menutup luka
tw // harsh word tw // abusive tw // kekerasan , blood
Tolong sekiranya akan mentrigger, silahkan keluar, ya.
Valen tidak membalas pesan Atha lagi, ia merasa bersalah karena saat gadisnya sedang butuh dirinya, tapi ia hanya bisa mengandalkan orang lain.
“Arghh.” Valen meringis saat kapas menyentuh pinggir bibirnya.
Valen sedang berusaha untuk menutup lukanya. Luka yang diperoleh dari Jayden, papa kandungnya sendiri.
2 Jam yang lalu Valen sedari tadi hanya fokus dengan buku-buku yang ada dihadapannya.
Ia mengetuk-ngetuk jarinya di meja belajar karena gugup dan takut. Setelah mengetahui kalau sang papa tau nilai ulangannya turun, namun Valen tidak bisa melakukan banyak hal selain diam di kamar.
Bahkan yang tadi otaknya berfungsi dengan sempurna, kini tiba-tiba berhenti dan hanya memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.
Tubuh Valen benar-benar membeku saat mendengar pintu kamarnya terbuka, sudah dapat dipastikan itu Jayden ; papa Valen.
“Saya bukan monster, kamu tidak perlu takut.” Bahkan hanya mendengar suaranya membuat darah Valen membeku di dalam sana.
Valen tertegun karena Jayden yang kini sudah berada di belakangnya, meletakkan tangan kanannya pada pundak kanan Valen.
“Apa kamu benar-benar belajar selama ini, Valen?” tanya Jayden dengan suara yang begitu mengintimidasi.
Anggukan cepat dilakukan oleh Valen. “Iya, pa,” jawab Valen.
Jayden mengangguk dan menepuk-nepuk pundak Valen perlahan.
“Tapi kenapa hasil ulangan matematika bulan ini sembilan puluh delapan?”
Valen tertegun. Ia tidak tau darimana Jayden mengetahui hal itu, padahal Valen sudah menutupinya rapat-rapat.
“Valen melakukan kesalahan, pa.”
“Bagus kamu sadar— kamu tau, kan? Saya tidak suka kalau kamu berbuat salah?”
Valen menjawab hanya dengan anggukan, ia menggenggam kedua tangannya dan meletakkannya di atas meja, lalu ia memejamkan kedua matanya seakan siap dan tau dengan apa yang akan terjadi nanti.
Ctar...
Tali pinggang yang sudah Jayden lepaskan dari celananya, kini sudah berhasil membuat luka di punggung Valen.
“Kenapa kamu ngelakuin itu, Valen.”
Ctar...
“Maaf, pa.”
Ctarr...
“Kata maaf tidak bikin nilai kamu sempurna.”
“Valen akan memperbaikinya, pa.”
Jayden menghentikan aktivitasnya, ia kembali memakai tali pinggang tersebut.
“Bagus— lalu kenapa kamu buat anak saya menangis?”
Sudah Valen duga, pasti Alea akan mengadu kepada Jayden dan menangis melebih-lebihkan.
“Valen minta maaf, pa.”
“Anak saya cuman mau berbagi cerita kepada kamu, bahkan anak saya membelikan makanan kesukaan kamu, kenapa kamu begitu jahat kepada anak saya?”
“Valen bukan tidak mau, pa. Valen lagi belajar.”
“Sekali lagi saya melihat anak saya menangis karena kamu, habis kamu!”
Jayden meninggalkan Valen kembali sendirian di kamarnya.
Valen sama sekali tidak menangis atau marah, buka karena tidak sakit, namun menangis tidak ada gunanya.
Dan hal itu sudah biasa terjadi, pukulan, hinaan, kemarahan, dari Jayden sudah biasa ia terima.
Ia tidak menangis hanya saja hatinya terasa sangat sakit. Apalagi saat mendengar Jayden menyebutkan Alea dengan sebutan anak saya.
Valen juga menginginkan hal itu.
Valen sudah terbiasa mendapatkan kekerasan dari Jayden. Jika ia tidak bisa mendapatkan hasil yang sempurna, maka habislah ia ditangan Jayden.
Selain itu Valen juga tidak boleh melakukan kesalahan, seakan-akan kesalahan yang Valen lakukan adalah dosa yang sangat besar.
“Seandainya Valen terlahir sebagai anak kandung papa, pasti papa sayang ke Valen. Sama seperti papa sayang ke Ale dan kak Lauren, kan?”
Valen menghela nafas kasar. Dengan keadaan tubuh yang masih lemah dan sakit ia berdiri.
Berjalan menuju meja belajarnya. Tidak ada waktu untuk Valen mengeluh apalagi bermalas-malasan.
Besok masih ada jadwal ulangan fisika, Valen harus mendapatkan hasil yang sempurna.
Valen kembali menghidupkan laptopnya, lalu mengambil buku-buku yang ia perlukan.
Dengan rasa sakit fisik dan batin, Valen terus belajar.