#. 54

“Lun, apapun yang bakalan lo lakuin, kita dukung lo.” Mata Lucy menatap Luna yang sedang menunduk. “Ayo dong Lun, Luna yang gue kenal tuh bukan begini.”

Luna menghela nafas. Untuk yang kesekian kalinya, ia merasa tidak semangat.

“Ayo dong Lun, kita ada di sini buat lo.” Kinan yang ada di sebelah Lucy, ikut menyemangati Luna.

Mata Luna bergerak menatap sahabatnya satu persatu.

“Tapi, gue, gak yakin,” lirih Luna.

Aheng yang tadi hanya diam, kini dirinya mendengus kesal. “Lo, mau sampe kapan begini? Tadi lo yang minta bantuan kita, kok malah lo yang gak percaya diri sekarang?” suara Aheng sedikit meninggi.

Lucy dan Kinan menganga kaget, Aheng bukanlah tipe yang bisa diajak serius seperti ini.

Mata Luna terfokus menatap mata Aheng, mata yang biasanya sangat ramah, namun kini mata itu sama sekali tidak bersahabat.

“Bahkan sekarang gue gak bisa kuliah lagi.” Untuk yang kesekian kali Luna mengeluh.

Kinan tertawa kecil menarik perhatian ketiga sahabatnya.

“Untuk apa gunanya Aheng di circle kita?” mata Kinan menatap Luna dan Lucy secara bergantian.

“Untuk dijadikan babu!” seru Kinan dan juga Lucy bersamaan.

“Iyyuw, gak sudi eike,” sahut Aheng mengondek.

Mereka saling melemparkan tatapan, sebelum tertawa pecah.

Setelah puas tertawa, Kinan beranjak memeluk Luna dari samping, disusul oleh Lucy.

“Jangan sedih ya, kita ada disini.” Ucapan dari Kinan, membuat Luna kembali percaya diri.

Ia semakin yakin untuk melawan, apapun nanti hasilnya, dia harus melawan dan menuntut keadilan.

“Makasih guys.”