#.
“Ayah, Ran mau ketemu Fito.”
Flashback on
Setelah melihat tweet-an terakhir Ran, Fito tersadar dan mengetahui dimana Ran sekarang.
Dirinya dengan segera memberitahukan keberadaan Ran ke Maraka.
Tanpa berpikir panjang Fito mendorong roda, kursi rodanya menuju tempat tersebut.
Seorang gadis kecil yang sedang berdiri tepat di depan toko cake, di samping supermarket yang pernah ia datangi dengan sahabat pertamanya.
Gadis kecil itu adalah Ran, sedari tadi ia berada di sana seraya melihat jam yang terus berjalan di handphonenya.
Jam di handphone Dan menunjukkan pukul dua belas pas, menandakan pergantian hari baru saja di mulai.
Ran tersenyum tipis, menatap ke sebuah cake yang ada di depannya, cake yang di batasi oleh kaca toko.
Ran memejamkan kedua matanya, tidak lupa ia mengepalkan kedua tangannya.
“Hari ini ulang tahun Ran, terima kasih Tuhan, karena Ran sudah bertahan sejauh ini— hari ini hari ulang tahun Ran untuk yang terakhir kalinya.” Ran menjeda ucapannya.
“Maaf Tuhan— Ran sudah tidak sanggup, Ran ingin menyudahi ini semua.”
Ran kembali membuka matanya, ia masih tersenyum menatap cake tersebut.
“Terima kasih, untuk yang pertama kalinya Ran merayakan ulang tahun, dan untuk yang terakhir kalinya.”
Ran membalikkan tubuhnya menghadap jalanan Raya.
“Ran!”
Suara teriakan dari seseorang yang sangat ia kenal.
Ran dapat melihat Fito dari seberang jalan. Fito sedang mendorong kursi rodanya menyebrangi jalanan.
Ran terdiam, sebelum sorot matanya melihat sebuah mobil yang melaju sangat kencang.
“Fito!”
Ran berlari menghampiri Fito, mobil itu terus melaju dengan sangat kencang.
Brak
Ran gagal menyelamatkan Fito, dan dirinya sendiri.
Kini keduanya terbaring lemah di jalanan, dengan darah yang terus keluar dari kepala mereka.
Ran menatap lemah ke arah Fito yang tidak jauh darinya, tangannya bergerak lemah berusaha membantu Fito, walaupun keadaannya juga sangat-sangat kacau.
Ran dapat melihat mata Fito yang sudah tertutup dengan rapat. Ran hendak berdiri, namun ia tidak bisa, tubuhnya sangat lemah. Ran juga merasakan sakit yang amat sangat di sekujur tubuhnya.
Bulir air mata terjatuh dari ujung mata Ran, ia berusaha keras menggapai Fito, sampai tiba-tiba tubuhnya sama sekali tidak bisa digerakkan.
Penglihatan Ran samar-samar, ia hanya bisa melihat sekumpulan orang yang sedang mengelilingi dirinya dan juga Fito.
Ran sangat ingin meminta tolong, namun mulutnya terasa sangat berat, sampai akhirnya mata Ran terpejam sempurna.
Flashback off
Ran dibantu oleh sang ayah yang kini sedang mendorong kursi rodanya.
Johnny menuruti permintaan sang putri yang ingin menemui Fito.
Kini Johnny memberhentikan kursi roda Ran di depan sebuah ruangan yang tidak jauh dari ruangan Ran.
Setelah mengetuk pintu, Johnny membuka pintu ruangan tersebut. Memperlihatkan Fito yang sedang terbaring lemah, ditemani oleh sang bunda.
Johnny kembali mendorong kursi roda sang putri memasuki ruangan tersebut.
“Ran ....” Bunda tersenyum saat melihat Ran, ia senang melihat Ran baik-baik saja.
“Bunda,” sahut Ran.
Tangan Ran bergerak meraba-raba, bunda dengan cepat meraih tangan Ran.
“Bunda di sini nak— Fito juga,” ucap bunda pelan.
“Fito? Ran mau ketemu Fito,” jawab Ran bersemangat.
Bunda menatap ke arah Johnny meminta izin mengambil alih kursi roda Ran.
Setelah mendapatkan izin, bunda mendorong kursi roda Ran mendekati tempat tidur Fito.
Dengan mata sayu Fito terus menatap gadis kecil itu. Air matanya terus mengalir dari ujung mata.
Fito memang sudah tersadar dari tadi, namun kondisinya sangat lemah.
Bahkan ia dibantu oleh Nonrebreathing oxygen face mask, untuk bernafas.
Tangan Ran meraba-raba bebas, ia sangat ingin menggenggam tangan Fito sekarang.
“Fito dimana?” tanya Ran cepat.
Fito menggerakkan tangannya lemah, ia berhasil menggenggam tangan Ran.
“Di sini,” jawab Fito.
Ran tersenyum lega. “Fito baik-baik aja kan?”
Fito mengangguk lemah. “Iya Ran,” jawabnya pelan.
Ran mengusap pelan tangan Fito. “Ran minta maaf ya Fito.” Ran tiba-tiba menangis.
Fito terdiam, ia berpikir sejenak kenapa gadis itu meminta maaf.
“Maaf, Ran gak bisa jadi kaki Fito sekarang— kaki Ran juga gak bisa jalan.”
Fito tersenyum tipis, ia tidak menyangkal bahkan dengan kondisi seperti ini gadis kecil itu masih memikirkan hal itu.
“Iya Ran, gapapa.”
“Fito.”
“Iya Ran?”
Fito dapat mendengar suara sesegukan Ran, ia juga melihat air mata Ran yang mengalir melalui sela-sela perban di mata gadis itu.
“Ayah udah sayang Ran, sekarang ayah udah gak benci Ran— karena mata Ran udah gak bisa dilihat lagi.” Gadis kecil itu melaporkan kepada Fito.
“Ran bahagia banget,” ucapnya dengan semangat.
Fito tersenyum lebar walaupun matanya terus mengeluarkan air.
“Aku juga bahagia kalo kamu bahagia,” balas Fito berusaha untuk bersemangat.
“Tapi Fito—”
“Iya Ran?”
“Fito gak malu kan punya sahabat buta nanti?”
Fito terdiam, apa yang harus ia jawab? Ia berpikir kenapa dirinya harus malu, disaat gadis kecil yang bertanya pertanyaan itu menerima dirinya apa adanya.
“Sama sekali enggak,” jawab Fito tulus.
Keduanya saling melemparkan senyuman, Fito dapat melihat senyum cerah Ran yang sering ia lihat, namun tidak bagi Ran, kini ia tidak dapat melihat senyuman Fito lagi.
*Keduanya telah berhasil mencapai titik terbahagia.**