#
Seperti biasa Jovas menghabiskan waktunya untuk bekerja di warung ayam miliknya sendiri. Namun untuk hari berbeda, entah mengapa warungnya lebih sepi daripada biasanya. Tapi ini jadi sebuah keuntungan bagi Jovas, karena kondisinya yang masih belum stabil dan masih ketakutan. Dia menggunakan kesempatan ini buat istirahat.
Walaupun warung sepi, dia mencoba untuk mengambil sisi positifnya saja.
“Dibilang jangan bandel, bandel juga.” Bu Lasma meletakkan segelas air mineral di atas meja yang ada di hadapan Jovas.
Jovas sedari tadi sedang duduk merenung di kursi pelanggan biasa. Dia masih mengingat bayang-bayang kejadian kemarin.
“Ibu,” ringis Jovas karena Bu Lasma memukul lengannya tiba-tiba. “Sakit tangan aku,” lanjutnya, kemudian mengusap pelan lengan yang dipukul tadi.
“Coba kamu gak keluar malam-malam? 'Kan Ibu udah bilang kalo memang mau ambil ayam ke pasar, 'kan bisa pagi aja,” ucapnya lagi-lagi menceramahi Jovas.
Sungguh Jovas sudah bosan dengan celotehan Bu Lasma. Dari sejak tadi pagi dia sudah mendengarnya. “Malam lebih enak, Bu. Pasar belum rame, cuman ada pemilik— iya nurut.”
Baru saja Jovas ingin membantah, namun lagi dan lagi Lasma memukul lengan kekar Pria itu.
Kring….
Suara lonceng menandakan ada pelanggan masuk ke warung tersebut. Segera Jovas menarik tubuhnya berdiri untuk menyambut pelanggan, sekaligus kabur dari Lasma.
“Sel … amat datang,” sambutnya terbata-bata karena melihat siapa sosok pelanggan yang baru masuk ke warung ayam miliknya.
Mengenal sang pelanggan, Jovas melebarkan senyumannya. Lalu melangkah mendekat.
“Hai Milla,” sapanya kepada sang pelanggan yang tak lain tak bukan adalah Milla, —teman baru yang baru ia kenali beberapa hari yang lalu.
Milla membalas senyuman dan sapaan Jovas dengan senyuman juga.
“Hai Jo, sesuai janji, nih. Gue mau minta ayam,” kata Milla dengan wajah polosnya.
Jovas terkekeh mendengarnya, lalu ia mengangguk dan mengajak Milla untuk duduk. Mereka pun duduk saling berhadap-hadapan, Milla sedang melihat-lihat menu seperti yang Jovas suruh.
“Hmm,” gumam gadis itu. “Yang menu spesial aja deh. Bingung soalnya,” ujarnya selesai memilih menu yang ingin dia makan.
Jovas mengangguk paham, lalu mengambil buku menu yang ada di hadapan Milla untuk dibawa ke belakang.
“Aku siapin dulu, ya. Ditunggu pesanannya,” katanya sambil beranjak dari sana. Tak lupa dia memberikan senyum kepada Milla.
Milla hanya mengangguk sebagai jawaban. Selepas Jovas pergi untuk menyiapkan pesanannya, gadis itu hanya diam sambil melihat-lihat setiap sudut warung tersebut. Sesekali dia kagum dengan penampilan warung pria itu.
Tidak bisa dibilang mewah karena memang sederhana, tapi sangat memanjakan mata dengan nuansa serba coklat. Saat mata Milla liar menatap ke sudut demi sudut, tidak sengaja dia melihat Jovas yang sedang bercengkrama dengan seorang wanita paruh baya yang dia yakinin Lasma—wanita yang sering diucap oleh Jovas—.
Jovas terlihat tersenyum saat wanita itu berbicara dengannya, ada sedikit rasa penasaran di benak Milla. Namun segera dia lupakan, sangat tidak penting baginya.
Beberapa menit kemudian harum dari makanan tercium menggoda hidung Milla. Saat Milla menoleh ke belakang ternyata Jovas sedang melangkah dengan nampan makanan di tangannya.
“Wah,” seru Milla bersemangat.
“Silahkan dinikmati, semoga tidak mengecewakan,” ucap Jovas sesaat setelah ia meletakkan sebuah piring dan juga segelas minuman di atas meja.
Tanpa berpikir panjang lagi Milla segera menyantap hidangan tersebut. Seperti sihir, makanan itu benar-benar membuat Milla bungkam.
“Sumpah, Jo!” Serunya tidak percaya. Dia memakan lagi ayam tersebut, rasanya tidak bisa diungkapkan hanya dengan kata-kata.
“Ini enak banget! Baru pertama kali gue makan ayam seenak ini,” puji Milla sungguh-sungguh.
Jovas tertawa. “Biasa aja,” balasnya karena menurut pria itu, yang dia hidangkan hanya ayam biasa.
“No!” Protes Milla.
Milla benar-benar tidak bohong, tekstur ayam yang sangat pas dengan rasa keju dicampur sedikit rasa pedas, benar-benar fantastis!
Memang terlihat biasa saja, tapi entah mengapa bagi Milla ini begitu luar biasa.
“Kok bisa seenak ini, sih?” tanya Milla penasaran.
“Soalnya aku yang masak,” jawab Jovas tidak bermaksud untuk sombong, karena memang itu kebenarannya.
“Menu spesial aku sendiri yang masak, resep aku sendiri juga.”
Milla terkekeh. “Ada yang coba nyuri resep rahasianya, gak?” tanyanya bercanda.
Jovas ikut terkekeh mendengar pertanyaan asal dari Milla.
“Enggak, kok. Cuman menu biasa, yang bikin spesial tuh ...”
“Karena kamu yang masak?”
Jovas menggeleng.
“Terus?”
“Ayam yang aku masak, cuman ayam betina.”