.

“Harus nunggu lagi ya kak?” Tanya Embun ke Sandy.

Kini mereka sedang berjalan menyusui mall.

Hari ini due date, namun belum ada tanda-tanda pembukaan. Jadinya Embun menggunakan kesempatan ini untuk menuruti kemauannya kemarin.

Sandy menggenggam tangan Embun dengan lembut. “Bayinya masih mau lama-lama di perut kamu, tunggu bentar lagi ya?”

Embun mengangguk, lalu tersenyum. “Tapi jangan lama-lama ya nak, sakit,” ucap Embun berbicara dengan perutnya.

Sandy tertawa mendengar hal tersebut.

“Kak, cari tempat duduk dulu ya? Sakit,” lirih Embun karena merasakan kontraksinya datang lagi.

Sandy mengangguk, ia membawa Embun ke tempat duduk yang tidak jauh dari mereka.

Lagi dan lagi Sandy tidak lupa mengeluarkan handphonenya untuk membuka aplikasi penghitung waktu kontraksi. Ia pasrah ketika Embun mencengkram tangannya dengan kuat.

“Hufft, sakit banget kak,” ringis Embun kesakitan.

Sandy mengusap tangan Embun yang sedang mencengkram kuat tangannya, menggunakan tangan satunya lagi.

“Nikmat, bentar lagi. Sabar ya,” ucap Sandy dengan lembut.

Embun mengangguk, dengan sekuat tenaga ia menahan sakitnya kontraksi. Sakitnya luar biasa, namun ia harus bisa menahannya.

Embun melonggarkan cengkraman tangannya. “Hufft udah kak,” ucap Embun ketika kontraksinya telah selesai.

Sandy mengangguk. “Good job,” puji Sandy seraya mengacak-acak rambut Embun.

“Terima kasih kak.”

“Lanjut nih? Makan dimsum?”

Embun mengangguk dengan semangat. “Iyadong!! Leggo!” Seru Embun dengan semangat yang luar biasa.