#.
Ayah sudah berusaha, Maraka.
“Raka,” panggil Aurel lembut.
“Coba dulu ya, coba kamu omongin baik-baik ke ayah,” lanjutnya.
“Aku capek Rel, setiap hari dengerin ayah marah, setiap hari harus ngelihat senyum palsu Ran,” balas Maraka.
Aurel mengangguk paham. “Aku tau kamu bisa, kita gak ada yang tau apa alasan ayah benci Ran kan?”
“Siapa tau pas kamu tanya, jalan keluarnya ketemu, kamu satu-satunya harapan bagi Ran, Raka. Kamu punya tanggung jawab besar terhadap Ran.”
Maraka menunduk, sedari tadi ia mengeluarkan keluh kesahnya kepada Aurel, benar kata Aurel, ia harus menanyakan langsung kepada ayah.
“Ada apa Raka?” tanya Johnny kepada Maraka.
Sepulangnya Maraka dari rumah Aurel, tanpa berpikir panjang Maraka langsung mengajak Johnny untuk ngobrol empat mata di kamar Johnny.
Maraka menarik nafas dalam-dalam mengumpulkan keberanian.
“Kenapa ayah benci Ran?” tanya Maraka to the point.
Raut wajah Johnny berubah menjadi datar.
“Ayah capek, kamu istirahat sana,” ucap Johnny tegas sebagai jawaban.
“Raka butuh alasan untuk mengambil tanggung jawab atas Ran suatu saat nanti,” ucap Maraka dengan suara bergetar.
Johnny menatap mata Maraka yang sudah berkaca-kaca, ia sedikit tidak percaya dengan ucapan Maraka barusan.
“Maksud kamu?”
“Suatu saat, ketika Maraka sudah sukses, Maraka akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada Ran, dan melepas Ran dari ayah, Maraka butuh alasan yang kuat—”
“Agar Raka punya alasan kuat di pengadilan nantinya,” lanjutnya.
“Kamu tau apa tentang hukum Maraka? Kamu ngawur?”
“Maraka capek yah, Maraka gak pernah fokus, bahkan Maraka gak bisa tidur setiap malam, ayah selalu berteriak dan memukul Ran.” Suara Maraka kian meninggi.
“Abang mana yang kuat melihat adiknya di benci oleh ayahnya sendiri yah?”
“Ayah gak benci Ran—”
“Lalu kenapa ayah selalu menjadikan Ran layaknya binatang, bukan seorang manusia, atau anak,” potong Maraka.
Maraka tak dapat menahan air matanya.
“Ayah sudah berusaha, Maraka,” lirih Johnny pelan.
“Mata Ran, sangat mirip dengan mata ibu kalian,” ucapnya lagi.
Maraka terdiam berusaha memahami maksud Johnny.
“Bertahun-tahun ayah berusaha melupakan kejadian dulu, tapi mata Ran selalu buat ayah membenci dirinya.”
“Kenapa yah? Ada apa dengan masa lalu?”
“Kamu terlalu muda untuk mengetahui—”
“Maraka sudah cukup dewasa yah!”
Johnny memejamkan matanya, berusaha untuk tidak emosi.
“Keluar,” tegas Johnny.
“Keluar!”
Tidak ingin membuat sang ayah semakin marah, Maraka memilih untuk keluar, meninggalkan Johnny sendirian di kamarnya.
Ketika Maraka keluar dari kamar, ia melihat Ran yang berdiri tidak jauh dari kamar sang ayah.
“Ran,” panggil Maraka lembut.
Ran tersenyum ke arah Maraka. “Ran mau kasih teh hangat buat ayah, soalnya udah malam ayah baru pulang, takutnya ayah masuk angin.”