happiness

Aku memandang betapa indahnya Seoul seorang diri. Di tanganku ada sebuah gembok, aku ingin memasangkannya di Namsan tower ini.

Namun aku seperti sedang menunggu seseorang, padahal tidak ada siapa-siapa yang kenal aku di Korea.

Aku memejamkan mata, menghirup udara segar di Seoul.

“Akhirnya ketemu.” Suara berat tiba-tiba saja masuk ke gendang telinga ku.

Apa orang tersebut sedang berbicara dengan ku? Soalnya dia berbicara dengan bahasa Indonesia.

“Karina,” panggil orang itu.

Dengan segera aku membalikkan tubuh, dan betapa terkejutnya aku ketika melihat orang yang ada di depanku kini.

“E-eden?”

Benar, orang yang memanggil ku tadi adalah Candra atau Adicandra Eden, sahabat kecil yang menghilang sejak 10 tahun yang lalu.

Eden mendekat ke arahku, namun aku malah mundur karena takut.

“Aku bukan hantu,” ucapnya.

Aku tertawa tipis mendengar hal tersebut, ia semakin mendekat dan menggenggam tangan ku.

“Kalo dilihat sama fans kamu gimana?” Tanya ku panik.

Bukannya menjawab ia malah tersenyum. “Ya gapapa, jadi aku gak susah klarifikasi lagi,” jawabnya dengan mudah.

Mendengar jawaban dari Eden, aku semakin percaya bahwa Eden yang lembut lebih berbahaya daripada Eden kecil yang cuek.

“Kamu bawa gemboknya?”

Aku tersentak kaget. “Bawa,” jawab ku.

Dia mengangguk, lalu menarik tangan ku menuju tempat dimana biasanya para pasangan memasang gembok tersebut.

“Kayaknya aku harus lebih sering nunggu bintang jatuh,” ujar dia membuat aku bingung.

Bentar? Jangan bilang pada saat bintang jatuh 10 tahun yang lalu, Eden memohon harapan yang sama?

“Tsundare,” sindir ku.

Eden tertawa, ia meraih tangan ku dan memasangkan gembok itu secara bersamaan.

“Memories, Moment, Happiness 5.293 kilometer,” kata dia setelah kita memasang gembok.

“Maksud kamu?” Tanyaku seraya menatap matanya.

Dia menghela nafas, lalu memegang kedua bahu ku, kini kita saling menatap satu sama lain.

“Memori masa kecil kita, dan juga moment masa kecil kita, begitu juga dengan kebahagiaan masa kecil kita yang sempat hilang beberapa tahun, kini kembali memecahkan 5.293 kilometer,” jawabnya dengan senyuman lembut yang berhasil membuat ku tersipu malu.

Eden menarik tubuhku ke pelukannya, membuat aku tersentak kaget.

“Terima kasih sudah bertahan.”

Aku mengangguk dan memeluk Eden. “Terima kasih karena telah kembali.”

Aku mendongakkan kepala menatap Eden. Kita bertatapan sangat lama, sebelum Eden mendaratkan bibirnya tepat di bibirku.