Gelap dan Rumah
“Nak, bangun nak—”
Suara berat seorang pria membuat Valen mengangkat kepalanya perlahan.
Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, sudah cukup lama Valen terkurung di dalam bilik toilet. Tak banyak yang bisa ia lakukan, pada saat yang bersamaan baterai handphonenya habis, membuat Valen tidak bisa menghubungi siapapun untuk membantunya.
“Siapa yang kurung kamu? Kamu dirundung?”
“Terima kasih pak Santo,” ucap Valen ramah kepada Santo satpam penjaga sekolah.
“Besok laporkan ini ke bk, biar saya jadi saksi untung saja saya cek toilet ini, soalnya saya curiga kenapa tiba-tiba ada tulisan rusak di depan pintu.”
Valen hanya merespon dengan senyuman. Lalu Valen dibantu oleh Santo berdiri dan keluar dari toilet gelap itu.
“Sekolah udah lumayan gelap, cuman ada beberapa lampu yang hidup, saya harus cek beberapa ruangan lagi, kamu berani, kan, nak?” tanya Santo yang masih memegang tubuh Valen.
Valen mengangguk tak lupa ia tersenyum tipis ke Santo. “Terima kasih, ya, pak.”
Setelah itu Santo meninggalkan Valen sendirian di sana. Kelas Valen tidak terlalu jauh, karena gelap jadi terlihat jauh di mata Valen.
Valen tertegun, bohong jika ia bilang tidak takut, faktanya salah satu ketakutan terbesar Valen adalah kegelapan.
Perlahan ia melangkah, menepis jauh-jauh rasa takutnya. Setelah sampai di kelas, cepat-cepat Valen mengambil tas nya yang masih ada di sana, lalu ia berlari dengan kencang keluar dari gedung kelas.
Sesampainya di luar gedung, Valen berusaha mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum berjalan kembali menuju parkiran.
“Sial,” umpat Valen setibanya ia di parkiran.
Ia lagi-lagi dibuat kesal, setelah dikurung di dalam toilet, kini ban motornya juga dikempesin, Valen sudah memastikan pasti ini perbuatan Malvin dan kawan-kawannya.
Mau tidak mau Valen harus mendorong motornya itu, motor sport Honda yang akan berat jika didorong sendirian.
“Masa lalu gue jadi apa, ya, gini amat hidup.”
“Ayah! itu kayaknya ka Valen!” Atha memekik dari dalam mobil saat melihat seorang murid laki-laki yang sangat ia kenalin.
“Berhenti dulu, ayah,” pintanya lagi.
Dengan cepat Jovan memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, saat itu juga Atha segera turun dan berlari menghampiri Valen yang tidak jauh di belakang mereka.
“Kak Valen!” panggil Atha sedikit berteriak.
Valen membulatkan matanya saat melihat Atha dan Jovan yang sedang berjalan ke arahnya. Segera Valen memarkirkan motornya, lalu ia melemparkan senyum kepada Atha.
“Udah malem kok masih di luar?” tanya Valen saat Atha sudah berdiri di hadapannya.
Tak terduga gadis itu menangis. “Loh kenapa nangis?” tanya Valen kebingungan seraya mendekatkan tubuhnya ke Atha.
“Kak Valen jahat! Masa ninggalin Atha sendirian tadi, mana kak Valen gak ada kabar,” jawabnya sesegukan.
Valen merasaa lega dengan jawaban Atha, namun mau tak mau ia harus memutar otak untuk menemukan alasan kenapa dirinya menghilang tadi, tidak mungkin ia jujur kalau ia mengalami pannick dan berakhir di kurung di toilet.
“Maaf, ya, tadi aku disuruh sama pak santo— Halo om.” Valen menjeda ucapannya saat Jovan mendekat ke arah mereka.
“Halo,” sahut Jovan ramah. “Kalo mau ngobrol di dalam mobil saja, sekalian saya antar kamu, Vaslin.”
“Valen ayah!”
“Ya, Valen.”
Valen tertawa kecil mendengarnya. “Tidak usah, om, kebetulan Valen bawa motor,” tolaknya ramah.
“Kamu tadi dorong motor, ban motor kamu kempes itu, ayo saya antarkan demi anak saya juga,” sahut Jovan sedikit tegasa.
Valen mau saja menerima tawaran dari Jovan, namun terlalu banyak yang membuatnya takut untuk menerima tawaran itu.
“Saya bawakan motor kamu ke bengkel yang ada di dekat sana,” kata Jovan sambil mengambil alih motor Valen.
“Tapi, om.”
“Atha bawa pacar kamu ke mobil.”
“Oke, ayah.”
Tanpa bisa berbuat apa-apa Valen hanya mengikuti tawaran dari Jovan, namun ia benar-benar tidak enak, walaupun Atha adalah pacarnya, bukan berarti seperti ini.
“Kak Valen udah makan?” tanya Atha ketika keduanya dan Jovan sudah di mobil.
Valen tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari Atha. “Sudah, Atha sudaha makan?”
“Anak saya nolak makan karena kepikiran kamu,” timpal Jovan yang tengah fokus menyetir.
“Ih ayah apaan, sih!”
“Kan bener kata ayah, Atha gak mau makan kalo ayah gak bantu Atha cari kak Vaslin,” kata Jovan meniru kata-kata yang Atha lontarkan padanya sebelumnya.
“Ayah!”
Valen hanya bisa tertawa canggung dan meerasa tidak enak kepada Jovan.
Sepanjang perjalanan hanya ada ocehan Atha yang memenuhi mobil, Valen begitu tenang saat mendengar suara ocehan gadis itu, walaupun sifat Atha yang sesekali menyebalkan namun kehadirannya begitu mewarnai hidup Valen.
“Om, di sini saja,” ucap Valen saat Jovan hendak memasuki komplek rumah Valen.
“Loh kenapa, kak?” tanya Atha kebingungan
“Nggak apa-apa, biasanya tamu wajib lapor, jadi susah udah malam, jadi om sama Atha langsung pulang,” jawabnya berbohong.
Valen tau kepulangannya sudah ditunggu Jayden di rumah, bisa menjadi masalah kalau Jayden mengetahui dirinya diantar oleh pacar dan ayah dari sang pacar.
“Yasudah kalau begitu.”
“Beneran nggap apa-apa, kak?”
“Iya beneran, om sekali lagi terima kasih, ya, tumpangannya, maaf saya membuat anak om menunda makan. Atha, pulang langsung makan, ya? Kalau ada pr langsung kerjakan.”
Atha megangguk mantap. “Baik, kak!”
Lalu Valen segera keluar dari mobil Jovan berbarengan dengan Atha yang akan pindah ke kursi penumpang depan. Valen menunggu sejenak, setelah mobil Jovan pergi baru ia masuk ke komplek rumahnya.
“Mati pun, Valen siap, pa.”