.

“Bunda,” panggil Galaxy dengan suara pelan, karena ia baru saja terbangun dari tidurnya.

Embun yang tadi sedang melamun, tersentak kaget karena mendengar suara buah hatinya.

“Abang,” sahut Embun. “Kok abang bangun lagi?”

Galaxy melangkahkan kakinya dan duduk di pangkuan Embun.

“Karena bunda gak ada di samping Galaxy,” jawab Galaxy dengan tenang.

Embun tersenyum, lalu ia memeluk erat tubuh Galaxy. Galaxy mengusap pipi Embun yang basah akibat air matanya.

“Bunda nangis?” Tanya Galaxy.

Embun menggeleng dengan cepat. “Bunda habis kupas bawang, itu ada pisau di meja,” jawab Embun seraya menunjuk pisau yang benar ada di meja di depan mereka.

“Bunda suruh Galaxy supaya enggak bohong, tapi kenapa bunda bohong?” Tanya Galaxy tidak percaya dengan jawaban Embun.

Embun tersenyum lalu mencium pipi gembul Galaxy. “Gimana tadi sekolahnya? Maaf bunda baru nanya, abang happy?” Tanya Embun mengalihkan topik.

Galaxy mengangguk dengan semangat. “Tadi Galaxy ditanyai cita-cita sama ibu guru!” Jawabnya.

“Wowww, terus cita-cita abang apa? Bunda aja belum tau cita-cita abang.”

“Dokter.” Galaxy menjawab dengan tekat yang kuat.

Embun tersenyum gembira mendengar jawaban Galaxy, ia tidak menyangkal bahwa Galaxy sudah memikirkan cita-citanya sekarang, walaupun nanti bisa saja berganti.

“Kenapa abang mau jadi dokter?”

“Supaya bunda enggak telepon dokter Keenan lagi, kalo bunda sakit nanti Galaxy yang obati, kaya dokter Citra obati Galaxy waktu Galaxy demam,” jawab Galaxy dengan tenang.

Jawaban Galaxy berhasil membuat Embun terdiam, ia seketika berpikir apakah ia akan bertahan hingga saat itu? Hingga saat Galaxy menjadi seorang dokter yang sukses.

Embun tersenyum lalu ia berkata, “belajar yang rajin ya abang? Biar bunda dapet pengobatan gratis dari abang!”

Galaxy tertawa. “Bayar pake eksrim dong bunda!” Balasnya jahil.

Embun ikut tertawa mendengar kejahilan Galaxy, ia memeluk erat tubuh Galaxy. Embun tidak ingin melepaskan Galaxy saat ini, atau sampai kapanpun itu.