.

“Kenapa bisa sakit sih!” Gerutu Embun.

Sandy benar-benar pingsan, kini ia berada di sofa ruang tengah apartemen Embun.

Embun sedang bersiap-siap menggunakan masker dan juga sarung tangan, ia tidak mau tertular demam dari Sandy, kalo sampe dia tertular maka Galaxy juga pasti akan tertular.

“Kak bangun kak,” ucap Embun seraya menggoyangkan tubuh Sandy.

Di kamar suara tangisan Galaxy terdengar semakin keras, tidak biasanya Galaxy menangis sekencang itu.

“Abang bentar ya, jangan nangis sayang,” teriak Embun dari luar.

Namun karena khawatir Embun segera menuju ke kamar dan benar saja Galaxy lebih histeris daripada sebelum-sebelumnya.

Embun segera menggendong bayi kecilnya itu. “Kenapa sayang sssssttt, bobo yaa anak ganteng jangan nangis.” Embun menenangkan Galaxy seraya menimang-nimang tubuh Galaxy.

Ajaibnya bayi itu terdiam setelah satu jam dalam gendongan Embun, untung saja jadi Embun bisa mengurus Sandy sekarang.

Embun menidurkan Galaxy di baby box barunya, hadiah dari Ruby.

“Abang tidur ya, bunda kasih obat om papa dulu oke? Jangan nangis nanti bunda gemes sama Abang,” monolog Embun seraya tersenyum melihat Galaxy yang sudah tertidur pulas.

Embun kembali ke ruang tengah, ia mendapati Sandy yang sudah sadar dan duduk bersandar di sofa.

“Siapa suruh nunggu di luar? Udah tau dingin,” sindir Embun lalu ia melangkahkan kakinya menuju dapur.

Sandy terkekeh, ia merasa pusing namun pandangannya tidak teralihkan dari Embun.

Embun memanaskan bubur yang sudah ia masak tadi, setelah itu ia membawakannya untuk Sandy. Jangan lupa bahwa Embun masih menggunakan masker dan juga sarung tangan.

“Aku cuman pingsan karena kedinginan, bukan kena virus mematikan,” sindir Sandy dengan suara parau.

Embun tidak menghiraukan sindiran Sandy ia meletakkan bubur tersebut di atas meja dan duduk di sofa namun jauh dari Sandy.

“Makan,” Suruh Embun.

“Suapin.”

“Gak mau ya, nanti kalo nular ke Embun gimana? Kakak itu demam!” Tolak Embun dengan tegas.

Sandy mengangguk lalu ia meraih mangkuk bubur tersebut. Ia menyuapkan sesendok bubur itu mulutnya.

“Enak,” ucapnya.

“Gak usah banyak omong kak, makan aja!”

Sandy terdiam menciut, ia kembali memakan bubur yang disediakan oleh Embun.

Setelah selesai, tidak ada obrolan di antara mereka.

“Ekhem.” Sandy berdehem agar menarik perhatian Embun, namun salah Embun tidak tertarik sama sekali.

“Maaf,” ucap Sandy.

Embun menghela nafas. “Yang lalu biar berlalu kak, udah larut, kakak tidur di sofa ya? Penghangat ruangan udah Embun hidupin ada selimut juga. Embun mau tidur, dari tadi Galaxy rewel,” balas Embun lalu hendak beranjak dari sana.

“Masih marah?” Tanya Sandy berhasil membuat Embun terdiam di tempat.

Embun membalikan badannya dan tersenyum ke arah Sandy.

“Sama sekali enggak, Embun gak mau egois, sekarang Embun fokus ke Galaxy aja kak, Embun gak akan cemburu atau marah kalo kakak deket sama cewek lain, itu hak kakak,” jawab Embun dengan tenang. “Selamat malam kak, tidur nyenyak semoga besok udah sehat ya,” sambungnya lalu segera masuk ke kamar dan tidak lupa untuk mengunci pintu.

Sandy menunduk, ia senyum-senyum sendiri.

“Cemburu? Berarti Embun cemburu?”

Di kamar Embun merasa lega, setidaknya ia harus memperbaiki hubungannya dengan Sandy, dan melupakan tentang perasaan. Dirinya harus fokus ke Galaxy dan juga ke dirinya sendiri.


“Jo makan.” Sedari tadi Bella memohon agar Jonathan makan, namun diabaikan oleh Jonathan.

Sekarang Jonathan terbaring di rumah sakit, setelah ditemukan pingsan di ruangan kerjanya.

“Pulang Bella,” suruh Jonathan yang akhirnya berbicara.

Bella menggelengkan kepalanya.

“Aku masak sendiri loh buburnya, kamu makan ya? Aku suapin.”

Karena capek mendengar ocehan Bella, akhirnya Jonathan memakan satu suap bubur dari sendok yang ada di tangan Bella.

Jonathan merasakan hal yang aneh, ia segera meraih tisu dan memuntahkan bubur yang ada di mulutnya.

“Kamu mau bunuh saya? rasanya asin bukan main Bella!” Protes Jonathan dengan ekspresi jijik.

Bella tersentak kaget, ia menyendok bubur tersebut ke mulutnya, dan benar saja rasanya sangat asin.

Jonathan memencet bel yang ada di sebelahnya. “Kamu pulang, saya mau istirahat.”

Bella menggeleng. “Gak! Aku gak mau, aku mau jaga kamu, aku beli aja buburnya,” tolak Bella dengan tegas.

Seorang suster memasuki ruang inap Jonathan. “Ada yang bisa saya bantu pak?” Tanya suster tersebut.

“Tolong bawa dia keluar, saya mau istirahat. Dan nanti tolong siapkan saya sarapan,” perintah Jonathan seraya membaringkan badannya.

“Jo! Aku gak mau!”

“Mari Bu, ikut saya. Kondisi pak Jonathan masih belum sepenuhnya pulih, jadi butuh istirahat yang cukup.”

Bella menepis tangan suster tersebut. “Sok tau lo, gue bisa sendiri gak usah pegang-pegang!”

Bella dan suster itu keluar dari ruangan Jonathan, Jonathan yang tadinya pura-pura tidur kini kembali bangun.

Ia meraih handphonenya, dan melihat foto Embun yang masih ia jadikan sebagai lock screen dan juga home screen.

“Seandainya aku masih sama kamu Embun. Tapi nyatanya kamu duluan ngelupain aku, suatu saat kita bisa kembali lagi?”