who are you -2
tw // gun , knife tw // pembunuhan
“Hai, I'm Travist,” sapa Trvaist. “Welcome.”
“Where is, John?” tanya Ir-002 penarasan.
Bukannya menjawab, Travist mengacuhkan pertanyaan dari Ir-002, ia mengangkat tangan kanannya dan memberi kode dengan dua jarinya kepada para agent regulr lainnya.
Paham dengan kode yang diberikan Travist, segera keenam agent lainnya bergerak dan berdiri tepat di depan agent irregular.
Satu persaatu dari mereka menyerahkan sebuah alat yang ada ditangannya. Di mulai dari Simone menerahkan sebuah pistol ke Ir-001, Yuki yang sama menyerahkan sebuah pistol ke Ir-002. Berbeda dengan mereka, Raymon yang ada dihadapan Ir-003 menyerahkan dua pisau kepadanya.
Dilanjut oleh Jeremy yang menyerahkan sebuah buku tebal kepada Ir-004. Lalu Javas menyerahkan sebuah laptop kepada Ir-005. Terakhir Mark menyerahkan dua jarum suntik kepada Ir-006.
Setelah memberikan barang-barang tersebut, para agent regular kembali ketempatnya semula. Meninggalkan para agent irregular yang sedang kebingungan.
“Sama seperti tadi, kalian hanya harus menunjukkan keahlian kalian. Sangat mudah, kan?” kata Travist dengan sebuah seringai di bibirnya.
Tak ada jawaban dari para agent irregular, mereka seperti merasakan satu hal aneh akan terjadi.
“Bawa umpannya kemari,” perintah Travist entah kepada siapa.
Yuki, Raymond dan Marke melangkah mengikuti perintah Travist, lalu mereka kembali dengan membawa tiga orang yang sudah tertutupi kepalanya.
Ir-002 menatap keheranan dan bertnya-tanya apa yang harus mereka lakukan sekarang.
“Open,” titah Travist.
Segera ketiga agent regular tadi membukakan kain penutup tersebut. Dihadapan agent Yuki ada seorang laki-laki muda dengan pakaian yang cukup rapi.
“Laki-laki muda yang terlilit hutang, selingkuh, mentelantarkan istri, namanya Arga,” ucap Travist memperkenalkan laki-laki itu.
“Ir-001 dan Ir-002.” Baik Ir-001 dan Ir-002 sama-sama terkejut saat code nama mereka dipanggil. “Atau Drake and Lucy, nama kalian jika berhasil,” sambungnya.
Ir-002 atau yang mulai sekarang akan dipanggil dengan nama Lucy, kini menjadi lebih gugup daripada sebelumnya, begitu juga dengan Drake, namun laki-laki itu berusaha untuk tidak menunjukkan kegugupannya.
“Salah satu dari kalian memegang pistol palsu dan lainnya memegang pistol aslli. Dalam hitungan ke tiga, arahkan pistol asli ke laki-laki yang ada di hadapan kalian.”
Yuki dengan segera beranjak menjauh dari sana.
“Dan yang memegang pistol palsu, arahkan ke salah satu dari kalian, good luck.”
Keempat agent lainnya menatatp khawati kepada Lucy dan Drake, hanya itu yang bisa mereka lakukan.
“Satu.”
Tangan Lucy bergetar, Drake yang juga belum berani mengangkat pistol di tangannya.
“Dua.”
Drake mengangkat pistol miliknya kearah laki-laki bernama Arga. Hal itu membuat Lucy tertegun, ia belum yakin dengan pistol yang ia pegang sekarang.
“Tiga.”
Hitungan Travist telah berakahir, mau tak mau Lucy harus mengarahkan pistolnya ke Drake.
“Shoot!” perintah Travist kemudian.
Dor...
Keduanya sama-sama menarik pelatuk secara bersamaan, Lucy hanya bisa memejamkan matanya sekarang dan belum berani melihat hasilnya.
“Open your eyes,” kata Drake menandakan dirinya selamat dan mereka berhasil.
Lucy segera membuka matanya, ia menghela nafas kasar, kakiknya pun terasa lemas.
“Tumben gak percaya diri?” tanya Drake yang hanya disahut gelengan oleh Lucy.
“Good job,” puji Travist.
“Next, open,” titahnya lagi.
Raymond membuka kain penutup kepala orang yang ada dihadapannya.
“Pengemis muda yang menipu orang dengan berpura-pura lumpuh, agar semua orang bersimpati kepadanya,” ucap Travist memperkenalkan pengemis pria yang ada dihadapan Raymond.
“Tugas kamu Ir-003,” katanya membuat Ir-003 tersentak. “Jikalau berhasil akan hidup sebegai Hugo, your name,” sambungnya.
Ir-003 atau yang sekarang bernama Hugo tertegun mendengar hal itu.
“Di tangan kamu sudah ada dua pisau, seperti sebelumnya ada satu yang palsu dan satu yang asli, gunakan satu pisau asli untuk membunuh pengemis yang sedang berlutut dihadapan kamu, dan yang satunya serahkan kepada agent Raymond untuk menusuk tubuh kamu.”
Hugo memperhatikan dua pisau yang ada ditangannya, pisau itu terlihat sangat beda dari yang sebelumnya, sangat susah untuk seorang Hugo membedakannya.
“Sudah?” tanya Travist memastikan Hugo telah memilih pilihannya.
Dengan langkah pasti Hugo berjakan menuju Raymond untuk menyerahkan pisau yang kemungkinan akan membunuh dirinya.
“Tunggu!” suara Lucy dengan lantang menahan langkah Hugo.
“Ya, ada apa agent Lucy?” tanya Travist.
“Tidak ada peraturan untuk tidak saling membantu, kan? Jadi gue bisa ngebantu Hugo dan gue juga bisa berkorban buat Hugo?” tanya Lucy membuat semua agent menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
“Lucy!” pekik Hugo tidak terima.
“Ya, kamu bisa,” jawab Travis tegas.
Lucy melangkah menghampiri Hugo. “Not that,” katanya menunjuk pisau yang ada di tangan kanan Hugo. “Itu palsu trust me, gue yang bakalan menyerahkan diri ke mereka.”
“Lo mau jadi pahlawan?”
“Tepatnya gue mau jadi teman yang baik.” Tanpa menunggu persetujuan dari Hugo, Lucy merebut pisau yang ada di tangan kanan Hugo, lalu segera menyerahkannya ke Raymond.
“One.” Travist mulai berhitung yang membuat Hugo mau tidak mau menggunakan pisau yang ada di tangan kirinya, pisau yang seharusnya ia serahkan kepada Raymond.
“Two.”
Hugo semakin mendekat.
“Three, kill.”
“Nak, saya mohon jangan bunuh saya, saya janji akan bertaubat.”
“Kill.”
Dengan perasaan campur aduk Hugo menancapkan pisau itu di perut pengemis yang ada dihadapannya, dan benar saja pisau itu asli. Jika tanpa Lucy maka dirinya sudah menajdi mayat di tangan Raymond.
“Good Job, team work yang bagus,” puji Travis seraya bertepuk tangan.
“Thanks.” Hugo mengucapkan terima kasih kepada Lucy sesampainya mereka di tempat semulai.
“Ya.”
Berlanjut kepada I-004 dan Ir-005 yang mendapatkan tugas bersama.
“Willie and Aldrict, tugas kalian adalah melunakkan bom yang ada di gedung yang tidak jauh dari sini.” Tangan Travist mengode kepada agent Mark yang ada di belakangnya.
Mark dengan segera menampilkan sebuah cuplikan langsung yang ada di layar di hadapan agent irregular.
“Ada satu orang yang akan kalian selamatkan, the agent bukan hanya tentang membunuh, tapi juga menyelamatkan mereka yang harus di selamatkan. Dengan menghidupkan laptop itu maka kamu akan menyelamatkan satu nyawa,” ucapnya.
Segera Aldrict duduk di lantai dan menghidupkan laptop yang ada di tangannya sedari tadi.
“Sial,” umpat Aldrict.
“Namun langkah-langkahnya harus dengan bantuan Willie, buka buku yang ada di tangan kamu dan selamatkan orang itu.”
Willie bergabung dengan Aldrict, ia sedikit terkejut dengan isi dari bukunya.
“Sial ini bahasa apa?” tanya Willie kebingungan.
“Lo gak tau, Wil?”
“I know, tapi.” Tangan Willie sedikit bergetar saat hendak membuka lembar per lembar dari buku itu.
Aldrict dengan cepat menahan tangan Willie lalu berkata, “Relax.”
Mereka mulai saling bekerja sama, namun tiba-tiba Javas dan Jeremy berdiri di belakang mereka, sedangkan Raymond, Yuki, Simone dan mark menarik tubuh keempat agent irregular lainnya menjauh dari sana.
Javas dan Jeremy menodong pistol di belakang mereka.
“Apa maksud kalian?” tanya Lucy tidak terima diperlakukan seperti ini. “Jawab bajingan!' Lucy berteriak.
“The agent merupakan perkumpulan agent-agent yang berkompetensi dan bertanggung jawab, jika gagal maka lebih bik mati,” jawab Travist dengan santai.
“Kalo mereka gagal, mereka akan dibunuh,” bisik Drake ke Lucy.
Lucy mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya secara diam-diam namun hal itu disadari oleh Drake. Segera Drake menahan tangan Lucy.
“Percaya mereka.”
Waktu sudah berjalan cukup lama, namun Aldrict dan Willie belum juga berhasil menjinakkan bom itu, menurut Aldrict itu suatu hal yang sangat mustahil, namun ia tetap berusaha.
“Three.” Travis menghitung mundur.
Lucy sudah bersiap dengan pisau lipatnya jika terjadi apa-apa dengan Aldrict dan Willie.
“Two.”
“Thr-”
“Done!” Aldrict berteriak saat Javs dan Jeremy sudah menarik pelatuk pistol mereka.
Segera Jeremy mengecek hal tersebun, lalu ia menoleh menatap Travist.
“Done,” lapornya memastikan itu benar-benar sudah berhasil.
Willie yang tadinya hampir menangis kini berhasil meloloskan air matanya.
“Good job,” puji Aldrict seraya menepuk punggung gadis itu pelan agar merasa tenang.
Terakhir, giliran Ir-006 yang diberi nama Kenneth oleh Travist. Ia harus menyuntikan satu racun kepada seorang gadis yang ada dihadapannya dan menyuntikan satu cairan biasa kepada agent irregular.
“Gadis itu gak bersalah, dan kenapa gue harus melakukan itu ke agent yang lain?” tanya Kenneth tidak terima dengan tugas yang ia terima.
“Agent akan berada di posisi ini kelak, menyelamatkan teman atau membunuh orang yang tidak ia kenal, atau sebaliknya. Tunjukan kesetiaanmu, Kenneth,” jawab Travist masih dengan seringai liciknya.
“Pilih salah satu dari kelima agent yang akan kamu suntikan cairan itu.”
Kenneth ragu bahkan untuk menatap agent lainpun ia enggan.
“Gue bak-”
“Biar gue aja,” ucap Drake mengajukan diri.
“No,” tolak Kenneth tegas.
“Do it.”
“One.” lagi-lagi Travist mulai menghitung.
“Two.”
“Do it, Ken!” suruh Drake dengan tegas.
Tidak ada pilihan lain, Kenneth segera melangkah dan menancapkan sebuah suntikan ke gadis yang tidak bersalah di hadapannya.
“Sorry,” lirihnya merasa sangat bersalah.
Belum ada reaksi apapun dari gadis itu, kini tinggal satu suntikan di tangannya dan ia harus menyuntikan itu ke Drake.
“Drake.”
“Gue udah siap mati, Ken.”
“No.”
Drake menarik tangan Ken yang memegang suntikan, lalu ia menancapkan suntikan itu di lengannya.
“Arghh!” Itu bukan suara teriakan dari Drake, melainkan suara dari gadis tidak bersalah tadi.
Kenneth berhasil walaupun harus membunuh gadis yang tidak bersalah.
“Good job, agent!” Travist menepukkan tangannya dan memberikan senyuman kepada para agent irregular.
“All done, boss.”
Agent irregular saling melempar tatapan satu sama lain, merasa heran dengan yang baru saja Travist katakan.
“Good Job,” ucap pria tiba-tiba sudah berada di belakang para agent irregular. Pria itu berjalan dan berdiri berhadapan dengan para agent irregular.
“Hai, I'm John.” Pria itu mempeerkenalkan diri sebagai John atau Johnny. John yang suaranya selalu mereka dengar dan sangat menjengkelkan. Dibalik itu ternyata adalah seorang pria dengan badan besar, gagah, kekar dan mmepunyai parasa yang sangat tampan. Ada satu yang berbeda darinya yaitu aura pemimpin yang sangat kuat.
“Drake, Lucy, Hugo, Willie, Aldrict, Kenneth.” Johnny tersenyum. “Welcome to the agent.”