..

Bulan melangkahkan kakinya keluar hendak menuju ke dapur rumah keluarganya.

Namun ia memberhentikan seketika langkah kakinya, ketika melihat kembarannnya dan juga mama nya berada di dapur.

Bulan perlahan mendengar percakapan mereka.

“Sebentar lagi kita akan hidup bahagia dengan ayah kamu, dengan lelaki yang bener-bener mama cintai Bintang.”

“Tapi gimana kalo papa kenapa-kenapa ma?”

“Dia gak akan kenapa-kenapa, palingan juga cuman koma, racunnya tidak akan membuat mati.”

Bulan shock ketika mendengar percakapan mereka, ia menutup mulutnya rapat-rapat dengan menggunakan kedua tangan.

“Apa yang akan mereka lakukan ke papa?” Batin Bulan. “Gak bisa di biarin,” Monolog bulan dengan suara pelan.

Bulan melihat bintang dan mamanya hendak beranjak dari dapur membawa sebuah napan yang berisikan 1 gelas air.

Dengan cepat bulan berlari ke arah mereka.

Prangg

Bulan memecahkan gelas yang ada di napan tangan bintang. Hal itu membuat Mamanya dan juga bintang kaget bukan main.

“Kalian apa-apaan sih!” Seru Bulan memberanikan diri.

Cantika menatap Bulan dengan penuh amarah. “Kamu yang apa-apaan! Dasar anak gak sopan!” Murka Cantika dengan tangan yang hendak menampar bulan.

Namun Cantika salah sasaran tangannya mengenai bintang bukan bulan.

“Arghh, mama!” Ringis Bintang.

Karena ketakutan Bulan berlari sekencang mungkin menuju kamarnya.


“Pa ampun pa ampun,” mohon Bulan berkali-kali.

Plakk

“Sejak kapan papa ngajarin kamu jadi anak kurang ajar!” Bentak Gibran dengan tangan yang tidak berhenti memukul Kepala bulan.

Keadaan bulan benar-benar miris, darah yang keluar dari hidungnya, Pipi memar dan rambut yang berantakan.

“Pa percaya bulan pa.” Bulan berusaha menjelaskan semuanya ke Gibran, namun Gibran tidak memberi celah dan kesempatan untuk Bulan.

Tangan Gibran menarik rambut bulan, dengan kasar ia menarik rambut sang anak, menyeret bulan ke luar.

“Pa ampun.”

Gibran mendorong bulan ketika sudah sampai di depan pintu.

“Saya gak pernah ajarin kamu untuk membentak mama kamu, dan saya gak pernah ngajarin kamu buat mencoba bunuh adik kamu!” Marah Gibran.

Setelah kejadian tadi, bulan melukai dirinya sendiri dan melebih-lebihkan ceritanya ke papa dan juga sahabat-sahabat bulan.

Bulan menangis sejadi-jadinya, bahkan mengeluarkan air mata terasa sangat perih.

“Kamu keluar dari rumah saya! Kamu bukan anak saya lagi! Jangan berani-berani nya kamu buat kembali lagi, dan saya gak akan peduli jika kamu mati kelaparan di luar sana!” Usir Gibran lalu ia kembali masuk ke dalam rumah.

Bulan benar-benar hancur, ia tidak tau harus ngapain sekarang. Ia di campakan oleh papa nya, di Campakan oleh sahabat dan juga pacarnya.

Dengan badan yang bergetar bulan berusaha pergi dari sana. Sebelum jauh ia kembali menatap rumah yang dulunya sangat nyaman bagi dirinya.

Bulan tersenyum menatap rumah itu. “Kalo mengusir bulan membuat papa bahagia, bulan juga bahagia pa. Maafin bulan belum bisa jadi anak yang tau diri, yang bisa membanggakan papa,” Monolog Bulan lalu melangkahkan kakinya dari sana.