Mimpi Indah

Selama perjalanan, di mobil Sandy dipenuhi canda tawa dirinya dan juga Embun.

“Udah kak, gak capek apa ketawa terus,” ucap Embun yang masih tertawa.

Sandy tersenyum seraya menatap Embun sebelum ia kembali fokus menyetir.

“Kamu cantik Embun,” kata Sandy membuat Embun terdiam.

“Apasih kak, aku kan cewe makanya cantik. Kalo cowo namanya ganteng,” protes Embun, ia merasa mukanya memanas.

Sandy tersenyum menyadari Embun yang sedang malu sekarang. “Kayak aku?”

“Enggak hahahaha.”


“Pantai? Tumben kakak ngajak aku ke pantai?” tanya Embun ketika mobil mereka terparkir di sekitaran pantai.

Sandy mengangguk. “Kan kata aku, kemana aja aku mau Embun,” jawab Sandy. “Ayok,” lanjutnya mengajak Embun turun dari mobil.

“Kita makan dulu ya? Pantai Ancol lebih indah waktu malam, bentar lagi malam,” kata Sandy seraya menggenggam tangan Embun.

Embun mengangguk mengikuti kemanapun Sandy mengajaknya.

Embun sedikit merasa aneh dengan sikap Sandy yang tiba-tiba saja mengajak Embun ke pantai.

Memang Sandy sosok cowo yang sangat perhatian, apalagi terhadap Embun. Namun ketika ia mengajak Embun jalan biasanya dia akan menanyakan ke Embun terlebih dahulu.

Selama makan tidak ada satupun obrolan diantara mereka, karena Sandy tidak suka untuk berbicara di meja makan, dan hal itu diajarkan Sandy ke Embun dan Galaxy.

“Kak ini mahal banget, aku aja yang bayarin ya?” Kata Embun ketika ia melihat bill ditangannya.

“Aku yang ngajak, aku yang bayar lah,” tolak Sandy. “Ayok,” lanjutnya seraya menarik tangan Embun.


Kini Embun dan juga Sandy duduk di tepi pantai, tanpa alas. Memandang indah ombak dan juga merasakan dinginnya angin malam di pantai.

“Aku terakhir ke Ancol sama Jona,” kata Embun membuka topik pembicaraan.

Tidak ada jawaban dari Sandy, ia masih terdiam.

Embun mengayunkan tangannya di depan wajah Sandy. “Halo orangnya masih sadar kah?”

“Capek gak Embun, berjuang sendiri?” tanya Sandy tiba-tiba, seraya menatap mata Embun.

Embun tidak paham dengan pertanyaan Sandy. “Maksud kakak?”

“Kita berjuang bersama ya?” Sandy menggenggam kedua tangan Embun.

Embun sedikit terkejut, namun ia tidak menolak.

“Bukannya dari dulu kan kak?”

Sandy tersenyum, senyuman yang selalu terukir untuk Embun.

“Aku sayang sama kamu Embun, entah udah berapa kali kamu dengar hal ini keluar dari mulut aku, tapi—” Sandy menggantung ucapannya.

“Aku cinta sama kamu Embun, untuk yang pertama kali aku jatuh cinta sangat dalam, dan itu cuman ke kamu Embun,” lanjutnya.

Embun terdiam, namun hati jantung Embun berdetak kencang, seperti habis lari beribu kilometer.

“Aku tau kamu gak akan nerima aku, apalagi setelah Jonathan kembali— tapi izinkan aku untuk berjuang sama kamu Embun.”

Air mata Embun tidak tertahan lagi, ia benar-benar merasakan ketulusan Sandy sekarang, namun ia tidak bisa menerima Sandy.

“Ayo kak berjuang sama-sama, berjuang sampe akhir,” jawab Embun dengan suara bergetar.

Sandy menarik tubuh Embun ke pelukannya, ia memeluk erat tubuh Embun, menyalurkan semua perasaan nya.

“Terima kasih sudah bertahan, dan berjuang sampai sekarang— kamu tau Embun?”

Embun mendongakkan kepalanya, menatap mata Sandy. “Apa kak?”

“Mencintai kamu adalah hal terindah yang pernah aku rasakan— namun memiliki mu seutuhnya hanya menjadi mimpi indah yang akan ku ulang di setiap tidurku,” kata Sandy dengan suara khasnya yang sangat lembut, dengan tatapan mata yang tulus dan senyuman indah.

Embun kembali membenamkan wajahnya di dada bidang Sandy, ia menangis sejadi-jadinya disana. Ia merasa beruntung bisa mengenal Sandy, dan merasa bersalah tidak bisa mewujudkan mimpi yang terus-menerus di ulang Sandy dalam tidurnya.