.
Ran juga gatau Ran ini siapa
Ran sedari tadi hanya memutar-mutar pena yang ada di tangannya. Sekarang Ran sedang berusaha untuk menghilangkan rasa bosannya.
Ran mendengar suara berisik dari luar, dengan cepat dirinya keluar dari kamar. Ternyata ayah baru saja pulang. Senyum Ran mengembang ketika melihat Johnny membawa pulang banyak makanan.
Namun Ran tidak berani untuk mendekat, tidak seperti biasanya. Ia menunggu Johnny masuk ke kamar terlebih dahulu.
Beberapa menit kemudian Ran melihat Johnny masuk ke kamarnya, Ran melangkauhkan kakinya menuju ruang tengah dimana kedua abangnya berada di sana.
“Abang, Ran boleh minta roti itu enggak?” pinta Ran dengan senyum mengembang.
“Siapa lo?” sahut Maraka.
Senyum Ran yang tadi mengembang kini memudar.
“Yaudah,” lirih Ran, ia membalikkan tubuhnya hendak kembali ke kamarnya lagi.
“Bercanda, gak usah baper,” ucap Maraka.
Ran tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak.
“Ran juga gatau Ran siapa,” balas Ran dengan nada bicara yang tidak ramah.
Hal tersebut membuat Maraka dan juga Hazel keheranan.
“Dih sombong bener lo dek, kenapa lo?”
Ran kembali membalikkan badannya menghadap Maraka dan juga Hazel.
“Makan aja sama kalian, memang seharusnya bukan untuk Ran kan, Ran memang gak berhak mendapatkan itu!” Ran melangkahkan kakinya kembali menuju kamar.
“Lah kenapa tuh anak,” heran Maraka.
Hazel tertawa pelan. “Lo yang kenapa?”
Maraka menatap Hazel. “Apa?”
“Gue tau lo bercanda, tapi lihat kondisi dong.”
“Gue cuman mau bercanda sama Ran! Gue salah?”
“Lo salah, mental Ran gak sesehat kita, bisa aja dia trauma dengan hal-hal seperti ini, apalagi bersangkutan dengan makanan!”
Maraka terdiam, dan termenung. Benar kata Hazel, tidak seharusnya ia bercanda seperti itu kepada Ran.
“Gue muak tau gak, kalo sempet ada ayah tadi di sini, habis Ran, bukan lo.” Hazel meninggalkan Maraka sendirian yang masih terdiam di sana.
Di kamar Ran meringkuk tubuhnya, dan menjadikan dinding sebagai sandaran.
“Ran ini siapa? Ran gak tau,” monolognya.
Buggh
*Buggh**
Suara kepala yang terbentur dengan dinding. Lagi-lagi Ran melakukan hal itu, melukai dirinya sendiri.
“Ran siapa? Ran kenapa?”
Buggh
Sakit? Tidak, sama sekali tidak sakit bagi Ran.
“Ayo Ran lupain, Ran jangan gini ya, Ran gak boleh kasar!”