.

Sudah hampir satu jam Jonathan menunggu Embun di luar apartemennya, Jonathan terus menerus mengecek chat yang ia kirim ke Embun, walaupun hanya dibaca oleh Embun.

“Ngapain lo kesini?” tanya Sandy yang baru saja tiba.

Jonathan tertawa kecil. “Seharusnya saya yang nanya kan? Ngapain kamu malam-malam ke apartemen wanita?”

Pertanyaan Jonathan membuat Sandy tertawa merendahkan Jonathan.

“Nyadar diri dong bro,” jawab Sandy tegas.

“Saya disini karena anak saya,” balas Jonathan dengan sombong.

Rahang Sandy mengeras, ia tidak bisa menahannya lagi.

Bugh

Sandy menonjok muka Jonathan tiba-tiba, membuat Jonathan hampir tersungkur.

“Lo gak malu? Tau diri Jonathan,” gertak Sandy. “Jangan sombong hanya karena hubungan darah.”

Ceklek

Suara pintu terbuka, menampakkan Embun yang berdiri tegap di sana, dengan kedua tangan yang ia lipat.

“Mau ngapain? Mau jadi jagoan di sini?” sarkas Embun.

“Boleh aku masuk Embun?” tanya Sandy meminta izin.

Embun mengangguk. “Biasanya juga langsung masuk kan kak,” jawab Embun.

Sandy senyum penuh kemenangan, ia bahkan senyum mengejek ke Jonathan sebelum masuk ke apartemen Embun.

“Mau ngapain Jo?”

Jonathan mengulurkan tangannya, menyerahkan paper bag yang berisikan mainan untuk Galaxy.

“Ini, buat Galaxy,” jawab Jonathan.

Embun melihat pinggir bibir Jonathan yang berdarah akibat tonjokan dari Sandy.

“Sebentar,” izin Embun, lalu ia kembali masuk ke apartemennya.

Embun keluar dengan sebuah plaster di tangannya.

“Ini, bisa pake sendiri kan?” tanya Embun seraya menyerahkan plaster tersebut.

Jonathan tersenyum dan mengangguk. “Bisa, terima kasih,” ucapnya.

“Terima kasih juga hadiahnya, tapi jangan sering-sering mainan Galaxy udah banyak, takutnya dia malah keasikan main,” balas Embun, seraya meraih paper bag yang ada di tangan Jonathan.

“Udah malam Jo, pulang gih, aku mau tidur. Kak Sandy juga mau aku suruh pulang, selamat malam Jonathan,” pamit Embun dengan segera masuk ke apartemennya.

“Emb-” belum sempat Jonathan menyelesaikan ucapannya, Embun benar-benar meninggalkannya sendiri di luar. “sekali lagi maaf.”