Kebenaran

“Lo harus dengerin gue.” Theo terus memaksa Sandy yang kini ada di hadapannya.

Setelah dirinya mendapatkan chat dari Sandy, Theo tak henti-hentinya mendatangi cafe Sandy yang selama Sandy tidak ada di urus oleh Cherry dan juga Daffa.

Awalnya Cherry tidak percaya dengan ocehan Theo bahwa Sandy masih hidup, namun setelah mendapatkan penjelasan dari Ara akhirnya Cherry percaya.

Dan Ara lah yang memaksa agar Sandy bertemu dengan Theo, agar semua masalahnya selesai.

Sandy mengangguk. “Jelasin,” titahnya tegas.

Theo bernafas lega ketika Sandy memberikan kesempatan kepada dirinya.

“Jadi gini, gue gak tau kenapa tiba-tiba Yudhis tau alamat gue di Paris, gue sama Bella di Paris, dan kemungkinan besar Yudhis tau alamat gue dari Bella,” kata Theo mulai menjelaskan semuanya.

“Tiba-tiba Yudhis ngajak, tapi lebih tepatnya nyuruh gue buat ngebunuh lo, dengan ancaman ada dua—” Theo menggantung ucapannya.

“Apa?” tanya Sandy penasaran.

“Bella di ambil lagi sama Jonathan, dan gue akan dipenjarakan lagi,” sambungnya.

“Gue capek hidup di penjara, di fitnah terus-menerus. Dan gue ngerasa Bella jauh lebih bahagia sama gue ketimbang sama Jonathan, jadi itu alasan gue terima—”

“Dengan nyawa gue sebagai taruhan?”

Kini suasana kembali memanas.

“Gue mau, tapi dengan syarat Yudhis menjelaskan semua apa yang harus gue lakukan, di cafe lo.”

Theo diam sejenak, ia berharap ada tanggapan dari Sandy, namun tidak ada.

“Awalnya Yudhis nolak, karena dia tau pasti lo akan terus ada di cafe, dan sampai di hari itu tiba-tiba dia ngajak gue ketemuan di cafe lo, dan ya gue udah di Indonesia jauh sebelum hari itu.”

Sandy mengangguk, ia terus mendengarkan semua penjelasan Theo, namun tidak menatap ke arah Theo sama sekali.

“Dan gue baru tau kalo lo gak ada di sana, ternyata Yudhis udah tau lo bakalan pergi dan itu jadi kesempatan besar bagi gue kata Yudhis, gue sempet mau nolak lagi, tapi tiba-tiba lo dateng. Gue berharap lo duduk di sebelah kita, dan nanyain apa maksud kita, dan lo nanya kenapa kita bisa kenal,” ucap Theo lagi.

“Namun sama sekali enggak. Gue udah gak tau harus gimana.”

“Then, lo berhasil.”

“Gue minta maaf,” lirih Theo dengan suara kecil. Ia sangat merasa bersalah kepada Sandy.

“Gue siap di penjara sekarang,” ucapnya.

Sandy tersenyum menatap Theo, ia menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Karena lo, gue sedikit ikhlas Embun pergi, setidaknya dia bisa bahagia tanpa mikirin gue di saat terakhirnya.”

“Well, thank you bro,” ucap Sandy seraya bangkit dari duduknya.

Sandy melangkahkan kakinya, dan berhenti tepat di samping Theo.

“Hidup bahagia sama orang yang lo cinta, sebelum lo kehilangan dia untuk selamanya. Dan—” Sandy menggantung ucapannya.

“Dan lo hidup sendiri dalam penyesalan.”