.

Malam ini adalah malam paling bahagia bagi Jonathan. Setelah hal-hal berat menimpanya, kini ia akan menjemput kebahagiaannya kembali.

Setelah mendapatkan dimana apartemen Embun berada. Tanpa membuang-buang waktu Jonathan segera bergegas kesana.

Namun sebelum itu ia membeli bunga Matahari, bunga yang sangat Embun sukai.

Selama menyetir Jonathan tidak pernah sedetikpun melunturkan senyumnya. Ia benar-benar bahagia. Sesekali ia melihat ke arah bunga matahari yang ada di kursi pengemudi.

Bunga matahari yang mengingatkan masa-masa indah dirinya dahulu bersama Embun.

“Kali ini, saya tidak akan melepaskan kamu lagi Embun,” ucap Jonathan tegas.


Jonathan sedikit lega ketika melihat apartemen yang ditempati oleh Embun termasuk apartemen yang mewah.

Jonathan melangkahkan kakinya, lagi dan lagi ia tidak melunturkan senyumnya. Ia membayangkan betapa bahagianya saat nanti ia kembali membawa Embun ke pelukannya.

Hanya beberapa langkah lagi sampai, jantung Jonathan berdebar begitu cepat, merasakan kebahagiaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Tiba-tiba langkah Jonathan terhenti, ia melihat seseorang yang sangat ia kenal berada di depan pintu apartemen Embun.

Seseorang yang tidak pernah ia kira akan berada di sana.

Seseorang itu adalah Sandy, Sandy Arkananta, yang beberapa bulan lalu dikenalkan sebagai adik tirinya.

Langkah Jonathan berat, tanganya yang tadi memegang bunga matahari kesukaan Embun kini melemah, senyum yang sedari tadi mengembang seketika menghilang.

Dengan kedua matanya sendiri, Jonathan melihat Sandy mencium bibir Embun yang baru saja keluar dari apartemennya.

Jonathan tidak melihat perlawanan dari Embun, sampai beberapa saat kemudian Jonathan melihat Embun memeluk Sandy dengan sangat erat.

Air mata Jonathan jatuh bersamaan dengan kedipan matanya. Hatinya terasa sakit.

Hancur.

Semuanya hancur, harapan, ekspetasi dan juga rencana indah yang telah Jonathan bayangkan semuanya kini harus ia kubur dalam-dalam.

Jonathan kembali melihat Embun menggenggam tangan Sandy, dan menarik Sandy masuk ke dalam Apartemennya dengan senyum bahagia di wajah cantik Embun.

Tangan yang dulunya selalu digenggam oleh Jonathan, senyum yang dulu selalu ia lihat ketika ia letih, kini sudah berpindah.

“Saya terlambat?”

Jonathan tersenyum tipis, walaupun hatinya sakit, ia sedikit bahagia ketika melihat Embun sudah bisa tersenyum dengan bebas lagi.

Embun sudah menemukan kebahagiaannya, kini tinggal Jonathan yang harus pergi dari zona nyamannya, dan menemukan kebahagiaannya sendiri.

Jonathan membalikkan badannya, ia melangkah menjauh dari sana. Dengan langkah yang pelan karena kakinya yang bergetar lemah.

“Selamat tinggal Embun,” lirih Jonathan lembut.

Kalimat yang sangat ia benci kini harus keluar dari bibirnya.


Jonathan benar-benar pergi dari sana, ia kembali ke rumahnya.

Walaupun dengan perasaan yang sangat sakit, ia harus merelakan itu semua.

Di depan pintu rumah Jonathan, Bella sudah menunggu dirinya sedari tadi.

Jonathan berhenti tepat di depan Bella, dengan mata yang sembap karena habis menangis, ia menatap mata Bella. Kemudian ia menjatuhkan kepalanya di pundak Bella.

Bella tau sekarang Jonathan sedang tidak baik-baik saja, baru kali ini ia melihat Jonathan menangis.

“Luapin aja semua Jo, i'm here. Aku disini buat kamu, sebagai sahabat,” ucap Bella menenangkan Jonathan.

Jonathan terisak di pelukan Bella, ia benar-benar meluapkan semua emosinya.

“Saya benar-benar harus melepaskan Embun seutuhnya,” lirih Jonathan.

Bella tidak senang mendengar hal tersebut, walaupun Bella sangat terobsesi dengan Jonathan, bukan berarti ia menginginkan Jonathan jatuh seperti ini.

Saat dulu Bella mengatakan bahwa dirinya akan berubah, itu adalah hal yang sungguh-sungguh.

“Masuk yuk?” Ajak Bella. “Aku bakalan dengerin semua keluh kesah kamu Jo,” sambungnya.

Jonathan mengangguk. “Saya gak salah kan Bell?” Tanya Jonathan.

Bella menggeleng. “Enggak, gak ada yang salah disini,” jawabnya dengan lembut lalu mengajak Jonathan untuk masuk ke rumahnya.


“Maaf,” ucap Sandy yang masih memeluk Embun dengan erat.

Embun terkekeh. “Maaf buat yang mana nih? Yang nyosor atau yang mana?” Tanya Embun sedikit menggoda Sandy.

“Dua-duanya.”

Embun mengangguk, dan tersenyum. “Iya kak, udah ih lepas, capek peluk terus,” keluh Embun.

Namun bulannya dilepas, Sandy makin mempererat pelukannya. “Aku gak akan ninggalin kamu, janji,” ucapnya sungguh-sungguh.