto yang ada ditangannya.
“Sekarang keluarga Ara siapa? Sekarang Ara sendiri kak! Kak Sandy gak sayang sama Ara!”
Tangis Ara semakin menjadi, tubuhnya bergetar hebat, nafasnya tidak lagi beraturan.
Hujan dan juga Cherry hanya bisa memeluk Ara, agar Ara kembali tenang, dan mengikhlaskan kepergian Sandy.
Setelah beberapa jam akhirnya Ara tertidur, dan kesempatan itu digunakan Cherry untuk pergi menemui Embun di apartemen Embun.
Setelah sampai di apartemen, Embun hanya berdiam diri di kamarnya, menatap kotak merah yang diberikan Ara tadi.
Embun memakai cincin yang seharusnya Sandy pasangkan di jari manis miliknya.
Air mata Embun kembali jatuh beriringan dengan semua memori masa lalu tentang dirinya dan juga Sandy kembali menghantui pikirannya.
“Coba aja Embun cegah semalem, coba aja Embun gak egois. Sekarang Kak Sandy harus meninggalkan Ara sendiri kak,” sesal Embun.
“Apa Embun akan bertahan untuk menjaga Ara? Kenapa kakak pergi kak? Aku mau kak Sandy yang menjaga Galaxy sampai Galaxy besar!”
“Kak Sandy egois,” lirih Embun.
Embun meringkuk badannya di dalam selimut, melupakan semua emosinya.
Embun membukakan matanya yang sembap, ia melihat sosok Sandy dihadapannya.
“Kenapa kak Sandy pergi?” tanya Embun kepada sosok Sandy.
Sandy yang hadir karena halusinasinya.
Sandy tersenyum. “Karena aku akan memiliki mu seutuhnya nanti.”
Embun tertawa miris, lalu ia tersenyum. “Tidur nyenyak kak, selalu mimpikan Embun, dan terus ulang mimpi itu ya, sampai jumpa di kehidupan selanjutnya.” Embun memejamkan matanya sebelum berkata, “Embun ikhlas kak,” sambungnya seraya membuka matanya kembali.
Kini bayangan Sandy hilang dari hadapannya, karena pada kenyataannya Sandy benar-benar pergi meninggalkan semua yang ada di dekatnya.
Selamat tidur Sandy Arkananta, terima kasih karena telah mencintai Embun sampai akhir.”