.
“Yeayy habis susunya,” seru Embun ketika Galaxy baru saja menghabiskan asi yang sudah ia pompa sebelumnya.
“Pinter anak om papa,” puji Sandy seraya mengusap lembut kepala Galaxy.
Embun tersenyum bahagia melihat Sandy yang sangat menyayangi anaknya.
“Oh ya kak, Embun mau deh nanti Galaxy dipanggil abang, bukan Gala atau Galaxy.”
Sandy menatap mata Embun. “Kenapa gitu?” tanya Sandy.
“Ya kalo sama kita tuh panggilnya abang aja, kalo sama orang yang baru dikenal, baru deh pake nama,” jawab Embun.
Sebenarnya tidak masalah bagi Sandy, apapun keputusan Embun, itu semua hak dirinya terhadap anaknya. Namun disisi lain Sandy merasa senang karena merasa dihargai layaknya ayah dari Galaxy.
Sandy mengangguk setuju. “Boleh, abang tidur lagi hm?”
Embun tertawa ketika melihat Galaxy tertidur di pangkuannya.
“Ah iya, berarti kalo dipanggil abang, harus ada adek dong?” Tanya Sandy.
Pertanyaan dari Sandy membuat Embun malu dan salting. “Kan gak harus kak,” sanggahnya.
Sandy terkekeh, mengacak-acak rambut Embun gemas. “Gemes banget mukanya udah kayak tomat,” goda Sandy.
“Ihhhh apasih kak!” Kesal Embun.
Sandy merasa senang ketika ia berhasil membuat Embun malu atas godaannya. Mungkin itu akan menjadi hobi baru bagi dirinya.
“Habis ini mau kemana lagi Bun?” Tanya Sandy.
Embun tersentak karena mendengar Sandy memanggil dirinya dengan Bun namun Embun berusaha positif mungkin singkatan dari Embun.
“Eumm kemana aja boleh,” jawab Embun.
Sandy mengangguk paham, untung saja Embun tidak menjawab dengan kata terserah, bisa habis dirinya.
“Aku bawa ke pelaminan mau?”
Pertanyaan tersebut berhasil membuat Embun misuh-misuh sampai akhirnya Galaxy terbangun dan menangis, bukannya merasa bersalah Sandy malah tertawa puas karena lagi-lagi berhasil menggoda Embun.