.

Fito semangat ya!


“Kamu nunggu siapa Fito?” tanya bunda ke Fito yang seperti sedang menunggu seseorang di ruang tamu.

Fito tersenyum. “Ada deh bun,” jawabnya.

Bunda tertawa kecil. “Ya sudah, kalo gitu bunda keluar sebentar ya?”

“Iya bunda hati-hati ya.”


Tok tok

Ran mengetuk pintu rumah Fito, seperti apa yang ia bilang sebelumnya, setelah ayahnya pergi maka Ran akan datang ke rumah Fito.

“Masuk aja Ran,” ucap Fito dari dalam rumah.

Ran melangkahkan kakinya masuk ke ruang tamu rumah Fito.

“Bunda Fito mana?” tanya Ran seraya melihat ke sekitar rumah.

“Keluar sebentar,” jawab Fito.

“Owhhh.”

“Oh iya.” Ucap Ran teringat sesuatu. Ia merogoh saku celana pendek yang ia kenakan.

“Ini,” ucapnya seraya mendekati Fito.

“Apa?”

“Plaster.”

Fito mengerutkan keningnya kebingungan. “Untuk apa?”

“Untuk tangan Fito, Ran udah tulis kemarin di buku, jadi Ran ingat.”

Fito mengangkat tangannya, perasaan tangannya tidak ada luka, untuk apa plaster tersebut.

“Kita sama,” ucap Ran.

Ia menunjukkan lengan sebelah kirinya. Ada beberapa goresan yang membekas di sana. Fito melihat ke lengannya sendiri, benar kata Ran, mereka sama.

“Plaster ini memang enggak bisa menyembuhkan, tapi bisa menutup luka,” ucap Ran lembut.

Fito terdiam, ia berpikir sejenak, sebesar apa masalah yang Ran hadapi selama ini.

“Ran bakalan nunjukin sesuatu, agar Fito enggak sedih lagi!”

Ran telah menyiapkan semuanya, kemarin ketika ia melihat bekas goresan di lengan Fito, dengan segera Ran menuliskan rencananya di buku.

Rencananya adalah membuat Fito tidak merasa sedih lagi. Entah apa yang membuat Ran berpikir seperti itu.

“Nunjukin apa?” tanya Fito penasaran.

Bukannya menjawab, Ran tersenyum jahil, lalu ia mengeluarkan handphonenya dan menghidupkan irama lagu dari handphone miliknya.

“Ran akan membawakan lagu yang berjudul into the new world!” Seru Ran bersemangat.

“Whoooooo ayo tepuk tangan!”

Fito tertawa melihat tingkah random Ran sekarang.

Ran berdiri tegak menunggu saatnya ia bernyanyi.

Ran tersenyum ke arah Fito, lalu ia mulai bernyanyi.

“Jeonhae jugo shipeo seulpeun shigani.” Ran menggerakkan tubuhnya mengikuti irama, layaknya penyanyi beneran.

“Da heuteojin hueya deullijiman.”

Tidak hanya bernyanyi, Ran juga menari sesuai dengan tempo lagu.

Fito tidak berhenti mengembangkan senyumnya, dan pandangan matanya tidak lepas dari Ran.

“Nuneul gamgo neukkyeo bwa umjigineun maeum Neoreul hyanghan nae nunbicheul.”

Fito tertawa karena suara fals Ran, dan juga Ran yang hampir jatuh, namun dirinya masih semangat bernyanyi dan menari.

“Teukbyeolhan gijeogeul gidariji ma Nunapeseon uriye geochin gireun Al su eomneun miraewa byeok bakkuji ana Pogihal su eopseo.” Ran melemparkan senyum lebar ke arah Fito yang tidak berhenti menertawainya.

Fito tertawa bukan karena suara fals Ran, tapi karena ekspresi yang Ran tunjukan saat bernyanyi.

“Byeonchi aneul sarangeuro jikyeojwo Sangcheo ibeun nae maeumkkaji Shiseon sogeseo mareun piryo eopseo Meomchwojyeo beorin I shigan.”

“Ayo semuanya nyanyi!” Sorak Ran bersemangat.

“Saranghae neol I neukkim idaero Geuryeo watdeon haemae ime kkeut I sesang sogeseo banbokdweneun Seulpeum ijen annyeong.”

Rahang Fito sakit karena tidak berhenti tersenyum dan tertawa, ia hanya membantu Ran dengan tepuk tangan.

“Sumaneun al su eomneun gil soge Hwimihan bicheul nan jjochaga Eonjekkajirado hamkke haneun geoya Dashi mannan naye segye.”

Ran baru saja selesai menyanyikan bagian reff dari lagu tersebut. Sekarang ia sedang menari gaya bebas, hingga dirinya hampir terjatuh.


“Huahh capek!” keluh Ran saat dirinya selesai bernyanyi dan juga menari.

Fito mengusap ujung matanya yang berair karena tidak berhenti tertawa.

“Emang kamu tau arti lagunya?” tanya Fito kepada Ran yang kini duduk di depannya.

Ran menggeleng. “Tapi Ran tau maknanya,” jawab Ran.

“Apa?”

“menuju dunia yang baru—” Ran terdiam sejenak.

“Dunia yang lebih baik dan lebih indah,” sambungnya.

Fito dapat melihat mata Ran berkaca-kaca.

“Fito semangat ya!” Seru nya menyemangati Fito.

“Makasih, kamu juga ya?” balas Fito lembut.

Ran tidak menjawab, ia memilih untuk menundukkan kepalanya.

“Kalo Ran gak bisa merasakan kebahagiaan, Ran harus memastikan orang lain bahagia.”