.

Bugh

Sandy melayangkan satu tonjokan ke muka Yudhis, membuat Yudhis hampir tersungkur.

Yudhis menerima kemarahan Sandy dengan pasrah, ia tidak melawan atau marah atas perlakuan Sandy terhadap dirinya.

“Maksud lo apa?” Tanya Sandy menagih penjelasan.

Yudhis menepuk pundak Sandy, namun dengan cepat ditepis oleh Sandy.

“Biarin Jona kenal sama anaknya,” jawab Yudhis dengan santai. Sandy hampir melayangkan satu tonjokan lagi, namun tangannya ditahan oleh Yudhis.

“Lo mau biarin gue mati sebelum semuanya jelas?” Yudhis menatap mata Sandy yang penuh amarah.

“Biar gue jelasin semuanya,” lanjut Yudhis.

FLASHBACK

5 tahun yang lalu

“Embun menderita tumor,” ucap dokter Keenan kepada Yudhis.

Yudhis sedang berada di rumah sakit, namun tidak sengaja ia melihat Embun disana.

Ia menanyakan kenapa Embun berada di rumah sakit, ia memperkenalkan diri sebagai sahabat Embun ke dokter Keenan.

“Maksudnya dok?” tanya Yudhis tidak percaya. “Gak mungkin dok,” bantah Yudhis.

“Embun sehat, bahkan dia baru melahirkan beberapa bulan yang lalu dok.” Yudhis sama sekali tidak percaya apa yang baru saja ia dengar.

Dokter Keenan mengangguk paham.

“Saya tau, Embun mengidap tumor stadium satu, kita akan berusaha untuk menyembuhkan Embun dengan semua pengobatan yang ada,” ucap Dokter Keenan.

“Kalo gitu lakukan dok, Embun mau kan dok? tanya Yudhis.

Dokter Keenan menghela nafasnya, ia terdiam sejenak. Yudhis masih menunggu jawaban dari dokter Keenan.

Dokter Keenan menggelengkan kepalanya. “Bantu saya untuk membujuk Embun agar mau Yudhis, kamu sahabatnya kan. Saya sangat peduli dengan Embun, dia mengingatkan saya kepada mendiang ibu saya,” jawab dokter Keenan.

Yudhis menghela nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya di Sandara kursi. Perasaan Yudhis campur aduk sekarang.

“Sampai kapan Embun bisa bertahan?”

“Saya tidak tahu pasti, kemungkinan Embun bisa bertahan lima tahun kedepan, tapi dengan pengobatan bisa saja dia bertahan lebih lama.”

“Lakukan yang terbaik dok, saya akan bayar semuanya, pengobatan Embun. Dan jangan bilang bahwa saya tau tentang ini, terus bujuk dia saya mohon,” pinta Yudhis memohon.

Dokter Keenan mengangguk. “Sebisa mungkin saya bantu.”


Sandy terdiam mendengar semua penjelasan dari Yudhis. Ia tidak percaya, bahwa selama ini Embun hidup bersama dengan tumor yang ada di tubuhnya.

“Gak mungkin,” kata Sandy tidak percaya.

Yudhis mengangguk. “Dulunya gue juga gak percaya, sebelum gue lihat obat yang ada di toilet apartemen Embun.”

Sandy masih terdiam, ia sama sekali belum percaya.

“Embun cuman konsumsi obat, sebelum acara ulang tahun Galaxy, gue ditelepon oleh dokter Keenan,” ujar Yudhis dengan suara bergetar.

“Embun menderita Glioma batang otak, tumornya tumbuh jadi kanker ganas, gue gak paham apa yang dijelasin oleh dokter Keenan, yang gue inget hidup Embun udah gak lama lagi.” Suara Yudhis semakin mengecil.

Ucapan terakhir Yudhis membuat emosi Sandy kembali menggebu-gebu.

“Maksud lo apa hah?” tanya Sandy tidak terima.

Sandy menggenggam erat kerah baju Yudhis.

“Gue sayang sama Embun! Gue juga suka, cinta sama Embun, sama kayak lo!” Ungkap Yudhis berhasil membuat Sandy mendaratkan satu tonjokan di pipi kiri Yudhis.

Buggh

“Bangsat,” umpat Sandy.

“Tapi gue sadar San-” Yudhis memejamkan matanya ketakutan karena Sandy hendak memukulnya lagi.

“Setidaknya kalo emang gue gak bisa miliki dia, gue bisa buat dia hidup bahagia sebelum semuanya berakhir!” Teriak Yudhis sebelum ia benar-benar pasrah di tangan Sandy.