Malvin dan Kenangan
Nasya sedang berada di ruang tunggu, menunggu gilirannya yang nampil dan membawa hasil terbaik.
Malvin terlah dikebumikan, Malvin dikebumikan di Jepang tepat di makan ibunya.
Nasya ditemani oleh Zarra, Hezekiah, Danial dan juga keluarganya yang baru sampai kemarin.
“Nasya siap-siap!” Suruh salah satu panitia.
Nasya menghela nafas panjang, Nasya berdiri di depan kaca yang memantulkan dirinya menggunakan dress putih panjang.
“Nasya You can do it!” Sorak ketiga sahabatnya.
Nasya tersenyum, ia keluar dari ruang tunggu, di ikuti oleh mereka bertiga yang segera pergi ke bangku penonton.
“Nasya pasti bisa!”
Nasya berjalan ke panggung dengan anggunnya. Lalu ia duduk, dan bersiap memainkan piano yang ada di depannya.
Nasya merasa gugup, tangannya gemeteran. Namun tiba-tiba Nasya melihat sosok Malvin di samping dirinya dan tersenyum ke arahnya.
Dengan percaya diri Nasya memulai semuanya, alunan piano klasik memenuhi aula lomba.
Nasya mengerahkan semuanya, seperti yang diminta oleh Malvin sebelum dia istirahat.
Semua orang takjub dengan apa yang Nasya bawakan, permainan dan juga emosinya.
Sampai Nasya sampai pada akhir lagu, ia membuka matanya. Dan mendengar sorak riuh dan juga tepuk tangan dari penonton.
Semua penonton bahkan juri berdiri bertepuk tangan.
Nasya tersenyum lega, ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia masih melihat Malvin di sebelahnya.
Nasya tersenyum, dan juga bayangan Malvin juga tersenyum untuk dirinya.
“Terima kasih.”
Bayangan Malvin menghilang, Nasya tersadar, ia menunduk dan meneteskan air mata.
Nasya berdiri dan membungkuk ke arah juri dan penonton.
Lagi-lagi ia melihat Malvin disana, sebelum akhirnya Nasya terjatuh lemah.
Malvin akan selalu berada di samping Nasya, karena Malvin tidak pergi, dia hanya beristirahat.
Nasya dibawa oleh ayahnya ke sebuah Villa mewah di Jepang. Dia tidak sendiri, Hezekiah, Danial, dan juga Zarra juga ikut menemani Nasya.
“Ini hadiah buat Nasya?” Tanya Nasya.
“Iya sayang,” jawab Ayah.
“Dari siapa?”
“Malvin.”
Nasya tersenyum, ia merasa sangat senang sekarang.
Mereka berempat memasuki villa tersebut, berpencar ke segala arah.
Nasya memasuki sebuah kamar yang telah diberi nama di pintunya.
Ketika Nasya membuka pintu kamar tersebut betapa terkejutnya Nasya melihat isi kamar tersebut.
Kamar itu berisi boneka pinguin dari kecil hingga besar. Dan juga beberapa Pororo drink.
Fokus Nasya tertuju pada sebuah surat dan juga sebuah CD.
Nasya memutar CD tersebut, ia duduk di kasur yang dipenuhi oleh boneka pinguin.
Layar di depan Nasya menampilkan video Malvin yang sedang bernyanyi. Nasya tersenyum dan mendengarkan seksama suara Malvin.
Ia membuka surat yang ada di tangannya.
Halo anak kecil
Suka sama hadiahnya? Tapi lebih suka aku kan?
Pacar aku hebat banget kemarin, aku udah tau pasti pacar aku sehebat itu
Maaf ya aku bohong, maaf aku menghilang terus-menerus
Aku udah berjuang untuk sembuh, dan kembali untuk hidup bahagia sama kamu
Tapi takdir berkata lain, kata dokter aku gak bisa sembuh
Eh eh, jangan nangis. Nanti Pororo drink nya aku ambil semua loh
Selalu jadi Nasya yang aku kenal ya? Cantik, ramah, ceria
Aku gak akan nulis kata selamat tinggal Nasya, karena aku gak pernah pergi
Aku hanya beristirahat, maaf ya? Aku capek soalnya
Tapi aku selalu ada di sisi kamu, tenang aja sayang.
Surat ini aku tulis sebelum kamu tau kondisi aku, jadi gatau deh aku udah bilang ini apa belum
Kamu tau arti panglima? Panglima itu pemimpin, takdir aku menjadi pemimpin club dan juga rumah tangga kita nanti
Nanti?
Tunggu di kehidupan selanjutnya ya?
Kamu mau nunggu aku kan?
Aku sayang kamu, cantiknya Malvin
Air mata Nasya mengalir deras dan membasahi surat yang tengah ia baca.
“Iya kak Nasya mau nunggu,” ucap Nasya.
Malvin benar-benar seorang pemimpin, bahkan ia tidak meninggalkan tanggung jawabnya, hanya saja ia harus beristirahat lebih cepat