Pertama kalinya

tw // bullying

Sesampainya Kazu di sekolah, seperti biasa dia akan menggunakan earphonenya, serta tidak lupa menaikkan kupluk hoodie kesayangannya, yang sekarang ia kenakan. Tidak peduli dengan cicitan demi cicitan murid-murid yang melihatnya. Yang Kazu lakukan, hanya menutup telinganya rapat-rapat.

Brak!

Disaat Kazu sedang menaiki anak tangga lantai empat, tiba-tiba saja dirinya ditabrak oleh seseorang dari belakang. Kazu menebak ada barang yang jatuh, karena samar-samar ia mendengarnya. Namun, dirasa dirinya tidak salah, Kazu pun tetap melanjutkan langkahnya, menaiki anak tangga.

Baru satu anak tangga yang berhasil ia pijaki, tiba-tiba tasnya ditarik oleh orang yang ada di belakangnya. Untung saja ia bisa menahan agar tubuhnya tidak terjatuh.

“Lo punya mata, enggak?” tanya seorang siswi yang ada di hadapannya sekarang. Kazu menebak kalau siswi itu adalah orang yang menabraknya tadi.

Aneh, padahal jelas-jelas dia yang ditabrak, tapi kenapa dia yang dimarahin. Kazu mengecilkan volume musiknya, agar bisa mendengar ocehan orang aneh itu.

“Lo lihat? Tugas praktek gue berantakan. Kalo jalan itu yang bener!”

Kazu mengerutkan keningnya, lalu menggidikkan pundaknya.

“Lo .... Lo Kabu, ya? Maksud gue Kazu?” tanya Siswi itu dengan senyuman meremehkan.

Dirasa buang-buang waktu saja, Kazu pun kembali mengeraskan volume musik yang ia dengar. Lalu, mengambil langkah menaiki anak tangga satu persatu dengan tenang.

Siswi yang tadi menabrak Kazu tertawa lantang. Ia mengabaikan tugas praktek prakarya miliknya yang sudah jatuh berserakan di tangga. Dengan langkah cepat siswi itu menaiki anak tangga, menyusul Kazu yang hampir sampai di lantai empat.

“Lo ikut gue!” Tanpa menunggu persetujuan Kazu, siswi itu menarik tangan Kazu dengan kasar, menaiki anak tangga yang masih ada sampai lantai enam.

Kazu merasa heran, ia pun hanya bisa pasrah, karena saat ia berusaha untuk melepaskan tangannya, siswi itu akan menariknya lagi dengan keras. Jujur, ini bukan pertama kalinya Kazu diejek, tapi, untuk pertama kalinya dia diperlakukan kasar.

Ternyata Kazu dibawa ke rooftop sekolah mereka. Sesampainya di sana, Kazu didorong dengan begitu keras hingga tubuhnya hampir terhuyung ke belakang.

Di sana tidak hanya ada dirinya dengan siswi aneh itu. Tapi, ada beberapa siswi lagi, kalau boleh ditebak, mereka pasti teman-teman siswi aneh ini. Dan, sudah dapat dipastikan sama anehnya.

“Kenapa, nih, Rei?” tanya seorang siswi lalu menghampiri siswi aneh yang menyeretnya kemari.

Ternyata namanya, Rei. Siswi aneh bernama Rei itu menatap Kazu dengan tatapan tajam, dan napas menggebu-gebu.

“Lo tau? Tugas prakarya gue hancur karena dia!” jawab Rei dengan lantang dan penuh penekanan.

Hancur karena dia? Apa tidak salah? Padahal jelas-jelas Kazu yang ditabrak, tapi malah dirinya yang disalahkan.

“Gue ngerjainnya hampir mati, anjing. Capek.”

Kazu mengernyit, apa ia tidak salah lihat? Siswi aneh itu menangis? Wah, ternyata anehnya sangat aneh.

Karena dirasa tidak salah Kazu pun melangkahkan kakinya ingin pergi dari sana.

“Lo yang nabrak gue, gue yang lo salahin.”

Belum sempat Kazu kembali melangkah, tangannya kembali ditarik, namun kali ini bukan oleh Rei, melainkan oleh temannya.

“Lo harusnya minta maaf dong!”

Minta maaf katanya, padahal jelas-jelas Kazu tidak bersalah sama sekali. Jujur, Kazu sangat malas kalau harus berhadapan dengan murid-murid di sekolah, terlebih murid yang merasa dirinya hebat dari siapapun.

“Wait, kayaknya gue tau lo siapa. Lo Kabu, kan?” tanya seorang siswi yang tadi masih di belakang Kazu. Total mereka ada tiga orang.

“Lo tau gak yang lo tabrak siapa?”

Astaga. Rasanya Kazu ingin sekali mencabik bibir mereka, jelas-jelas dia sama sekali tidak menabrak temannya. Lagian, untuk apa juga Kazu tahu siapa siswi aneh itu.

“Lo denger, gak? Atau jangan-jangan gosip itu bener? Kabu, Kazu budeg.” Ia tertawa riang, bahkan Rei yang tadi menangis ikut tertawa mendengarnya.

Rei menyeka air mata yang ada di ujung pelipisnya, lalu ia menghampiri Kazu dan menatapnya dengan tatapan tajamnya.

“Lo budeg, tuli, atau .... Congek?”

Perkataan itu disahut tawa lagi oleh mereka. Entah apa yang lucu dari menghina seseorang. Kazu hanya bisa menghela napas. Bukan tidak bisa, ia hanya tidak mau urusannya menjadi panjang.

“Kayaknya beneran congek deh, Rei.”

Rei tertawa ringan. “Awalnya gue kasihan sama lo diejek satu sekolah. Tapi sekarang enggak lagi, karena itu kenyataan.”

Siapa juga yang butuh kasihan dari dia. Pikir Kazu.

“Lo tau gak siapa gue!” tanya Rei dengan lantang dan memaksa.

Karena geram Kazu menjawab, “Siapa? Si paling iya?”

Plak!

Satu tamparan mendarat ke pipi Kazu dengan ringannya. Yang menampar Kazu sudah pasti Rei, padahal tadi ia nangis seperti perempuan lemah lembut. Dasar orang aneh.

“Jaga mulut, lo, ya!”

“Oh, salah? Si paling berkuasa?”

Rei hendak melayangkan satu tamparan lagi, namun suara bel menandakan kegiatan belajar mengajar akan dimulai sudah berbunyi, Rei menahan tangannya itu.

“Rei, kuy, biasanya guru bk bakalan ke rooftop kalo udah bel.”

Setelah diajak oleh temannya, Rei pun meninggalkan Kazu sendirian di sana. Sebelum meninggalkan Kazu, Rei memberikan tatapan tajam terlebih dahulu, seakan-akan mengancam Kazu dengan tatapannya itu.

“Bocah. Masih jaman ngebully pakai cara ini.”