☀️ Prolog

Dinginnya angin malam bukan hambatan bagi Juinara Kalandra, atau singkatnya Nara, untuk tetap keluar dari rumah.

Hari ini seperti biasa ia memilih untuk keluar dari rumah karena alasan yang sama. Ya, karena rumah yang tidak nyaman. Padahal tidak ada siapa-siapa di dalam sana. Kedua orang tuanya yang kini entah kemana, serta abangnya yang kini sedang sibuk bekerja.

Nara terus melangkahkan kakinya, hingga tanpa ia sadari kini ia sudah sampai di pinggir sebuah sungai yang tidak jauh dari rumahnya.

Tidak ramai orang berlalu lalang di sana, hanya ada beberapa kendaraan saja. Namun, netra Nara tertuju pada seseorang yang tidak jauh dari hadapannya. Karena Nara adalah gadis yang penasaran, tanpa ragu dia melangkah mendekat.

Nara mengerutkan keningnya saat melihat siapa orang itu. Kalau tidak salah dia Julio, ah Nara ragu apa dia Julian? Yang pastinya dia adalah salah satu dari murid kembar di sekolahnya.

“Kalo lo mau nyebur kemungkinan lo mati delapan puluh persen, dan dua puluh persennya lo selamat tapi sial,” ucap Nara tanpa ragu saat dia sudah berdiri di samping orang itu.

“Lo Alaska Julio, 'kan?” tanya Nara menerka-nerka, Nara hanya menerka dari cara dia berpakaian dan juga ekspresi wajah yang ditunjukan.

Karena Julio tidak pernah tersenyum dan Julian lebih ramah.

“Lagian sebesar apapun masalah lo, jangan pernah berhenti atau mengakhiri semuanya,” kata Nara menasihati Julio. Karena dirinya sendiri memegang teguh pada kalimat itu.

Nara membalikkan tubuhnya hingga kini dia bersandar pada pagar pembatas sungai, dan tubuhnya menghadap ke jalanan.

“Gelap di bawah sana, gak takut?” tanya Nara tidak lupa dia menatap Julio, walaupun Julio tidak membalas tatapannya.

“Jangan geer, ya, gue nyamperin lo karena gue kenal lo, sih.”

“Takut?”

Nara membelalakkan matanya saat Julio menanggapi pertanyaan ia sebelumnya dengan kata takut.

“Ya ... Takut ...”

Julio tidak menanggapinya lagi, hingga membuat Nata kebingungan. Namun, Julio sedikit mengangkat bibirnya hingga membentuk seringai.

Julio kembali menundukkan kepalanya hingga ia kembali melihat gelapnya air yang menggenang di bawah sana.

Hingga hembusan napas kasar Nara menyadarinya.

“Well, apapun yang lagi lo hadapi, tetep jalani, walaupun sakit seakan-akan lo lagi jalan di atas matahari panas.”

Kalimat terakhir yang Nara ucapkan sebelum dia pergi meninggalkan Julio yang masih mematung di sana.