.
Di depan Caffe, Embun dapat melihat Papa Arkan sudah sampai di sana.
Embun sedikit gugup dan takut, namun dia juga sedikit lega karena caffe yang ia datangin adalah caffe Sandy.
Kringg
Suara kerincing menandakan seseorang baru saja masuk ke dalam caffe dan itu adalah Embun.
Papa Arkan langsung menatap Embun yang kini berjalan ke arahnya.
“Halo om,” Sapa Embun.
“Papa,” sanggah Papa Arkan.
Embun hanya menjawabnya dengan senyuman, lalu ia duduk tepat di depan Papa Arkan.
“Ada apa ya pa?” Tanya Embun membuka topik pembicaraan.
Papa Arkan menghela nafas panjang, lalu ia menatap mata Embun dengan lembut.
“Kamu apa kabar Embun?” Tanyanya.
Embun tersenyum lalu ia mengangguk. “Baik pa, papa?”
“Baik,” Jawab papa Arkan.
Keheningan terjadi di antara mereka, sebelum papa Arkan melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Embun tersontak.
“Kamu masih sayang sama Jona?” Tanya Papa Arkan tiba-tiba.
Tentu saja Embun kaget, apa tujuan Papa Arkan menanyakan hal tersebut.
Embun tersenyum canggung, ia menjawabnya dengan anggukan kecil.
“Papa ingin kalian rujuk kembali, dan untuk masalah keturunan, papa punya rencana lain,” Jelas Papa Arkan.
Embun sedikit tidak paham apa yang di maksud oleh Papa Arkan, dia hanya diam mendengarkan semua penjelasan Papa mertuanya, maksudnya mantan Papa mertua.
“Papa akan nyuruh Jona untuk menikahi wanita lain, dan kamu bisa berpura-pura untuk hamil demi menutupi semuanya, sampai wanita yang di hamili Jona melahirkan seorang anak,” Lanjutnya berhasil membuat jantung Embun hampir copot.
Ia sangat terkejut mendengarnya, orang yang ada di depannya bukan seperti Papa yang ia kenal, pemikirannya sangat gila.
Embun hendak menjawab namun kalimatnya terpotong karena seseorang yang baru saja tiba dan memanggil Papa Arkan.
“Pa,” panggil orang tersebut.
Suara yang sangat familiar bagi Embun, dengan sontak Embun membalikkan badannya, Embun dapat melihat Jonathan berjalan ke arahnya dan juga Papa Arkan.
Namun yang aneh, Jona tidak seorang diri, ada seorang wanita di belakangnya. Seorang wanita yang sangat di kenali oleh Embun, dia adalah Bella sahabat kecil Jona.
Kini Jona berdiri di samping sang papa, ia menatap Embun dengan tatapan yang tidak dapat di artikan. Embun sangat ingin menatap Jonathan, ia sangat ingin melihat sorot mata pria yang ia sayangi dan ia rindukan.
Ketika Embun mencoba mengangkat kepalanya, ia dapat melihat perlahan Bella mencoba untuk merangkul tangan Jona.
Ketika sorot mata Embun dan Jonathan bertemu, Jonathan tidak menepis tangan Bella.
Hati Embun sangat sakit, ia sangat ingin menangis sekarang juga, namun sebisa mungkin untuk ia tahan.
Dari jauh sedari tadi melihat pemandangan tersebut. Namun sekarang ia tidak tahan lagi melihatnya, dengan cepat ia melangkahkan kakinya menuju meja di mana Embun dan keluarga Arkananta itu berada.
Kini Jona duduk di hadapan Embun, dan di sampingnya sudah ada Bella, di hadapan Bella berada Papa Arkan.
Embun sangat benci suasana ini.
“Selamat siang, apa pesanannya sudah sampai?” Tanya Sandy ketika sampai ke meja di mana Embun berada.
Embun sedikit kaget, ia menatap mata Sandy.
“Jo, om, Bella boleh mesen makanan kan?” Tanya Bella seraya menatap papa Arkan dan Jona secara bergantian.
Jonathan mengangguk dan tersenyum ke arah Bella. Senyum yang dulu hanya di berikan untuk Embun.
Embun cemburu melihat hal itu, hatinya lagi-lagi sangat sakit. Ia tidak bisa menahannya.
Sandy yang melihat Embun merasa kasihan, namun ia tidak bisa menolongnya.
Di samping Sandy sudah ada pelayan yang sedang menyatat pesanan dari Bella. Hanya Bella lah yang bersuara, Jonathan hanya mengiyakan apa yang di bilang Bella.
“Kak,” lirih Embun memanggil Sandy.
Fokus semua orang kini ke Embun, Embun menangis seraya menatap Sandy. Ia tidak bisa menahannya lagi.
Jonathan yang melihat hal tersebut sedikit kaget. Ia hendak menanyakan keadaan Embun. Namun sayang dengan cepat Sandy menarik tangan Embun menjauh dari sana.
“Emb-” Jonathan bangkit dari duduknya ia hendak menghampiri Embun, namun di tahan oleh Bella.
Papa Arkan yang melihat hal tersebut hanya terdiam, ia tidak tau harus berbuat apa.
Sandy membawa Embun ke ruangannya, sesampai di ruangan tersebut, Sandy memeluk Embun dengan sangat erat.
Membiarkan Embun meluapkan semua kesedihan dan emosinya. Sandy tidak perduli jika bajunya akan basah nanti.
“Kenapa kak, kenapa Embun?” Tanya Embun dengan Isak tangisnya.
Sandy menangkup kedua pipi Embun, mengusap air mata Embun yang tidak kian berhenti.
“Apa Embun salah jika Embun ingin bahagia kak?”
“Embun hanya ingin bernafas dengan lega kak, Embun hanya ingin hidup membesarkan anak yang ada kandungan Embun dengan tenang kak.”
“Apa Embun salah hidup kak? Seharusnya Embun mati aja ya kak?”
Emosi Embun meluap-luap, mukanya memerah, air mata yang mengalir deras.
Sandy menggeleng, ia kembali membawa Embun ke pelukannya.
“Ssstt, it's okey. Ada aku di sini, ada yang lain juga oke? Tenangin pikiran kamu, kasihan bayi nya kalo bundanya setres,” Ucap Sandy dengan lembut menenangkan Embun.
Embun sedikit tenang, walaupun masih sesegukan. Hatinya merasa sakit melihat Jonathan, dan juga mendengar permintaan Papa Arkan.
Jika memang Embun harus pergi, maka biarkan Embun untuk tidur dengan tenang.