sedikit dari sudut pandang 'aku'
Bukankah seorang pemilik suatu usaha sudah seharusnya memberi kualitas terbaik untuk pelanggan?
Itu yang saya lakukan, memberi yang terbaik untuk setiap pelanggan yang memesan di warung ayam saya.
Saya sendiri sudah terkenal di daerah saya. Saat mereka mendengar nama saya, pasti mereka akan bilang wah, itu pengusaha ayam yang enak itu, ya.
Saya sangat bangga dengan pencapaian saya sekarang. Membuat setiap malamnya saya tidak pernah berhenti tersenyum.
Seperti sekarang. Saya sedang berada di sebuah ruangan di rumah saya. Rumah yang sebenarnya nyambung dengan warung ayam saya.
Saya sedang melihat-lihat barang peninggalan mendiang Ayah saya. Entah mengapa saat saya melihat barang demi barang, perasaan bahagia dan bangga saya sirna, berubah menjadi perasaan gelisah dan takut.
Saat ini saya sedang memegang sebuah pisau. Pisau yang selalu saya gunakan setiap malamnya.
Untuk membunuh ayam-ayam betina. Ah ... Rasanya mengatakan kata 'bunuh' itu terlalu kejam. Mungkin menyembelih lebih tepatnya.
Menyembelih bintang betina, yang selalu menjadi kerjaan saya setiap malamnya.
Bukan sebuah tindakan aneh, karena saya hanya ingin memastikan kualitas ayam betina yang saya sajikan kepada pelanggan, benar-benar kualitas terbaik.
Saya kembali melangkah menyusuri ruangan itu, sampai saya tiba di depan sebuah lemari. Saat saya ingin membuka lemari itu, gerakan saya terhenti karena sebuah notifikasi masuk ke ponsel saya.
Karena saya tidak suka berlama-lama membalas pesan, saya terlebih dahulu melihat pesan masuk itu.
Bibir saya tiba-tiba menarik sebuah senyuman saat membaca pesan itu.
Pesan dari teman baru saya—gadis cantik dan baik, yang bernama Milla— gadis itu menyetujui ajakan saya untuk ikut dengan saya melakukan kegiatan yang biasa saya lakukan.
Membunuh ayam betina untuk kepuasan.
Ah ... Maksud saya, menyembelih ayam betina, memastikan ayam itu layak dan menyajikannya untuk pelanggan, dan membuat pelanggan merasa puas.
Saya senang. Senang karena saya mendapatkan teman.