.
Jangan sakitin Ayah Ran!
“Hari ini mpls nya cuman perkenalan organisasi, terus nangis-nangis.” Ran bermonolog sepanjang perjalanan ke rumah.
Tiba-tiba Ran menghentikan langkahnya. “Tadi mpls nya ngapain ya?” tanya Ran keheranan.
“Ahh nanti aja deh, Ran pusing mau nonton vlive San,” jawabnya.
Ran terus berjalan menuju rumahnya, sambil bernyanyi kecil agar tidak merasa bosan.
Tidak terasa Ran akhirnya sampai di depan rumah, namun ada yang aneh ia melihat banyak motor dan juga satu mobil pick up di depan rumahnya.
Samar-samar Ran mendengar suara teriakan dari dalam rumahnya, dengan cepat Ran berlari ke arah suara.
“Jangan, akan saya bayar secepatnya.” Suara Johnny memohon kepada seseorang.
Ran bergetar ketakutan, ia memilih untuk bersembunyi di samping rumah dan mendengarkan semuanya.
“Sudah berbulan-bulan! Setiap kali kita tagih lo bilang bayar, bayar. Nyatanya mana bajingan!”
Ran menutup mulutnya dengan tangan, ia mendengar seseorang berteriak kepada ayahnya.
“Saya belum ada duit, tapi saya mohon beri saya sedikit waktu lagi.”
“Ayah kenapa?” batin Ran.
Ia kebingungan, mengapa ayahnya memohon seperti itu kepada orang asing.
“Halah! Banyak bacot lo.”
Brakk
Ran tersentak kaget, ia segera berlari dan melihat ayahnya terjatuh di dekat meja yang ada di ruang rumah.
“Jangan sakitin ayah Ran!” Ran berteriak lalu berlari menghampiri Johnny.
Ternyata bukan satu orang di dalam rumah Ran, melainkan ada enam orang berbadan besar dan bertato.
“Ayah, gak apa-apa?” Ran duduk dan membantu Johnny untuk bangun.
“Motor lo, gue bawa jadi hutang lo lunas!”
Pria berbadan besar itu merebut paksa kunci motor yang ada di genggaman Johnny.
“Jangan, saya janji akan membayarnya.”
Kunci motor Johnny berhasil dirampas oleh pria tersebut. Dengan cepat Johnny ingin merebutnya kembali, namun sayangnya tubuh Johnny ditarik oleh dua pria berbadan besar lainnya, membuat Johnny lagi-lagi terjatuh tepat di samping Ran.
“Ayah, jangan ayah, nanti ayah kenap—” Ran berusaha menahan Johnny agar tidak merebut kunci motor itu kembali, namun ucapannya terpotong.
Plak
Johnny menampar pipi kiri Ran dengan sangat keras, membuat hidung Ran mengeluarkan darah.
“Diam kamu!” pekik Johnny ke Ran.
Ran terdiam, pipinya terasa sangat panas. Ran kebingungan, kenapa Johnny menampar dirinya, padahal Ran hanya ingin melindungi sang ayah, tidak lebih.
Ran membiarkan Johnny terus berusaha merebut kembali kunci motornya dari pria tersebut.
“Lo dibilangin ngelunjak ya!”
Bugh
Satu tonjokan berhasil melayang di pipi Johnny. Johnny terus menerus di hajar oleh pria berbadan besar yang mengambil kunci motornya.
Tidak ingin melihat ayahnya babak belur, Ran segera berlari menghampiri mereka.
“Stop!” teriak Ran. “Jangan sakitin ayah Ran!”
Pria tersebut melepas cengkramannya, lalu menjatuhkan tubuh Johnny yang lemah.
“Urusan kita selesai, lain kali jangan ngutang kalo gak mampu,” finishnya lalu beranjak dari sana dengan membawa motor milik Johnny.
“A-ayah gak apa-apa?” tanya Ran seraya memegang tangan Johnny.
Dengan cepat Johnny menepis tangan Ran. Johnny berdiri lalu ia meninggalkan Ran sendirian di teras rumah.
“Pipi ayah luka, ayah pasti sakit,” lirih Ran pelan. Ia merasa kasihan kepada ayahnya tanpa memperdulikan hidungnya yang terus mengeluarkan darah.