#.

Fito lindungi Ran terus ya.


Ran melangkahkan kakinya pulang ke rumah, selama perjalanan ia menunduk. Walaupun matahari tidak terik, karena jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Ran pulang lebih awal, karena jadwal ujian sudah selesai. Ran khawatir akan hasilnya.

Ran belajar, walaupun dirinya tidak mengingat apapun, kondisi Ran perlahan memburuk, namun dokter akan membantu Ran sembuh jika dirinya mau ikut terapi, walaupun short term tidak ada obat untuk menyembuhkannya, namun beberapa perawatan medis dapat meredakan gejalanya.

Namun pada saat Ran dibawa Aurel ke rumah sakit, lagi-lagi Ran menolak, Ran yakin akan sembuh jika dirinya menjaga pola makan dan tidur, dan juga makan makanan sehat.

Karena dari itu dokter menyusulkan beberapa hal yang harus dilakukan oleh Ran, untuk membantu daya ingatnya.

“Ran tadi ujian apa, Ran gak tau, Ran lupa,” lirihnya pelan.

Memang Ran tidak dapat mengingat apapun, namun pada saat ujian, ia akan menjawab dengan logikanya.


Disisi lain, Fito sedang menunggu kepulangan Ran, di depan rumahnya.

Kegiatan ini dilakukan oleh Fito setiap harinya, ia akan menjadi orang pertama yang melihat wajah masam Ran saat pulang sekolah.

Sorot mata Fito terfokus pada seseorang, siapa lagi kalau bukan Ran. Benar dugaannya, lagi-lagi Ran berjalan menunduk dengan muka masamnya.

“Gimana Ran?” tanya Fito ketika Ran sudah berada di depannya.

“Lega?”

Ran menggeleng kuat, ia berdiri tepat di hadapan Fito.

“Ran takut,” jawab Ran pelan.

“Kenapa takut?”

“Ran takut jadi yang terbodoh di kelas.”

Fito memberi senyum setulus mungkin kepada Ran, Fito tau ini bukan kesalahan Ran seratus persen.

Air mata Ran terjatuh, ia sangat ingin berteriak dan menyerah saat ini juga.

Ran memejamkan matanya, membuat bulir air matanya terjatuh untuk kesekian kalinya.

“Ran bisa jadi dokter gak ya Fito?” tanya Ran tidak bersemangat.

“Pasti, pasti kamu bisa,” jawab Fito dengan sangat antusias.

“Tapi Ran bodoh,” balasnya lagi.

“Aku yang akan ajarin kamu, sampai kamu pintar.” Fito berusaha agar Ran kembali bersemangat.

“Kalo Ran dipukul lagi sama ayah?”

“Ran lari.”

“Kalo ayah semakin marah sama Ran?”

“Sembunyi di belakang aku.”

Ran mengangkat kepalanya, dan menatap mata Fito.

“Fito lindungi Ran terus ya?”

“Pasti.”

Kedua sahabat itu saling tersenyum satu sama lain. Dua remaja yang menyimpan lukanya masing-masing, kini sedang berusaha untuk bangkit dan menyembuhkan lukanya satu sama lain.