Happiness

Gedung hotel yang berada di dekat menara Eiffel, sebuah menara besi yang menjadi ikon global Prancis. Kini gedung itu tengah di penuhi oleh para tamu undangan acara pertunangan, penerus keluarga Patra dengan anak wanita satu-satunya dari keluarga Winata.

Tentu saja acara tersebut dibuat sangat mewah, tidak sedikit para tamu undangan yang datang. Para tamu itu datang dari penjuru dunia.

Nabil yang sudah siap, kini ia sedang berada di salah satu kamar hotel tersebut. Tak henti-hentinya Nabil mengetuk-ngetuk jari-jarinya di meja, lelaki itu merasakan gugup yang sangat luar biasa.

“Santai aja, Bil, kayak mau di sunat, lo,” celetuk Joan yang sudah bosan mendengar suara ketukan yang dibuat oleh Nabil.

Nabil dibuat semakin gugup, berbeda dengan Dika yang menertawai kegugupan Nabil.

Sudah sedari kemarin Joan, Dika dan juga Yuki menemani Nabil sampai hari ini.

Joan hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Nabil.

Brakk

“Gawat!” Yuki membuka pintu kamar tersebut dengan sangat keras.

“Apaan dah,” kata Dika merasa keheranan dengan Yuki.

“Buat kaget aja lo, Yuk,” timbal Joan seraya mengelus-elus dadanya.

“Anjir lo pada harus tau, si cabe buat rusuh!”

“Hah?” Seru Nabil, Joan dan Dika secara bersamaan.

“Halah lama, ayo cepetan ikut gue!”

Tanpa menunggu lagi ketiganya mengikuti langkah Yuki. Mereka memasuki ballroom dimana acara pertunangan akan diadakan sebentar lagi.

“Mana si jalang yang merebut Nabil dari gue!”

Nabil menatap ketiga sahabatnya secara bergantian, ia seperti mengenal suara teriakan itu.

Nabil melangkahkan kakinya melewati beberapa tamu yang sudah hadir, sudah ada Lucy, Aheng dan juga Kinan di sana yang sedari tadi menyaksikan hal tersebut.

Menyaksikan Nadia, tamu tak diundang yang tiba-tiba saja mengacau di sana.

“Nadia!” Teriakan Nabil menggema membuat Nadia terdiam.

“Ngapain lo disini?” tanya Nabil penuh amarah.

Melihat kehadiran Nabil, Nadia segera mendekat dan memeluk lengan Nabil, tentu saja dengan cepat Nabil menghindar.

“Apa sih, Nad.”

“Aku udah putus sama Alaska, aku gak mau kehilangan kamu, papa kamu butuh uang? Papa aku ada uangnya, ayo balik.” Nadia menggenggam tangan Nabil seraya memohon di depan Nabil, dan juga di depan para tamu di sana.

Suara bisikan dari para tamu membuat Nabil merasa takut.

“Udah lama dia di sana?” tanya Joan ke Lucy yang sedari tadi sudah berada di ballroom.

Lucy mengangguk, tanpa menoleh ia menjawab, “Dari tadi sih, dia sampe bawa-bawa pisau supaya gak ada penjaga yang datang.”

“Gila.”

Tak tak tak

Suara langkah yang membuat seluruh orang yang ada di sana menoleh.

Seorang wanita dan juga pria yang ada di belakangnya melangkah dengan sangat elegan ke arah tengah ballroom, dimana Nadia dan juga Nabil berada.

Keduanya berdiri tepat di depan tamu, tepatnya di depan Lucy, Joan, Yuki, Kinan, Dika dan Aheng.

Keenam anak muda itu terdiam mematung saat melihat siapa yang baru saja berhenti di hadapan mereka.

“Luna!” Pekik mereka secara bersamaan.

Wanita itu adalah Luna, dan pria yang ada dibelakangnya adalah Théo.

Luna tersenyum simpul, ia menoleh sekilas menatap ketiga sahabatnya dan juga ketiga teman Nabil di sana.

Lalu Luna kembali melangkahkan kakinya kembali mendekat ke arah Nabil dan Nadia yang tak kalah terkejutnya.

Look siapa di sini,” sarkas Luna seraya melipatkan kedua tangannya di depan dada.

Luna membalikkan badannya menatap Théo. “Lo gak lihat ada pengacau acara gue? Cepet panggil penjaga!”

“Sialan bener gue punya adek.”

Luna tertawa pelan, lalu ia kembali fokus ke Nabil dan Nadia.

“Lo L-luna?” tanya Nadia terbata-bata.

Luna melangkah dan berdiri di samping Nabil yang masih diam menatap Luna dengan tatapan tidak percaya.

Luna menjulurkan tangannya. “Kenalin Laluna Grey Poetry Winata, anak perempuan satu-satunya di keluarga Winata—” Luna merangkul tangan kiri Nabil, dan tidak lupa ia tersenyum ke arah Nabil. “Dan juga calon tunangan Nabil Zayydeyn Patra,” ujar Luna memperkenalkan diri.

“G-gak mungkin—” Nadia masih tidak percaya dengan kehadiran Luna, dan juga kebenaran bahwa Luna lah yang akan bertunangan dengan Nabil.

“Lo—”

“Eitss.”

Nadia hendak mendekat ke Luna, namun ia segera dihadang oleh Théo, yang baru saja kembali dengan beberapa penjaga.

“Take her out!” Perintah Théo kepada penjaga yang ada dibelakang Nadia.

Penjaga itu dengan sigap menarik tubuh Nadia.

“Lepasin!”

“Sialan lo semua.”

“Awas aja lo Luna.”

“Nabil gue sayang sama lo!”

Nadia terus meronta-ronta, dan berteriak, bahkan saat ia sudah berada di luar ballroom.

Setelah merasa semuanya aman, Luna melepas rangkulan tangannya.

“Hai,” sapa Luna ke Nabil yang masih terdiam.

“Calon tunangan lo bisu?” Théo berbisik ke Luna.

“Awww ya ya maaf—” Théo mengaduh akibat cubitan dari Luna.

“Kenalin bro Théophile Grey Poetra Winata,” ucap Théo memperkenalkan diri. “Yang bakalan jadi abang ipar lo nanti.”

“A-abang?”

Luna mengangguk. “Iya dia bukan tunangan gue,” jawab Luna seraya menggaruk tengkuknya.

Nabil menghela nafas kasar, ia menarik tangan Luna dengan kasar, membawa tubuh Luna ke pelukannya.

“Kenapa gak bilang sih, Lun.”

Luna terkekeh, ia merasa sesak karena Nabil memeluknya dengan sangat erat.

“Sorry ya bro, adek gue memang jual mahal, padahal mudah pun gak laku,” ujar seraya menepuk pundak Nabil.

Nabil melepas pelukannya. “Hahaha, iya bang.”

“Woiiii!” Teriak Kinan dengan sangat keras.

“Lo kok gak jujur sih sama kita? Arggh gue bingung ini ada apa sih?” tanya Kinan setelah berada di samping Luna.

“Lo semua gak nanya.”

“Ya mana kepikiran Luna!” sahut Kinan, Lucy, Aheng secara bersamaan.

Nabil menggelengkan kepalanya, kini gugupnya seketika menghilang.

“Masih mau kabur?” tanya Joan berbisik ke Nabil.

“Gak mau lah anjir!”