.

Setelah mengantar Ocha pulang, Sandy baru tersadar bahwa dari tadi ia tidak menyalakan handphonenya.

Dengan segera Sandy mengecek setiap chat yang masuk, mata Sandy terbelalak melihat room chat dirinya dengan Embun. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya menuju apartemen Embun.

Ceklek

Tanpa izin ataupun permisi, Sandy masuk kedalam apartemen Embun, dan mendapatkan Embun yang sedang mencuci piring.

Embun menoleh ke arah Sandy sekilas lalu ia kembali fokus mencuci piring.

Sandy menekuk kaki kiri, lalu kaki kananya, ia berlutut dihadapan Embun.

“Maaf,” lirih Sandy.

Tidak ada respon dari Embun, bahkan Embun tidak menoleh.

“Aku minta maaf,” ulang Sandy.

Selesai mencuci piring Embun menyusun semuanya di rak pengering.

“Udah larut malam kak,” ucap Embun seraya melihat ke jam dinding. “Pulang aja, Embun juga mau tidur, bentar lagi Galaxy rewel soalnya tadi tidurnya cepet,” lanjut Embun.

Sandy merasa heran, kenapa Embun masih bersikap lembut kepada dirinya, padahal jelas saja ia telah memperlakukan Embun dengan buruk tadi.

“Kamu gak marah?” Tanya Sandy berhasil membuat Embun menghentikan semua aktivitas nya.

Embun melepaskan sarung tangan karet yang ia gunakan untuk mencuci piring tadi, ia melempar kasar ke wastafel.

Embun duduk di lantai dan bersandar di meja dapurnya.

“Marah?” Embun tersenyum tipis. “Emang Embun punya hak?”

Sandy terdiam sejenak lalu ia berkata, “soal ak-”

“Aku bukan siapa-siapa kakak,” potong Embun.

Embun menatap kosong ke arah lantai apartemen. “Embun hanya parasit di kehidupan kak Sandy, seseorang yang bergantung pada orang lain,” lirihnya.

“Kamu gak-”

“Apakah parasit seperti Embun punya hak?” Tanya Embun seraya menatap Sandy sebentar.

Embun kembali memalingkan pandangannya. “Dari awal Embun cerai sama Jona, kak Sandy yang bantu Embun. Nemenin Embun sampai Embun lahiran, mengeluarkan banyak biaya untuk seorang parasit seperti aku.”

Rahang Sandy mengeras mendengar kalimat yang keluar dari mulut Embun.

“Emb-”

“Tentu aja gak punya hak, gak tau diri namanya.” Embun mengeluarkan semuanya tanpa berpikir panjang.

Embun tersenyum tipis, lalu ia menatap mata Sandy.

“Embun gak masalah kak Sandy berhubungan dengan siapa pun itu, itu hak kakak. Kalo emang suatu saat kakak harus fokus ke kehidupan kakak sendiri, dan harus melepaskan kita, lakukan itu.”

“Embun aku gak akan ngelakuin itu,” tolak Sandy dengan tegas.

Embun mengangguk. “Iya gak akan, seharusnya parasit lah yang harus sadar diri,” sahut Embun lalu bangkit dari duduknya.

“Pulang aja ya kak, jangan lupa tutup pintunya, selamat malam,” Finish Embun lalu meninggalkan Sandy yang masih berlutut dan menundukkan penuh penyesalan.

Embun memasuki kamarnya dengan cepat ia mengunci kamarnya.

Kaki Embun seketika melemah, dadanya terasa sesak, dan air matanya mengalir bebas membasahi pipinya.

“Iya Embun marah! Embun cemburu!” Jerit Embun.

Tangis Embun semakin menjadi-jadi. “Siapa yang gak marah kalo gini?”

Memang Embun belum sepenuhnya melupakan Jonathan, dan ia tidak akan melupakan Jonathan. Namun sekarang ia telah menemukan sosok pria yang baik, yang memperlakukan Embun layaknya ratu.

Dalam lubuk hati yang paling dalam, Embun memang masih menginginkan Jonathan kembali, namun kembali untuk Galaxy bukan untuk dirinya.

“Jona, Galaxy ada di sini. Bayi kamu, bayi laki-laki yang selalu kamu idam-idamkan setiap malam,” monolog Embun dengan air mata yang tidak berhenti mengalir.

Embun menatap Galaxy yang tertidur nyenyak di kasurnya, dadanya terasa sangat sakit.

“Kehadiran Galaxy, akan menjadi hidup bagi Jonathan,“lirihnya.

Embun meringkuk badannya, memeluk kedua kakinya. Ia menangis sejadi-jadinya.