.

“Embun, kamu kenapa?” tanya Jonathan berusaha mendekati Embun.

Embun tidak menjawab pertanyaan Jonathan, ia masih terdiam dengan tatapan kosong.

Tanpa izin Jonathan meraih handphone yang ada di tangan Embun, ia membaca pesan yang baru saja di baca Embun.

Pesan tersebut membuat Jonathan terkejut. Lalu ia menatap Embun yang sedang menangis tanpa suara. Jonathan segera menelepon Ara melalui handphone Embun.

“Halo Ara, boleh saya tau dimana Sandy dirawat sekarang?” tanya Jonathan ketika Ara sudah mengangkat telepon darinya.

“I-ini s-siapa?” tanya Ara dengan suara bergetar dari balik telepon.

Tidak ingin membuat suasana semakin hancur, Jonathan berbohong ke Ara. “Saya temen Embun, biar saya antar Embun ke sana,” jawab Jonathan berbohong, ia tau kalau ia jujur bahwa dirinya Jonathan maka Ara tidak akan jujur kepada dirinya, mengingat Ara sangat benci terhadap Jonathan.

“A—ara kirim lewat chat,” kata Ara lalu segera mematikan panggilan tersebut.

Jona segera memasukkan handphone Embun ke saku celana yang ia kenakan, lalu dengan segera ia menepuk pelan pundak Embun.

“Aku anter ke rumah sakit mau?” tanya Jonathan.

Embun tersadar dari lamunannya, ia mengangguk lemah sambil menatap Jonathan dengan mata sembapnya.

Jonathan meraih tangan Embun mengarahkannya ke luar Apartemen dengan berhati-hati agar tidak terkena pecahan gelas. Tidak lupa pula ia menggendong Galaxy, dan segera membawa mereka berdua menuju rumah sakit.


Selama di perjalanan tidak ada satupun dari mereka yang bersuara, sesekali Jonathan melirik Embun dan juga Galaxy.

Embun yang tidak berhenti menangis, dan juga Galaxy yang diam kebingungan dengan keadaan.

Setelah perjalanan yang lumayan lama, akhirnya mereka tiba ke rumah sakit. Setelah mengecek handphone, dan membaca pesan dari Ara, Embun segera berlari menuju ruangan dimana Sandy di rawat, diikuti oleh Jonathan yang sedang menggendong Galaxy.

“Ara!” Panggil Embun sedikit berteriak ketika melihat Ara, dan juga Hujan di depan ruangan VIP.

“Kak Embun.”

“Teh Embun.”

Sahut Ara dan Hujan berbarengan. Mereka berdua sedikit terkejut karena melihat Jonathan disana.

“Kak Sandy kenapa Ara?” tanya Embun tergesa-gesa.

“Kak Sandy udah selesai operasi tadi kak, pas perjalanan pulang setelah nganter kak Embun, kak Sandy kecelakaan, lukanya lumayan—” jawab Ara, namun tergantung.

“Lumayan apa Ara?” Embun sedikit membentak Ara.

“P-parah,” lirih Ara dengan tangisan yang kembali pecah.

Kaki Embun melemah, tubuhnya spontan mundur namun berhasil ditahan oleh Jonathan, Jonathan menyerahkan Galaxy ke Hujan, lalu ia memegang erat kedua lengan Embun.

“Embun gapapa, Sandy pasti baik-baik saja,” ucap Jonathan menenangkan Embun.

Namun Embun mengacuhkan ucapan Jonathan, tangisnya kembali pecah, sampai dokter keluar dari ruangan Sandy dan memberi tau bagaimana kondisi Sandy sekarang.

Dokter mengizinkan salah satu anggota keluarga untuk melihat keadaan Sandy, namun hanya untuk beberapa saat.

Embun menggunakan kesempatan tersebut, perlahan ia membuka kenop pintu ruangan Sandy dirawat.

Mata Embun langsung tertuju pada sebuah kasur, dimana Sandy terbaring dengan beberapa alat bantu agar dirinya bisa bertahan hidup.

Embun melihat kepala Sandy yang terbalut dengan perban, begitu juga dengan tubuh dan juga kaki kiri Sandy.

Air mata Embun semakin deras membasahi pipinya. Hatinya terasa sakit melihat keadaan Sandy sekarang.

Perlahan ia mendekat, dan melihat seberapa mengenaskan keadaan Sandy sekarang.

“Seandainya aku nahan kakak untuk gak pulang dulu, padahal kak Sandy udah minta untuk mampir, tapi malah aku suruh pulang,” sesal Embun.

Ia menunduk menyesali perbuatannya tadi.

“Kak,” lirih Embun.

“Bangun kak,” kata Embun memohon agar Sandy membukakan matanya.

Embun menggigit gepalan tangannya, agar suara tangisnya keluar.

“Bangun kak, kalo memang kakak mau miliki Embun seutuhnya, miliki Embun secara nyata kak, jangan di mimpi.”

Tangis Embun semakin pecah, kakinya melemah membuat Embun terjatuh dan berlutut di samping Sandy.

“Maafin Embun, ayo kak bangun, bantu Embun berjuang kak.”

Namun sayang tidak ada jawaban dari Sandy, ruangan tersebut hanya dipenuhi oleh suara Patient monitor yang terhubung dengan tubuh Sandy, dan juga suara tangis Embun.


Di luar ruangan sudah ada Daffa dan juga Cherry yang baru saja tiba.

Namun satu hal yang menarik perhatian mereka, yaitu Ara yang sedari tadi tidak berhenti memberi tajam kepada Jonathan.

“Pulang, semua gara-gara lo!” teriak Ara membuat sorot mata kini tertuju pada dirinya.

“Pulang Jonathan, lo pembawa sial! Gara-gara lo kak Sandy kecelakaan, semua gara-gara lo kenapa lo kembali!”

“Saya gak pernah pergi,” ucap Jonathan.

Emosi Ara semakin meluap, ia bangun dari duduknya, dan hendak menampar Jonathan, namun ditahan oleh Hujan.

“Aunty Ara kenapa teriak sama om ayah Gala?” tanya Galaxy tidak terima, Galaxy memeluk kaki panjang Jonathan.

Ara tersentak kaget begitupun dengan Daffa, Cherry, dan juga Hujan. Mereka terkejut karena mendengar Galaxy memanggil Jonathan dengan panggilan om ayah.

“Puas lo? Puas lo sebentar lagi bisa ngerebut kebahagiaan kak Sandy!” Teriak Ara tepat di depan Jonathan.

“Ara udah Ara,” kata Cherry menenangkan Ara.

“Kenapa sih kak? Kenapa semuanya berpihak ke dia? Kenapa harus kak Sandy yang terus-menerus tersiksa?”

“Saya tidak berniat seperti it—”

“Lo brengsek! Kalo sempet kak Sandy kenapa-kenapa, gue yang akan bunuh lo!”