.
tw // Suicide , self harm , blood
“FITO!” Bunda berteriak dengan sangat kuat, ketika melihat Fito yang sudah terbaring lemah.
Dengan kondisi tangan yang penuh dengan goresan pisau dan berlumuran darah.
Dengan segera bunda berusaha memangku kepala Fito. Fito masih sadar, namun lemah akibat darah yang tidak berhenti keluar.
Fito baru saja mencoba untuk bunuh diri. Hari ini udah seminggu semenjak kecelakaan dirinya dengan sang ayah, yang membuat Fito lumpuh.
Kecelakaan besar itu terjadi karena Fito yang berusaha mengejar sang ayah yang berusaha lari dari kejaran polisi, karena tertangkap menjadi pengedar narboka selama lima tahun berturut-turut.
Begitu banyak masalah yang Fito hadapi, pacarnya yang meninggalkan dirinya saat mengetahui kondisi dirinya yang sekarang lumpuh. Dan juga ejekan dari warga setempat karena menjadi anak dari seorang bandar sekaligus pengedar narkoba.
Fito membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit berwarna putih, dan juga bau obat dimana-mana.
Dirinya menoleh dan mendapatkan sang bunda yang sedang menangis di sampingnya.
“Bun,” panggil Fito lemah.
“Fito?”
“Dokter, dokt—”
“Bun, Fito mau ngomong,” potong Fito kepada sang bunda yang sedang memanggil dokter.
“Apa nak?”
“Kenapa bunda tolong Fito? Fito udah gak sanggup bun, biarin Fito pergi,” lirihnya.
Bunda menggeleng kuat. “Jangan, jangan tinggalin bunda nak.” Bunda kembali menangis.
“Fito udah gak kuat bun!”
“Kasih bunda waktu ya? Kasih bunda waktu untuk buat kamu bahagia, dan keluar dari semua penderitaan ini, kita berjuang sama-sama ya nak?” Ucap bunda meyakinkan Fito.
Fito terdiam sejenak. “Fito akan menghitungnya ya bun?”
“Sampai sepuluh.”
Bunda terdiam, tidak tau untuk menjawab apa.
“Angka sepuluh yang akan bertambah cepat atau lambat. Jika sudah sampai sepuluh dan Fito masih merasakan hal yang sama—” Fito menoleh menatap sang bunda, dan tersenyum.
“Biarkan Fito memilih antara hidup—”
“Atau mati.”