.

Hari pertama Embun menjalankan aktivitas nya kembali, namun Embun merasa aneh semua pasang mata terus menerus menatapnya.

Di perjalanan sampai kini ia sudah berada di depan Cafe harapan dimana ia akan bekerja.

“It's okay Embun, semoga yang terbaik buat mereka dan kamu,” Monolog Embun seraya melangkahkan kakinya masuk ke dalam Cafe harapan.

“Selamat pagi, selamat datang ke cafe harapan,” Sapa pelayan yang sedang bekerja di sana.

“Selamat pagi mbak, saya Embun mau bertemu dengan pak Sandy nya ada?” Jawab Embun.

Pelayan tersebut seakan-akan sudah tau semuanya, ia tersenyum ke arah Embun.

“Kak Sandy ada di ruangannya, ayo aku anterin,” Tawarnya dengan ramah.

“Terima kasih.”


Tok tok tok

Pelayan yang tadi mengantarkan Embun mengetuk pintu ruangan Sandy.

“Permisi kak, ini kak Embun nya udah datang,” Ucap Pelayan tersebut setelah membuka pintu ruangan Sandy.

Sandy yang tadi tengah sibuk dengan berkas-berkas yang ada di depannya kini menatap ke arah pintu.

“Oh silahkan masuk Embun,” ucapnya mempersilahkan.

“Terima kasih.” Embun tersenyum dan sedikit menunduk berterimakasih kepada pelayan yang telah mengantarkan nya.

“Silahkan duduk Embun.”

Embun dengan segera duduk di bangku yang ada di depan Sandy.

“Ini baju kerjanya, hari ini kamu kerja jadi pelayan dulu ya, bantu bersih-bersih. Kalo untuk jadi Barista mungkin perlahan akan saya ajarin,” Ucap Sandy seraya menyerahkan sepasang baju yang memang sudah menjadi identitas para pekerja di cafenya.

Embun mengangguk dengan semangat. “Saya berterima kasih banyak, saya akan balas kebaikan bapak,” Jawab Embun.

“Panggil Sandy aja, kalo emang kurang enak boleh panggil kak,” tegur Sandy merasa tidak enak jika di panggil dengan sebutan bapak.

Embun mengangguk. “Baik kak saya akan bekerja dengan keras.”

“Santai aja Embun, saya tidak akan memaksa kamu, dan jangan terlalu memaksakan diri.”


Embun dengan baik melaksanakan pekerjaannya, dan juga ia dengan mudah bersosialisasi dengan pekerja yang ada di sana. Walaupun ada beberapa yang tidak mau berteman dengan dirinya.

“Lihat dah, itu si Embun itu kan.”

“Kok kak Sandy mau sih Nerima dia.”

“Palingan juga gak di bayar, atau si Embun maksa haha.”

“Atau jangan-jangan mereka udah tidur bareng?”

Pelayan yang tadi menyambut Embun mendengarkan semua gosip pekerja yang sedang bergosip ria di dapur.

“Ekhem,” dehem pelayan tersebut.

“Kalian di sini kerja atau mau ngegosip? Kak Sandy gak bayar kalian buat gosip!” Ketus pelayan tersebut.

Dengan cepat pekerja yang tadinya sedang bergosip kini kembali ke tempatnya masing-masing.

Prangg

Semua pasang mata tertuju ke arah Embun yang tidak sengaja menjatuhkan gelas yang tadinya mau ia bawa ke dapur.

“Embun kamu gpp?” Tanya Sandy yang kebetulan ada di sana.

“Gpp kak, maaf ini jadi berantakan maaf kak,” Jawab Embun panik.

Sandy mencegah Embun yang sedang membersihkan pecahan kaca yang tadi jatuh.

“Badan kamu panas, kita ke rumah sakit ya?” Tawar Sandy seraya memegang tangan Embun.

Dengan cepat Embun menepis tangan Sandy, karena tidak enak di lihat oleh yang lain.

Embun berusaha berdiri namun tidak tau kenapa tiba-tiba kepalanya oyong, hampir saja dirinya jatuh jika tidak di tahan oleh Sandy.

“Ara, tolong bantu beresin ini semua, saya mau antar Embun ke rumah sakit,” Suruh Sandy ke pelayan yang tadi menyapa Embun, pelayan tersebut bernama Ara.

“Baik kak!” Sahut Ara, lalu dengan segera membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai.

Sandy memapah Embun ke luar hendak membawanya ke rumah sakit.

“Kak gpp, aku bisa sendiri, aku minum obat aja,” Tolak Embun namun tidak di dengarkan oleh Sandy.


“Anda suami dari ibu Embun?” Tanya Dokter yang baru saja duduk di depan Sandy setelah memeriksa Embun.

Embun yang juga sudah selesai di periksa, kini duduk di sebelah Sandy.

“Buk-”

“Iya dok,” Jawab Sandy.

Embun sedikit terkejut.

“Selamat ya pak, istri anda hamil, usia kandungannya sudah 3 Minggu,” Ucap sang dokter.

Sandy dan Embun sangat terkejut, terlebih Embun ia tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengan.

Gak mungkin kan? Pasti dokternya bohong.

“Tapi dok, 1 Minggu yang lalu saya test dan hasilnya negatif, saya juga gak muntah-muntah,” Bantah Embun.

Dokter itu tersenyum. “Itu hal yang wajar, kalo boleh tau ibu test dengan berapa test pack?” Tanyanya.

“Satu dok,” Jawab Embun.

“Kekeliruan pada test pack itu hal yang wajar, apalagi ibu hanya test satu kali.”

Embun masih tidak percaya. Namun ia baru teringat suatu hal, seharusnya ia sudah melawati masa halangan nya sekarang.

“Oh ya pak, karena usia kandungan ibunya yang masih muda dan juga usia sang ibu yang masih sangat muda ini sangat rentan, jadi mohon di jaga baik-baik. Kalo bisa jangan di suruh kerja yang berat-berat terlebih dahulu, terlebih lagi di tempat-tempat yang bisa mengakibatkan kepeleset hingga terjatuh,” pesan sang dokter ke Sandy.

“Baik dok terima kasih banyak.”

Embun masih dalam pikirannya yang campur aduk, dia senang sekaligus bingung.