La Verdad
Queen berjalan beriringan bersama Januar di koridor hotel. Hotel dimana keluarga Jauzan hendak melakukan pementasan atas kesuksesan Neozen High School.
Acara itu di hadiri oleh banyak petinggi di negara, bahkan presiden pun turut hadir dalam acara tersebut.
Yuda dan Daffa mengambil tanggung jawab di mobil sebagai pengendali nantinya.
Jeffery sudah berada di ruang kontrol, dan sisanya sedang menyamar di aula acara di laksanakan.
Januar dengan sengaja menabrak seorang pelayan hotel disana, lalu kesempatan itu di gunakan oleh Queen untuk memotong tanda pengenal yang tergantung di lehernya.
“Maaf,” Ucap Januar.
Queen dengan segera meng-copy data tanda pengenal tersebut dengan peralatan yang telah di bawanya.
“Berhasil,” Katanya pelan, Januar mengangguk lalu mengacak pelan rambut sang adik.
Kini Januar dan Queen sudah berhasil masuk, tidak ada yang sadar akan kehadiran mereka, kecuali araster Zone yang sedang menyamar.
Januar segera mengambil perhatian pekerja lepas yang sedang mengatur semua monitor.
Kesempatan itu di gunakan oleh Queen untuk memasangkan sebuah flashdisk yang akan mengungkapkan kebenaran nantinya.
Acara telah di mulai, para tamu undangan telah duduk di bangkunya masing-masing. Januar dan Queen berada paling belakang, mereka berusaha untuk tidak ketahuan.
Queen melihat Kenzo yang sudah berdiri di depan sana. Ia tersenyum dengan senyuman yang tidak bisa di artikan. Entah itu senyuman kemenangan atau senyuman manis yang memang ia tunjukan untuk Kenzo.
“Selamat siang para hadirin semua, perkenalkan saya Kenzo Jauzan selaku anak dari Ledoardo, Direktur utama dari NeoZen High School,” Ucapnya memperkenalkan diri.
Semua orang yang berada di sana bertepuk tangan meriah. “Saya ucapkan terimakasih untuk para hadirin, terutama bapak presiden yang telah menyempatkan dirinya untuk hadir ke acara ini,” Ucap Kenzo seraya tersenyum ke presiden.
Presiden mengangguk dan membalas senyuman Kenzo. “Baik, maka dari itu saya akan mempertunjukkan kepada kalian, betapa positif dan majunya NeoZen High School.” Kenzo mulai mempresentasikan melalui layar yang ada di belakangnya.
Semuanya berjalan dengan lancar, layar tersebut menunjukkan semua sisi positif dari sekolah itu.
Presentasi tersebut membuat para tamu merasa kagum. Ledoardo dan juga papa Laura sangat merasa senang dengan reaksi mereka.
Namun suasana tidak berlangsung lama, tiba-tiba layar tersebut menjadi error.
Mereka semua tampak kaget, begitu juga dengan Kenzo.
“La verdad,” Gumam Queen. “Kebenaran akan terungkap,” Sambungnya.
Layar tersebut kini menjadi suram, yang tadinya menunjukkan sisi baik dari petinggi sekolah beserta sekolahnya kini menjadi buruk.
Di mulai dari video dimana ledoardo membunuh de'luca beberapa tahun yang lalu. Lalu di susul dengan dokumen yang menunjukan bahwa tanah dan bangunan sekolah itu adalah milik dari keluar de'luca.
Para tamu tentu saja tampak kebingungan. Namun tidak dengan Ledoardo dan Bram, mereka sangat panik dengan keadaan.
Mereka menyuruh para staff untuk mematikan layar tersebut, namun sayangnya tidak bisa.
Kini layar menampilkan sebuah video, video yang membuat mereka semua shock.
Semua rekaman pembullyan, pemerkosaan yang di lakukan oleh kepala sekolah. Dan di akhiri dengan video percakapan Bram dan juga Ledoardo mengenai kejahatan mereka.
Kenzo tidak tau harus apa, ia terdiam membisu. Wartawan mulai heboh memotret semua yang ada di sana. Para tamu undangan ingin pergi dari ruangan tersebut, namun perhatian mereka kembali tertuju kepada Kenzo.
Kenzo menghadap ke layar tersebut, lalu melihat sebuah kalimat yang bertulis “La Verdad”.
“Siapa,” Gumamnya.
“Satu, dua,” Gumam Queen menghitung menggunakan jari-jarinya. “Tiga,” Lanjutnya.
Drawwwssss
Bersamaan dengan berakhirnya hitungan Queen. Tubuh Kenzo di tumpahi dengan darah yang sangat amis.
Kenzo lagi-lagi terdiam. Para tamu undangan kelihatan shock, para wartawan tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Tangan Kenzo bergetar. “Apa ini semua,” Monolognya ketakutan.
Kini para petinggi negara yang menjadi tamu di acara tersebut satu persatu mengangkat kakinya pergi dari sana. Begitupun dengan Ledoardo dan Bram, yang berusaha kabur, namun sayang seribu sayang para polisi dan jaksa telah sampai di sana.
“Pa Kayla berhasil,” Monolog Kayla dengan air mata yang mengalir di pipinya.
Januar tersenyum bangga dengan adiknya. Ia sangat bangga melihat dia berjuang untuk mengungkapkan kebenaran, walaupun dulu papa sangat keras terhadapnya.
“Kamu berhasil,” puji Januar seraya mengusap rambut Kayla.
Kayla tersenyum. “Papa istirahat yang tenang ya, Kayla akan jadi anak yang baik dan anak yang kuat di sini.”
