Panglimakun

Gue udah rapi dengan sleeping robe yang udah terpasang rapi di tubuh gue.

“Arghhh hari yang panjang saatnya tidur,” monolog gue seraya menjatuhkan badan ke kasur.

Gue tidur membelakangi pintu masuk kamar gue. Perlahan gue memejamkan mata, namun tiba-tiba gue tersentak karena pintu kamar gue yang di buka seseorang.

“Johnny ! Kamu buat aku kaget tau,” Ucap gue, karena gue emang bener-bener kaget. Seingetnya gue udah ngunci pintu kamar.

Gue terduduk di kasur, namun gue rada bingung sama gerak-gerik Johnny. Setelah mengunci kembali kamar gue, dia segera menghampiri gue.

Johnny narik kaki gue, membuat badan gue jatuh ke kasur. Dan dia juga naik ke kasur gue, dengan cepat gue tidur membelakangi dia.

“Kenapa belakangi aku?” Tanya dia dengan nada sedikit kecewa.

Jantung gue tiba-tiba berdegup dengan kencang. Karena Johnny yang tiba-tiba meluk gue dari belakang.

“Kenapa gak tidur sih Jo?”

Bukannya ngejawab Johnny malah narik badan gue semakin dekat dengan dia sehingga tidak ada space lagi di antara kita.

Gue dapat merasakan nafas Johnny membentur di tekuk gue.

“Besok Haechan bakalan ngambil kamu,” lapornya seakan-akan gak terima gue bakalan ngabisin waktu sama Haechan besok.

Gue sedikit terkekeh. “Terus kenapa Jo?”

Gue gak mendengar respon dari Johnny, ia sedang asyik mengecup bahu gue sampe ke leher samping gue berkali-kali.

Dan tangan Johnny juga gak diem di tempat, tangannya mulai ngebuka tali sleeping robe gue.

“Jo!” Protes gue ketika Johnny berhasil ngebuka tali sleeping robe yang gue pakai.

Tangan Johnny perlahan mengusap perut gue sampe menjalar ke Sensitive area gue. Perlahan dia mengusap Miss v gue dari luar panty.

Badan gue seketika menegang, gue kehilangan kewarasan gue saat ini juga.

“Maka dari itu aku harus menghabiskan waktu malam ini bersama kamu kitten,” Jawabnya dengan nafas yang ngebentur di leher gue.

Gue menggigit bibir bawah berusaha menahan agar gue gak ngedesah.

Namun sial, Johnny Suh bangsat. Tangan dia masuk ke dalam panty gue, dan gue dapat merasakan tangannya mengusap Miss v gue dari dalem panty.

“Jo..” rintih gue ingin memprotes namun kedengarannya seperti desahan. Johnny Suh!

Gue dapat mendengar Johnny tertawa. The real devil Johnny Suh.

Dengan seribu keberanian gue memberanikan diri untuk membalikkan badan, agar Johnny menghentikan aksinya itu.

“Stop Jo, kalo Haechan tau gimana?” Protes gue ketika berhasil membalikkan badan.

“Oh hi pretty,” sapanya dengan mata melihat tubuh gue yang hanya terbalut bra dan panty.

Johnny dengan cepat mengubah posisi menjadi di atas gue. Fuck, gue gabisa nafas sekarang.

Kedua tangan Johnny di jadikan tumpuan menahan tubuhnya.

“Wanna work out?” Ajak Johnny.

Gila, seketika gue merinding. “Work out, olahraga di ruangan olahraga?” Tanya gue seakan-akan gak tau ajakan dia.

Johnny mendekatkan wajahnya ke gue. “No kitten, another work out,” Imbuhnya lalu dengan cepat ia menyerang bibir gue.

Johnny nyerang bibir gue seakan-akan sedang memakan gue. Gue bisa merasakan nafsu di ciuman itu, tangannya ia gunakan untuk menahan kedua tangan gue yang ada di sebelah kepala gue.

Perlahan gue terbuai dengan permainan dia. Gue sedikit panik, because i almost turn on!

Johnny dengan bebas menjelajah bibir gue, sekali-kali ia menggigit bibir bawah gue. Tangan kirinya ia lepas mencengkram tangan gue.

Tangan itu ia gunakan untuk mengelus Breast gue dari luar bra.

Gue mengeluh karena sentuhan dia, namun tertahan dengan ciuman Johnny.

Fuck, gue gak munafik, gue menikmati setiap sentuhan yang di berikan oleh Johnny.

Ia melepas ciumannya, lalu menempelkan dahinya di dahi gue. Dengan nafas kita yang masih terengah-engah, gue tersenyum ke arah dia.

“Please,” Jawab gue untuk ajakan dia tadi.

Johnny tersenyum penuh kemenangan.

“My pleasure Bella, aku akan membuat kamu tidak akan melupakan malam yang panjang ini,” Sahut dia dengan smirk di bibirnya.

Tangan kiri Johnny menjalar ke perut gue, lalu perlahan tangan sialan itu masuk ke dalam panty gue bersamaan dengan bibirnya yang menjilat telinga gue.

Fuck.... I cant'..... Please don't stop....

“Fuck!” Umpat gue, gue mendongakkan kepala ketika Johnny berhasil memasukkan kedua jarinya di Sensitive area gue.

Johnny tertawa mendengar umpatan gue. “You love it kitten?” Tanyanya dengan nada rendah tepat di telinga gue.

Johnny mengecup leher gue, dengan jari-jari sialan itu yang bergerak bebas di sensitive area gue.

Gue menggeliat dan mendesah gak kauran karena dia. “ I love you Bella,” ungkapnya dengan jari-jari yang bergerak semakin cepat.

Gue menggigit bibir bawah gue berusaha menahan moan “harder kitten,” katanya dengan nada rendah membuat gue merinding. Gue melepas moan, gue udah gak peduli. Kutuk gue sekarang juga, gue mau menikmati semua sentuhan dari Johnny.

“Good girl,” pujinya ketika mendengar moan gue dengan jari-jari yang masih bergerak di bawah sana. “I love you so much Bella,” sambungnya sebelum menjatuhkan bibirnya kembali ke bibir gue.

Gue udah rapi dengan sleeping robe yang udah terpasang rapi di tubuh gue.

“Arghhh hari yang panjang saatnya tidur,” monolog gue seraya menjatuhkan badan ke kasur.

Gue tidur membelakangi pintu masuk kamar gue. Perlahan gue memejamkan mata, namun tiba-tiba gue tersentak karena pintu kamar gue yang di buka seseorang.

“Johnny ! Kamu buat aku kaget tau,” Ucap gue, karena gue emang bener-bener kaget. Seingetnya gue udah ngunci pintu kamar.

Gue terduduk di kasur, namun gue rada bingung sama gerak-gerik Johnny. Setelah mengunci kembali kamar gue, dia segera menghampiri gue.

Johnny narik kaki gue, membuat badan gue jatuh ke kasur. Dan dia juga naik ke kasur gue, dengan cepat gue tidur membelakangi dia.

“Kenapa belakangi aku?” Tanya dia dengan nada sedikit kecewa.

Jantung gue tiba-tiba berdegup dengan kencang. Karena Johnny yang tiba-tiba meluk gue dari belakang.

“Kenapa gak tidur sih Jo?”

Bukannya ngejawab Johnny malah narik badan gue semakin dekat dengan dia sehingga tidak ada space lagi di antara kita.

Gue dapat merasakan nafas Johnny membentur di tekuk gue.

“Besok Haechan bakalan ngambil kamu,” lapornya seakan-akan gak terima gue bakalan ngabisin waktu sama Haechan besok.

Gue sedikit terkekeh. “Terus kenapa Jo?”

Gue gak mendengar respon dari Johnny, ia sedang asyik mengecup bahu gue sampe ke leher samping gue berkali-kali.

Dan tangan Johnny juga gak diem di tempat, tangannya mulai ngebuka tali sleeping robe gue.

“Jo!” Protes gue ketika Johnny berhasil ngebuka tali sleeping robe yang gue pakai.

Tangan Johnny perlahan mengusap perut gue sampe menjalar ke Sensitive area gue. Perlahan dia mengusap Miss v gue dari luar panty.

Badan gue seketika menegang, gue kehilangan kewarasan gue saat ini juga.

“Maka dari itu aku harus menghabiskan waktu malam ini bersama kamu kitten,” Jawabnya dengan nafas yang ngebentur di leher gue.

Gue menggigit bibir bawah berusaha menahan agar gue gak ngedesah.

Namun sial, Johnny Suh bangsat. Tangan dia masuk ke dalam panty gue, dan gue dapat merasakan tangannya mengusap Miss v gue dari dalem panty.

“Jo..” rintih gue ingin memprotes namun kedengarannya seperti desahan. Johnny Suh!

Gue dapat mendengar Johnny tertawa. The real devil Johnny Suh.

Dengan seribu keberanian gue memberanikan diri untuk membalikkan badan, agar Johnny menghentikan aksinya itu.

“Stop Jo, kalo Haechan tau gimana?” Protes gue ketika berhasil membalikkan badan.

“Oh hi pretty,” sapanya dengan mata melihat tubuh gue yang hanya terbalut bra dan panty.

Johnny dengan cepat mengubah posisi menjadi di atas gue. Fuck, gue gabisa nafas sekarang.

Kedua tangan Johnny di jadikan tumpuan menahan tubuhnya.

“Wanna work out?” Ajak Johnny.

Gila, seketika gue merinding. “Work out, olahraga di ruangan olahraga?” Tanya gue seakan-akan gak tau ajakan dia.

Johnny mendekatkan wajahnya ke gue. “No kitten, another work out,” Imbuhnya lalu dengan cepat ia menyerang bibir gue.

Johnny nyerang bibir gue seakan-akan sedang memakan gue. Gue bisa merasakan nafsu di ciuman itu, tangannya ia gunakan untuk menahan kedua tangan gue yang ada di sebelah kepala gue.

Perlahan gue terbuai dengan permainan dia. Gue sedikit panik, because i almost turn on!

Johnny dengan bebas menjelajah bibir gue, sekali-kali ia menggigit bibir bawah gue. Tangan kirinya ia lepas mencengkram tangan gue.

Tangan itu ia gunakan untuk mengelus Breast gue dari luar bra.

Gue mengeluh karena sentuhan dia, namun tertahan dengan ciuman Johnny.

Fuck, gue gak munafik, gue menikmati setiap sentuhan yang di berikan oleh Johnny.

Ia melepas ciumannya, lalu menempelkan dahinya di dahi gue. Dengan nafas kita yang masih terengah-engah, gue tersenyum ke arah dia.

“Please,” Jawab gue untuk ajakan dia tadi.

Johnny tersenyum penuh kemenangan.

“My pleasure Bella, aku akan membuat kamu tidak akan melupakan malam yang panjang ini,” Sahut dia dengan smirk di bibirnya.

Tangan kiri Johnny menjalar ke perut gue, lalu perlahan tangan sialan itu masuk ke dalam panty gue bersamaan dengan bibirnya yang menjilat telinga gue.

Fuck.... I cant'..... Please don't stop....

“Fuck!” Umpat gue, gue mendongakkan kepala ketika Johnny berhasil memasukkan kedua jarinya di Sensitive area gue.

Johnny tertawa mendengar umpatan gue. “You love it kitten?” Tanyanya dengan nada rendah tepat di telinga gue.

Johnny mengecup leher gue, dengan jari-jari sialan itu yang bergerak bebas di sensitive area gue.

Gue menggeliat dan mendesah gak kauran karena dia. “ I love you Bella,” ungkapnya dengan jari-jari yang bergerak semakin cepat.

Gue menggigit bibir bawah gue berusaha menahan moan “harder kitten,” katanya dengan nada rendah membuat gue merinding. Gue melepas moan, gue udah gak peduli. Kutuk gue sekarang juga, gue mau menikmati semua sentuhan dari Johnny.

“Good girl,” pujinya ketika mendengar moan gue dengan jari-jari yang masih bergerak di bawah sana. “I love you so much Bella,” sambungnya sebelum menjatuhkan bibirnya kembali ke bibir gue.

Gue udah rapi dengan sleeping robe yang udah terpasang rapi di tubuh gue.

“Arghhh hari yang panjang saatnya tidur,” monolog gue seraya menjatuhkan badan ke kasur.

Gue tidur membelakangi pintu masuk kamar gue. Perlahan gue memejamkan mata, namun tiba-tiba gue tersentak karena pintu kamar gue yang di buka seseorang.

“Johnny ! Kamu buat aku kaget tau,” Ucap gue, karena gue emang bener-bener kaget. Seingetnya gue udah ngunci pintu kamar.

Gue terduduk di kasur, namun gue rada bingung sama gerak-gerik Johnny. Setelah mengunci kembali kamar gue, dia segera menghampiri gue.

Johnny narik kaki gue, membuat badan gue jatuh ke kasur. Dan dia juga naik ke kasur gue, dengan cepat gue tidur membelakangi dia.

“Kenapa belakangi aku?” Tanya dia dengan nada sedikit kecewa.

Jantung gue tiba-tiba berdegup dengan kencang. Karena Johnny yang tiba-tiba meluk gue dari belakang.

“Kenapa gak tidur sih Jo?”

Bukannya ngejawab Johnny malah narik badan gue semakin dekat dengan dia sehingga tidak ada space lagi di antara kita.

Gue dapat merasakan nafas Johnny membentur di tekuk gue.

“Besok Haechan bakalan ngambil kamu,” lapornya seakan-akan gak terima gue bakalan ngabisin waktu sama Haechan besok.

Gue sedikit terkekeh. “Terus kenapa Jo?”

Gue gak mendengar respon dari Johnny, ia sedang asyik mengecup bahu gue sampe ke leher samping gue berkali-kali.

Dan tangan Johnny juga gak diem di tempat, tangannya mulai ngebuka tali sleeping robe gue.

“Jo!” Protes gue ketika Johnny berhasil ngebuka tali sleeping robe yang gue pakai.

Tangan Johnny perlahan mengusap perut gue sampe menjalar ke Sensitive area gue. Perlahan dia mengusap Miss v gue dari luar panty.

Badan gue seketika menegang, gue kehilangan kewarasan gue saat ini juga.

“Maka dari itu aku harus menghabiskan waktu malam ini bersama kamu kitten,” Jawabnya dengan nafas yang ngebentur di leher gue.

Gue menggigit bibir bawah berusaha menahan agar gue gak ngedesah.

Namun sial, Johnny Suh bangsat. Tangan dia masuk ke dalam panty gue, dan gue dapat merasakan tangannya mengusap Miss v gue dari dalem panty.

“Jo..” rintih gue ingin memprotes namun kedengarannya seperti desahan. Johnny Suh!

Gue dapat mendengar Johnny tertawa. The real devil Johnny Suh.

Dengan seribu keberanian gue memberanikan diri untuk membalikkan badan, agar Johnny menghentikan aksinya itu.

“Stop Jo, kalo Haechan tau gimana?” Protes gue ketika berhasil membalikkan badan.

“Oh hi pretty,” sapanya dengan mata melihat tubuh gue yang hanya terbalut bra dan panty.

Johnny dengan cepat mengubah posisi menjadi di atas gue. Fuck, gue gabisa nafas sekarang.

Kedua tangan Johnny di jadikan tumpuan menahan tubuhnya.

“Wanna work out?” Ajak Johnny.

Gila, seketika gue merinding. “Work out, olahraga di ruangan olahraga?” Tanya gue seakan-akan gak tau ajakan dia.

Johnny mendekatkan wajahnya ke gue. “No kitten, another work out,” Imbuhnya lalu dengan cepat ia menyerang bibir gue.

Johnny nyerang bibir gue seakan-akan sedang memakan gue. Gue bisa merasakan nafsu di ciuman itu, tangannya ia gunakan untuk menahan kedua tangan gue yang ada di sebelah kepala gue.

Perlahan gue terbuai dengan permainan dia. Gue sedikit panik, because i almost turn on!

Johnny dengan bebas menjelajah bibir gue, sekali-kali ia menggigit bibir bawah gue. Tangan kirinya ia lepas mencengkram tangan gue.

Tangan itu ia gunakan untuk mengelus Breast gue dari luar bra.

Gue mengeluh karena sentuhan dia, namun tertahan dengan ciuman Johnny.

Fuck, gue gak munafik, gue menikmati setiap sentuhan yang di berikan oleh Johnny.

Ia melepas ciumannya, lalu menempelkan dahinya di dahi gue. Dengan nafas kita yang masih terengah-engah, gue tersenyum ke arah dia.

“Please,” Jawab gue untuk ajakan dia tadi.

Johnny tersenyum penuh kemenangan.

“My pleasure Bella, aku akan membuat kamu tidak akan melupakan malam yang panjang ini,” Sahut dia dengan smirk di bibirnya.

Tangan kiri Johnny menjalar ke perut gue, lalu perlahan tangan sialan itu masuk ke dalam panty gue bersamaan dengan bibirnya yang menjilat telinga gue.

Fuck.... I cant'..... Please don't stop....

“Fuck!” Umpat gue, gue mendongakkan kepala ketika Johnny berhasil memasukkan kedua jarinya di Sensitive area gue.

Johnny tertawa mendengar umpatan gue. “You love it kitten?” Tanyanya dengan nada rendah tepat di telinga gue.

Johnny mengecup leher gue, dengan jari-jari sialan itu yang bergerak bebas di sensitive area gue.

Gue menggeliat dan mendesah gak kauran karena dia. “ I love you Bella,” ungkapnya dengan jari-jari yang bergerak semakin cepat.

Gue menggigit bibir bawah gue berusaha menahan moan “harder kitten,” katanya dengan nada rendah membuat gue merinding. Gue melepas moan, gue udah gak peduli. Kutuk gue sekarang juga, gue mau menikmati semua sentuhan dari Johnny.

“Good girl,” pujinya ketika mendengar moan gue dengan jari-jari yang masih bergerak di bawah sana. “I love you so much Bella,” sambungnya sebelum menjatuhkan bibirnya kembali ke bibir gue.

Gue udah rapi dengan sleeping robe yang udah terpasang rapi di tubuh gue.

“Arghhh hari yang panjang saatnya tidur,” monolog gue seraya menjatuhkan badan ke kasur.

Gue tidur membelakangi pintu masuk kamar gue. Perlahan gue memejamkan mata, namun tiba-tiba gue tersentak karena pintu kamar gue yang di buka seseorang.

“Johnny ! Kamu buat aku kaget tau,” Ucap gue, karena gue emang bener-bener kaget. Seingetnya gue udah ngunci pintu kamar.

Gue terduduk di kasur, namun gue rada bingung sama gerak-gerik Johnny. Setelah mengunci kembali kamar gue, dia segera menghampiri gue.

Johnny narik kaki gue, membuat badan gue jatuh ke kasur. Dan dia juga naik ke kasur gue, dengan cepat gue tidur membelakangi dia.

“Kenapa belakangi aku?” Tanya dia dengan nada sedikit kecewa.

Jantung gue tiba-tiba berdegup dengan kencang. Karena Johnny yang tiba-tiba meluk gue dari belakang.

“Kenapa gak tidur sih Jo?”

Bukannya ngejawab Johnny malah narik badan gue semakin dekat dengan dia sehingga tidak ada space lagi di antara kita.

Gue dapat merasakan nafas Johnny membentur di tekuk gue.

“Besok Haechan bakalan ngambil kamu,” lapornya seakan-akan gak terima gue bakalan ngabisin waktu sama Haechan besok.

Gue sedikit terkekeh. “Terus kenapa Jo?”

Gue gak mendengar respon dari Johnny, ia sedang asyik mengecup bahu gue sampe ke leher samping gue berkali-kali.

Dan tangan Johnny juga gak diem di tempat, tangannya mulai ngebuka tali sleeping robe gue.

“Jo!” Protes gue ketika Johnny berhasil ngebuka tali sleeping robe yang gue pakai.

Tangan Johnny perlahan mengusap perut gue sampe menjalar ke Sensitive area gue. Perlahan dia mengusap Miss v gue dari luar panty.

Badan gue seketika menegang, gue kehilangan kewarasan gue saat ini juga.

“Maka dari itu aku harus menghabiskan waktu malam ini bersama kamu kitten,” Jawabnya dengan nafas yang ngebentur di leher gue.

Gue menggigit bibir bawah berusaha menahan agar gue gak ngedesah.

Namun sial, Johnny Suh bangsat. Tangan dia masuk ke dalam panty gue, dan gue dapat merasakan tangannya mengusap Miss v gue dari dalem panty.

“Jo..” rintih gue ingin memprotes namun kedengarannya seperti desahan. Johnny Suh!

Gue dapat mendengar Johnny tertawa. The real devil Johnny Suh.

Dengan seribu keberanian gue memberanikan diri untuk membalikkan badan, agar Johnny menghentikan aksinya itu.

“Stop Jo, kalo Haechan tau gimana?” Protes gue ketika berhasil membalikkan badan.

“Oh hi pretty,” sapanya dengan mata melihat tubuh gue yang hanya terbalut bra dan panty.

Johnny dengan cepat mengubah posisi menjadi di atas gue. Fuck, gue gabisa nafas sekarang.

Kedua tangan Johnny di jadikan tumpuan menahan tubuhnya.

“Wanna work out?” Ajak Johnny.

Gila, seketika gue merinding. “Work out, olahraga di ruangan olahraga?” Tanya gue seakan-akan gak tau ajakan dia.

Johnny mendekatkan wajahnya ke gue. “No kitten, another work out,” Imbuhnya lalu dengan cepat ia menyerang bibir gue.

Johnny nyerang bibir gue seakan-akan sedang memakan gue. Gue bisa merasakan nafsu di ciuman itu, tangannya ia gunakan untuk menahan kedua tangan gue yang ada di sebelah kepala gue.

Perlahan gue terbuai dengan permainan dia. Gue sedikit panik, because i almost turn on!

Johnny dengan bebas menjelajah bibir gue, sekali-kali ia menggigit bibir bawah gue. Tangan kirinya ia lepas mencengkram tangan gue.

Tangan itu ia gunakan untuk mengelus Breast gue dari luar bra.

Gue mengeluh karena sentuhan dia, namun tertahan dengan ciuman Johnny.

Fuck, gue gak munafik, gue menikmati setiap sentuhan yang di berikan oleh Johnny.

Ia melepas ciumannya, lalu menempelkan dahinya di dahi gue. Dengan nafas kita yang masih terengah-engah, gue tersenyum ke arah dia.

“Please,” Jawab gue untuk ajakan dia tadi.

Johnny tersenyum penuh kemenangan.

“My pleasure Bella, aku akan membuat kamu tidak akan melupakan malam yang panjang ini,” Sahut dia dengan smirk di bibirnya.

Tangan kiri Johnny menjalar ke perut gue, lalu perlahan tangan sialan itu masuk ke dalam panty gue bersamaan dengan bibirnya yang menjilat telinga gue.

Fuck.... I cant'..... Please don't stop....

“Fuck!” Umpat gue, gue mendongakkan kepala ketika Johnny berhasil memasukkan kedua jarinya di Sensitive area gue.

Johnny tertawa mendengar umpatan gue. “You love it kitten?” Tanyanya dengan nada rendah tepat di telinga gue.

Johnny mengecup leher gue, dengan jari-jari sialan itu yang bergerak bebas di sensitive area gue.

Gue menggeliat dan mendesah gak kauran karena dia. “ I love you Bella,” ungkapnya dengan jari-jari yang bergerak semakin cepat.

Gue menggigit bibir bawah gue berusaha menahan moan “harder kitten,” katanya dengan nada rendah membuat gue merinding. Gue melepas moan, gue udah gak peduli. Kutuk gue sekarang juga, gue mau menikmati semua sentuhan dari Johnny.

“Good girl,” pujinya ketika mendengar moan gue dengan jari-jari yang masih bergerak di bawah sana. “I love you so much Bella,” sambungnya sebelum menjatuhkan bibirnya kembali ke bibir gue.

Sekarang keadaan gue panas dingin, gue lagi di mobil otw ke kantor Johnny.

Gue gak minta, tapi dia ngajak supaya gue tau dimana dia kerja, dan apa kerjaan dia.

Gue ngelirik dari ekor mata gue ngelihat Johnny natap gue tajam lalu dia ketawa.

“Kenapa ? I just, aku cuman ngajak kamu ke kantor hun, bukan mau di eksekusi,” Kata dia dengan kekehan.

Gue kesel sama Johnny, boleh gak gue botakin dia sekarang juga? Enggak, jangan punya gue.

“Shut up!” Peringat gue.

Johnny terkekeh, lalu ia menarik pinggang gue menjadi lebih dekat dengan dia.

Kebetulan gue sama Johnny duduk di kursi penumpang.

“Besok jangan pake rok mini kayak gini.” Johnny ngelihat badan gue dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Badan-badan aku kok,” sanggah gue.

Johnny mendekatkan bibirnya ke telinga gue. “Badan kamu juga milik aku sekarang Bella,” klaimnya seraya membisik membuat sensasi menggelitik karena suara dia yang seperti sedang mengancam.


“Jo, masa aku di kenalin kayak gitu sih tadi,” protes gue ketika sampe di mobil.

Gimana gak protes? Masa gue di kenalin sebagai calon istri dia di sana, dan itu di depan semua karyawan dia.

Sumpah gue malu banget, rasanya pengen menghilang dari bumi sekarang juga.

Johnny tertawa, ia segera menjalankan mobilnya. Sekarang ia meminta untuk mengendarai mobil sendiri, tentu saja gue duduk di bangku penumpang di samping dia.

“Bunda kalo marah gemesin ya?” Respon dia mengejek gue.

Sumpah demi Curut sawah, gue pengen nendang Johnny dari mobil sekarang juga.

“Jo, stop it! Kamu bikin aku malu,” rengek gue.

“Gemes,” balasnya dengan sebelah tangan mengusap kepala gue, dan yang satunya lagi masih di gunakan untuk menyetir.


“Loh, bukannya ke rumah? Ini rumah siapa Jo?” Tanya gue, karena sekarang kita berada di depan komplek perumahan mewah, tapi bukan rumah Johnny.

“Siapa bilang ini rumah sayang?” Tanya dia balik.

Gue sedikit keheranan. “Jadi?” Tanya gue memastikan.

“Ini masih kantor aku honey,” Jawab dia seraya mengacak-acak rambut gue.

Hati gue juga teracak-acak Jo.

Gue jalan berbarengan dengan Johnny, tangan Johnny merangkul pinggang gue sebelah. See? Gimana gue bisa menghilangkan rasa gue ke dia kalo gini caranya.

Namun ada satu hal yang lebih menarik perhatian gue, kantor Johnny yang ini hawanya serasa berbeda, dan tempatnya itu berada di bawah tanah.

Karyawan yang ada di sini juga memakai baju non formal. Di setiap sudut ruangan gue dapat melihat organ-organ tubuh tergeletak layaknya pajangan.

“Mungkin cuman buatan itu,” batin gue agar menghilangkan rasa takut.

“Yo wassaf bro!” Seru seseorang dari depan sana menyapa Johnny.

“Hai yut, gimana kantor?” Tanya Johnny ke orang yang bernama Yuta itu.

Oh jadi ini yang namanya Yuta.

“Lumayan lah, berjalan dengan lancar,” Jawab dia. “Hai Bella,” sapa Yuta ke gue.

“Hai Yuta!” Sahut gue.

Yuta melirik ke arah tangan Johnny yang masih merangkul pinggang gue.

“Kayaknya yang kemarin udah di tanggung jawab sama orangnya ya bel hahaha selamat bersenang-senang bro!” Celetuk Yuta lalu pergi dari hadapan gue dan Johnny.

Awas aje lo Yuta, sekali lagi kita ketemu, kita baku hantam.

Gue kembali berjalan, sampe akhirnya kita berhenti di depan pintu ruangan, yang kemungkinan besar ini ruangan Johnny.

Kita berdua masuk ke ruangan itu, ruangan mewah, gue merasakan vibe nya Johnny kerasa kuat di ruangan ini.

“Come here kitten,” panggil dia sesudah mendudukkan dirinya di bangku kerjanya.

“Nama panggilan apa lagi itu Jo,” protes gue namun kaki gue tetep jalan menghampiri dia.

Dia cuman terkekeh mendengar protes gue. “Sit on my lap, please,” Suruhnya seraya menarik tangan gue.

Lagi-lagi gue pasrah, dan akhirnya gue terduduk di pangkuan dia.

“Kamu udah nebak aku apa ?” Tanya Johnny.

“Devil,” Jawab gue singkat.

Johnny terkekeh. “Serius hun,” ucap dia.

“You are devil!” Ulang gue lagi.

“I'm a mafia Bella,” Kata dia. “Aku hidup di dunia gelap, aku tumbuh di dunia yang penuh kegelapan,” Sambungnya.

Gue mengangguk. “ I know that,” Jawab gue singkat.

Johnny mengerutkan keningnya. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia merasa keheranan.

“Darimana seorang CEO bisa sekaya kamu? Dan sejak kapan ada kantor di bawah tanah yang isinya organ tubuh berserta kepala?” Jawab gue entah itu jawaban atau sarkasan.

“Exactly princess,” Sahutnya dengan seringai di bibirnya.

“Kerjaan ak-”

“Kerjaan kamu menjual organ tubuh manusia secara ilegal, mencuri manusia secara ilegal, memperjual belikan manusia secara ilegal,” Jawab gue memotong ucapan johnny.

Johnny menatap tajam mata gue, tatapan dia tajam namun serasa nyaman dan bukan sebuah ancaman. Tangan dia perlahan menyelipkan rambut gue ke sela-sela telinga.

“Benar Bella,” ucap dia. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia.

“Karena aku akan di jual sekarang,” Jawab gue sedikit pasrah dengan raut wajah yang sedikit ketakutan.

Jawaban gue membuat tawa Johnny pecah. Gue keheranan, apanya yang lucu coba?

“Gak akan pernah terjadi, walaupun saya harus membeli nyawa saya dengan menjual kamu, saya tidak akan pernah melakukan itu Bella,” responya dengan lembut.

Kalimat yang sangat dalam, gue sampe gak bisa berkata-kata. Hanya karena gue meluk dia pas dia sedang jatuh, apakah gue wajar mendapatkan ini?

“Why?”

“Menurut kamu?”

“I cant' figure itu out.” Gue bener-bener bingung dengan keadaan sekarang. Di satu sisi gue udah jatuh ke Johnny, di satu sisi gue harus sadar bahwa gue cuman asisten pribadi dia.

“Karena itu kamu,” Jawabnya.

Tangan Johnny sedikit demi sedikit masuk ke dalam baju gue, dan tangannya tidak hanya diam, perlahan gue dapat merasakan tangan Johnny mengelus lembut perut gue, dan itu menimbulkan sensasi nyetrum.

Gue cuman bisa diem, gue gatau harus respon gimana. Apa gue salah kalo gue jatuh cinta sama dia?

“Jo...” Panggil gue.

“Hm,” Dehemnya.

“I'm falling for you too,” kata gue seraya menatap matanya.

Johnny kelihatan kaget, dia menghentikan kegiatannya mengelus perut gue. Netra mata kita masih menatap satu sama lain.

Dan gue bisa melihat mata Johnny seperti berkaca-kaca. Apa gue berhasil membuat seseorang jatuh cinta lagi ke gue?

Apa udah saatnya gue melupakan hal dulu? Apa udah saatnya gue menaruh harapan?

“I love you,” sahut Johnny tiba-tiba. Lalu tanpa aba-aba dia menyerang bibir gue.


Sekarang keadaan gue panas dingin, gue lagi di mobil otw ke kantor Johnny.

Gue gak minta, tapi dia ngajak supaya gue tau dimana dia kerja, dan apa kerjaan dia.

Gue ngelirik dari ekor mata gue ngelihat Johnny natap gue tajam lalu dia ketawa.

“Kenapa ? I just, aku cuman ngajak kamu ke kantor hun, bukan mau di eksekusi,” Kata dia dengan kekehan.

Gue kesel sama Johnny, boleh gak gue botakin dia sekarang juga? Enggak, jangan punya gue.

“Shut up!” Peringat gue.

Johnny terkekeh, lalu ia menarik pinggang gue menjadi lebih dekat dengan dia.

Kebetulan gue sama Johnny duduk di kursi penumpang.

“Besok jangan pake rok mini kayak gini.” Johnny ngelihat badan gue dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Badan-badan aku kok,” sanggah gue.

Johnny mendekatkan bibirnya ke telinga gue. “Badan kamu juga milik aku sekarang Bella,” klaimnya seraya membisik membuat sensasi menggelitik karena suara dia yang seperti sedang mengancam.


“Jo, masa aku di kenalin kayak gitu sih tadi,” protes gue ketika sampe di mobil.

Gimana gak protes? Masa gue di kenalin sebagai calon istri dia di sana, dan itu di depan semua karyawan dia.

Sumpah gue malu banget, rasanya pengen menghilang dari bumi sekarang juga.

Johnny tertawa, ia segera menjalankan mobilnya. Sekarang ia meminta untuk mengendarai mobil sendiri, tentu saja gue duduk di bangku penumpang di samping dia.

“Bunda kalo marah gemesin ya?” Respon dia mengejek gue.

Sumpah demi Curut sawah, gue pengen nendang Johnny dari mobil sekarang juga.

“Jo, stop it! Kamu bikin aku malu,” rengek gue.

“Gemes,” balasnya dengan sebelah tangan mengusap kepala gue, dan yang satunya lagi masih di gunakan untuk menyetir.


“Loh, bukannya ke rumah? Ini rumah siapa Jo?” Tanya gue, karena sekarang kita berada di depan komplek perumahan mewah, tapi bukan rumah Johnny.

“Siapa bilang ini rumah sayang?” Tanya dia balik.

Gue sedikit keheranan. “Jadi?” Tanya gue memastikan.

“Ini masih kantor aku honey,” Jawab dia seraya mengacak-acak rambut gue.

Hati gue juga teracak-acak Jo.

Gue jalan berbarengan dengan Johnny, tangan Johnny merangkul pinggang gue sebelah. See? Gimana gue bisa menghilangkan rasa gue ke dia kalo gini caranya.

Namun ada satu hal yang lebih menarik perhatian gue, kantor Johnny yang ini hawanya serasa berbeda, dan tempatnya itu berada di bawah tanah.

Karyawan yang ada di sini juga memakai baju non formal. Di setiap sudut ruangan gue dapat melihat organ-organ tubuh tergeletak layaknya pajangan.

“Mungkin cuman buatan itu,” batin gue agar menghilangkan rasa takut.

“Yo wassaf bro!” Seru seseorang dari depan sana menyapa Johnny.

“Hai yut, gimana kantor?” Tanya Johnny ke orang yang bernama Yuta itu.

Oh jadi ini yang namanya Yuta.

“Lumayan lah, berjalan dengan lancar,” Jawab dia. “Hai Bella,” sapa Yuta ke gue.

“Hai Yuta!” Sahut gue.

Yuta melirik ke arah tangan Johnny yang masih merangkul pinggang gue.

“Kayaknya yang kemarin udah di tanggung jawab sama orangnya ya bel hahaha selamat bersenang-senang bro!” Celetuk Yuta lalu pergi dari hadapan gue dan Johnny.

Awas aje lo Yuta, sekali lagi kita ketemu, kita baku hantam.

Gue kembali berjalan, sampe akhirnya kita berhenti di depan pintu ruangan, yang kemungkinan besar ini ruangan Johnny.

Kita berdua masuk ke ruangan itu, ruangan mewah, gue merasakan vibe nya Johnny kerasa kuat di ruangan ini.

“Come here kitten,” panggil dia sesudah mendudukkan dirinya di bangku kerjanya.

“Nama panggilan apa lagi itu Jo,” protes gue namun kaki gue tetep jalan menghampiri dia.

Dia cuman terkekeh mendengar protes gue. “Sit on my lap, please,” Suruhnya seraya menarik tangan gue.

Lagi-lagi gue pasrah, dan akhirnya gue terduduk di pangkuan dia.

“Kamu udah nebak aku apa ?” Tanya Johnny.

“Devil,” Jawab gue singkat.

Johnny terkekeh. “Serius hun,” ucap dia.

“You are devil!” Ulang gue lagi.

“I'm a mafia Bella,” Kata dia. “Aku hidup di dunia gelap, aku tumbuh di dunia yang penuh kegelapan,” Sambungnya.

Gue mengangguk. “ I know that,” Jawab gue singkat.

Johnny mengerutkan keningnya. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia merasa keheranan.

“Darimana seorang CEO bisa sekaya kamu? Dan sejak kapan ada kantor di bawah tanah yang isinya organ tubuh berserta kepala?” Jawab gue entah itu jawaban atau sarkasan.

“Exactly princess,” Sahutnya dengan seringai di bibirnya.

“Kerjaan ak-”

“Kerjaan kamu menjual organ tubuh manusia secara ilegal, mencuri manusia secara ilegal, memperjual belikan manusia secara ilegal,” Jawab gue memotong ucapan johnny.

Johnny menatap tajam mata gue, tatapan dia tajam namun serasa nyaman dan bukan sebuah ancaman. Tangan dia perlahan menyelipkan rambut gue ke sela-sela telinga.

“Benar Bella,” ucap dia. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia.

“Karena aku akan di jual sekarang,” Jawab gue sedikit pasrah dengan raut wajah yang sedikit ketakutan.

Jawaban gue membuat tawa Johnny pecah. Gue keheranan, apanya yang lucu coba?

“Gak akan pernah terjadi, walaupun saya harus membeli nyawa saya dengan menjual kamu, saya tidak akan pernah melakukan itu Bella,” responya dengan lembut.

Kalimat yang sangat dalam, gue sampe gak bisa berkata-kata. Hanya karena gue meluk dia pas dia sedang jatuh, apakah gue wajar mendapatkan ini?

“Why?”

“Menurut kamu?”

“I cant' figure itu out.” Gue bener-bener bingung dengan keadaan sekarang. Di satu sisi gue udah jatuh ke Johnny, di satu sisi gue harus sadar bahwa gue cuman asisten pribadi dia.

“Karena itu kamu,” Jawabnya.

Tangan Johnny sedikit demi sedikit masuk ke dalam baju gue, dan tangannya tidak hanya diam, perlahan gue dapat merasakan tangan Johnny mengelus lembut perut gue, dan itu menimbulkan sensasi nyetrum.

Gue cuman bisa diem, gue gatau harus respon gimana. Apa gue salah kalo gue jatuh cinta sama dia?

“Jo...” Panggil gue.

“Hm,” Dehemnya.

“I'm falling for you too,” kata gue seraya menatap matanya.

Johnny kelihatan kaget, dia menghentikan kegiatannya mengelus perut gue. Netra mata kita masih menatap satu sama lain.

Dan gue bisa melihat mata Johnny seperti berkaca-kaca. Apa gue berhasil membuat seseorang jatuh cinta lagi ke gue?

Apa udah saatnya gue melupakan hal dulu? Apa udah saatnya gue menaruh harapan?

“I love you,” sahut Johnny tiba-tiba. Lalu tanpa aba-aba dia menyerang bibir gue.


Sekarang keadaan gue panas dingin, gue lagi di mobil otw ke kantor Johnny.

Gue gak minta, tapi dia ngajak supaya gue tau dimana dia kerja, dan apa kerjaan dia.

Gue ngelirik dari ekor mata gue ngelihat Johnny natap gue tajam lalu dia ketawa.

“Kenapa ? I just, aku cuman ngajak kamu ke kantor hun, bukan mau di eksekusi,” Kata dia dengan kekehan.

Gue kesel sama Johnny, boleh gak gue botakin dia sekarang juga? Enggak, jangan punya gue.

“Shut up!” Peringat gue.

Johnny terkekeh, lalu ia menarik pinggang gue menjadi lebih dekat dengan dia.

Kebetulan gue sama Johnny duduk di kursi penumpang.

“Besok jangan pake rok mini kayak gini.” Johnny ngelihat badan gue dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Badan-badan aku kok,” sanggah gue.

Johnny mendekatkan bibirnya ke telinga gue. “Badan kamu juga milik aku sekarang Bella,” klaimnya seraya membisik membuat sensasi menggelitik karena suara dia yang seperti sedang mengancam.


“Jo, masa aku di kenalin kayak gitu sih tadi,” protes gue ketika sampe di mobil.

Gimana gak protes? Masa gue di kenalin sebagai calon istri dia di sana, dan itu di depan semua karyawan dia.

Sumpah gue malu banget, rasanya pengen menghilang dari bumi sekarang juga.

Johnny tertawa, ia segera menjalankan mobilnya. Sekarang ia meminta untuk mengendarai mobil sendiri, tentu saja gue duduk di bangku penumpang di samping dia.

“Bunda kalo marah gemesin ya?” Respon dia mengejek gue.

Sumpah demi Curut sawah, gue pengen nendang Johnny dari mobil sekarang juga.

“Jo, stop it! Kamu bikin aku malu,” rengek gue.

“Gemes,” balasnya dengan sebelah tangan mengusap kepala gue, dan yang satunya lagi masih di gunakan untuk menyetir.


“Loh, bukannya ke rumah? Ini rumah siapa Jo?” Tanya gue, karena sekarang kita berada di depan komplek perumahan mewah, tapi bukan rumah Johnny.

“Siapa bilang ini rumah sayang?” Tanya dia balik.

Gue sedikit keheranan. “Jadi?” Tanya gue memastikan.

“Ini masih kantor aku honey,” Jawab dia seraya mengacak-acak rambut gue.

Hati gue juga teracak-acak Jo.

Gue jalan berbarengan dengan Johnny, tangan Johnny merangkul pinggang gue sebelah. See? Gimana gue bisa menghilangkan rasa gue ke dia kalo gini caranya.

Namun ada satu hal yang lebih menarik perhatian gue, kantor Johnny yang ini hawanya serasa berbeda, dan tempatnya itu berada di bawah tanah.

Karyawan yang ada di sini juga memakai baju non formal. Di setiap sudut ruangan gue dapat melihat organ-organ tubuh tergeletak layaknya pajangan.

“Mungkin cuman buatan itu,” batin gue agar menghilangkan rasa takut.

“Yo wassaf bro!” Seru seseorang dari depan sana menyapa Johnny.

“Hai yut, gimana kantor?” Tanya Johnny ke orang yang bernama Yuta itu.

Oh jadi ini yang namanya Yuta.

“Lumayan lah, berjalan dengan lancar,” Jawab dia. “Hai Bella,” sapa Yuta ke gue.

“Hai Yuta!” Sahut gue.

Yuta melirik ke arah tangan Johnny yang masih merangkul pinggang gue.

“Kayaknya yang kemarin udah di tanggung jawab sama orangnya ya bel hahaha selamat bersenang-senang bro!” Celetuk Yuta lalu pergi dari hadapan gue dan Johnny.

Awas aje lo Yuta, sekali lagi kita ketemu, kita baku hantam.

Gue kembali berjalan, sampe akhirnya kita berhenti di depan pintu ruangan, yang kemungkinan besar ini ruangan Johnny.

Kita berdua masuk ke ruangan itu, ruangan mewah, gue merasakan vibe nya Johnny kerasa kuat di ruangan ini.

“Come here kitten,” panggil dia sesudah mendudukkan dirinya di bangku kerjanya.

“Nama panggilan apa lagi itu Jo,” protes gue namun kaki gue tetep jalan menghampiri dia.

Dia cuman terkekeh mendengar protes gue. “Sit on my lap, please,” Suruhnya seraya menarik tangan gue.

Lagi-lagi gue pasrah, dan akhirnya gue terduduk di pangkuan dia.

“Kamu udah nebak aku apa ?” Tanya Johnny.

“Devil,” Jawab gue singkat.

Johnny terkekeh. “Serius hun,” ucap dia.

“You are devil!” Ulang gue lagi.

“I'm a mafia Bella,” Kata dia. “Aku hidup di dunia gelap, aku tumbuh di dunia yang penuh kegelapan,” Sambungnya.

Gue mengangguk. “ I know that,” Jawab gue singkat.

Johnny mengerutkan keningnya. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia merasa keheranan.

“Darimana seorang CEO bisa sekaya kamu? Dan sejak kapan ada kantor di bawah tanah yang isinya organ tubuh berserta kepala?” Jawab gue entah itu jawaban atau sarkasan.

“Exactly princess,” Sahutnya dengan seringai di bibirnya.

“Kerjaan ak-”

“Kerjaan kamu menjual organ tubuh manusia secara ilegal, mencuri manusia secara ilegal, memperjual belikan manusia secara ilegal,” Jawab gue memotong ucapan johnny.

Johnny menatap tajam mata gue, tatapan dia tajam namun serasa nyaman dan bukan sebuah ancaman. Tangan dia perlahan menyelipkan rambut gue ke sela-sela telinga.

“Benar Bella,” ucap dia. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia.

“Karena aku akan di jual sekarang,” Jawab gue sedikit pasrah dengan raut wajah yang sedikit ketakutan.

Jawaban gue membuat tawa Johnny pecah. Gue keheranan, apanya yang lucu coba?

“Gak akan pernah terjadi, walaupun saya harus membeli nyawa saya dengan menjual kamu, saya tidak akan pernah melakukan itu Bella,” responya dengan lembut.

Kalimat yang sangat dalam, gue sampe gak bisa berkata-kata. Hanya karena gue meluk dia pas dia sedang jatuh, apakah gue wajar mendapatkan ini?

“Why?”

“Menurut kamu?”

“I cant' figure itu out.” Gue bener-bener bingung dengan keadaan sekarang. Di satu sisi gue udah jatuh ke Johnny, di satu sisi gue harus sadar bahwa gue cuman asisten pribadi dia.

“Karena itu kamu,” Jawabnya.

Tangan Johnny sedikit demi sedikit masuk ke dalam baju gue, dan tangannya tidak hanya diam, perlahan gue dapat merasakan tangan Johnny mengelus lembut perut gue, dan itu menimbulkan sensasi nyetrum.

Gue cuman bisa diem, gue gatau harus respon gimana. Apa gue salah kalo gue jatuh cinta sama dia?

“Jo...” Panggil gue.

“Hm,” Dehemnya.

“I'm falling for you too,” kata gue seraya menatap matanya.

Johnny kelihatan kaget, dia menghentikan kegiatannya mengelus perut gue. Netra mata kita masih menatap satu sama lain.

Dan gue bisa melihat mata Johnny seperti berkaca-kaca. Apa gue berhasil membuat seseorang jatuh cinta lagi ke gue?

Apa udah saatnya gue melupakan hal dulu? Apa udah saatnya gue menaruh harapan?

“I love you,” sahut Johnny tiba-tiba. Lalu tanpa aba-aba dia menyerang bibir gue.


Sekarang keadaan gue panas dingin, gue lagi di mobil otw ke kantor Johnny.

Gue gak minta, tapi dia ngajak supaya gue tau dimana dia kerja, dan apa kerjaan dia.

Gue ngelirik dari ekor mata gue ngelihat Johnny natap gue tajam lalu dia ketawa.

“Kenapa ? I just, aku cuman ngajak kamu ke kantor hun, bukan mau di eksekusi,” Kata dia dengan kekehan.

Gue kesel sama Johnny, boleh gak gue botakin dia sekarang juga? Enggak, jangan punya gue.

“Shut up!” Peringat gue.

Johnny terkekeh, lalu ia menarik pinggang gue menjadi lebih dekat dengan dia.

Kebetulan gue sama Johnny duduk di kursi penumpang.

“Besok jangan pake rok mini kayak gini.” Johnny ngelihat badan gue dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“Badan-badan aku kok,” sanggah gue.

Johnny mendekatkan bibirnya ke telinga gue. “Badan kamu juga milik aku sekarang Bella,” klaimnya seraya membisik membuat sensasi menggelitik karena suara dia yang seperti sedang mengancam.


“Jo, masa aku di kenalin kayak gitu sih tadi,” protes gue ketika sampe di mobil.

Gimana gak protes? Masa gue di kenalin sebagai calon istri dia di sana, dan itu di depan semua karyawan dia.

Sumpah gue malu banget, rasanya pengen menghilang dari bumi sekarang juga.

Johnny tertawa, ia segera menjalankan mobilnya. Sekarang ia meminta untuk mengendarai mobil sendiri, tentu saja gue duduk di bangku penumpang di samping dia.

“Bunda kalo marah gemesin ya?” Respon dia mengejek gue.

Sumpah demi Curut sawah, gue pengen nendang Johnny dari mobil sekarang juga.

“Jo, stop it! Kamu bikin aku malu,” rengek gue.

“Gemes,” balasnya dengan sebelah tangan mengusap kepala gue, dan yang satunya lagi masih di gunakan untuk menyetir.


“Loh, bukannya ke rumah? Ini rumah siapa Jo?” Tanya gue, karena sekarang kita berada di depan komplek perumahan mewah, tapi bukan rumah Johnny.

“Siapa bilang ini rumah sayang?” Tanya dia balik.

Gue sedikit keheranan. “Jadi?” Tanya gue memastikan.

“Ini masih kantor aku honey,” Jawab dia seraya mengacak-acak rambut gue.

Hati gue juga teracak-acak Jo.

Gue jalan berbarengan dengan Johnny, tangan Johnny merangkul pinggang gue sebelah. See? Gimana gue bisa menghilangkan rasa gue ke dia kalo gini caranya.

Namun ada satu hal yang lebih menarik perhatian gue, kantor Johnny yang ini hawanya serasa berbeda, dan tempatnya itu berada di bawah tanah.

Karyawan yang ada di sini juga memakai baju non formal. Di setiap sudut ruangan gue dapat melihat organ-organ tubuh tergeletak layaknya pajangan.

“Mungkin cuman buatan itu,” batin gue agar menghilangkan rasa takut.

“Yo wassaf bro!” Seru seseorang dari depan sana menyapa Johnny.

“Hai yut, gimana kantor?” Tanya Johnny ke orang yang bernama Yuta itu.

Oh jadi ini yang namanya Yuta.

“Lumayan lah, berjalan dengan lancar,” Jawab dia. “Hai Bella,” sapa Yuta ke gue.

“Hai Yuta!” Sahut gue.

Yuta melirik ke arah tangan Johnny yang masih merangkul pinggang gue.

“Kayaknya yang kemarin udah di tanggung jawab sama orangnya ya bel hahaha selamat bersenang-senang bro!” Celetuk Yuta lalu pergi dari hadapan gue dan Johnny.

Awas aje lo Yuta, sekali lagi kita ketemu, kita baku hantam.

Gue kembali berjalan, sampe akhirnya kita berhenti di depan pintu ruangan, yang kemungkinan besar ini ruangan Johnny.

Kita berdua masuk ke ruangan itu, ruangan mewah, gue merasakan vibe nya Johnny kerasa kuat di ruangan ini.

“Come here kitten,” panggil dia sesudah mendudukkan dirinya di bangku kerjanya.

“Nama panggilan apa lagi itu Jo,” protes gue namun kaki gue tetep jalan menghampiri dia.

Dia cuman terkekeh mendengar protes gue. “Sit on my lap, please,” Suruhnya seraya menarik tangan gue.

Lagi-lagi gue pasrah, dan akhirnya gue terduduk di pangkuan dia.

“Kamu udah nebak aku apa ?” Tanya Johnny.

“Devil,” Jawab gue singkat.

Johnny terkekeh. “Serius hun,” ucap dia.

“You are devil!” Ulang gue lagi.

“I'm a mafia Bella,” Kata dia. “Aku hidup di dunia gelap, aku tumbuh di dunia yang penuh kegelapan,” Sambungnya.

Gue mengangguk. “ I know that,” Jawab gue singkat.

Johnny mengerutkan keningnya. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia merasa keheranan.

“Darimana seorang CEO bisa sekaya kamu? Dan sejak kapan ada kantor di bawah tanah yang isinya organ tubuh berserta kepala?” Jawab gue entah itu jawaban atau sarkasan.

“Exactly princess,” Sahutnya dengan seringai di bibirnya.

“Kerjaan ak-”

“Kerjaan kamu menjual organ tubuh manusia secara ilegal, mencuri manusia secara ilegal, memperjual belikan manusia secara ilegal,” Jawab gue memotong ucapan johnny.

Johnny menatap tajam mata gue, tatapan dia tajam namun serasa nyaman dan bukan sebuah ancaman. Tangan dia perlahan menyelipkan rambut gue ke sela-sela telinga.

“Benar Bella,” ucap dia. “Dari mana kamu tau?” Tanya dia.

“Karena aku akan di jual sekarang,” Jawab gue sedikit pasrah dengan raut wajah yang sedikit ketakutan.

Jawaban gue membuat tawa Johnny pecah. Gue keheranan, apanya yang lucu coba?

“Gak akan pernah terjadi, walaupun saya harus membeli nyawa saya dengan menjual kamu, saya tidak akan pernah melakukan itu Bella,” responya dengan lembut.

Kalimat yang sangat dalam, gue sampe gak bisa berkata-kata. Hanya karena gue meluk dia pas dia sedang jatuh, apakah gue wajar mendapatkan ini?

“Why?”

“Menurut kamu?”

“I cant' figure itu out.” Gue bener-bener bingung dengan keadaan sekarang. Di satu sisi gue udah jatuh ke Johnny, di satu sisi gue harus sadar bahwa gue cuman asisten pribadi dia.

“Karena itu kamu,” Jawabnya.

Tangan Johnny sedikit demi sedikit masuk ke dalam baju gue, dan tangannya tidak hanya diam, perlahan gue dapat merasakan tangan Johnny mengelus lembut perut gue, dan itu menimbulkan sensasi nyetrum.

Gue cuman bisa diem, gue gatau harus respon gimana. Apa gue salah kalo gue jatuh cinta sama dia?

“Jo...” Panggil gue.

“Hm,” Dehemnya.

“I'm falling for you too,” kata gue seraya menatap matanya.

Johnny kelihatan kaget, dia menghentikan kegiatannya mengelus perut gue. Netra mata kita masih menatap satu sama lain.

Dan gue bisa melihat mata Johnny seperti berkaca-kaca. Apa gue berhasil membuat seseorang jatuh cinta lagi ke gue?

Apa udah saatnya gue melupakan hal dulu? Apa udah saatnya gue menaruh harapan?

“I love you,” sahut Johnny tiba-tiba. Lalu tanpa aba-aba dia menyerang bibir gue.


Setelah kejadian di mana Johnny bilang suka sama gue, gue ngerasa Johnny semakin soft. Bahkan berbeda jauh dari sifat dia pertama kali gue lihat.

Sampai sekarang gue belum bales pesan dia yang itu, dan dia pun gak pernah nyinggung, mungkin dia cuman bercanda kemarin.

Gue ngetuk pintu kamar dia, lalu membuka pintu tersebut. Gue lihat dia emang lagi bergelut dengan dasinya.

“Akhirnya,” Ucap dia lega.

Gue menghampiri dia, dan mengambil sebuah bangku kecil untuk berdiri di sana.

Kalo gak pake bangku itu mungkin gue gak bakalan bisa makein dasinya. Karena tubuh Johnny tuh tinggi pake banget, dan gue pendek, jadi susah.

Tapi kalo buat pelukan enak, bercanda kok.

Tangan gue fokus ngerapiin dasi Johnny, tiba-tiba di otak gue terlintas untuk narik dasinya supaya Johnny kecekik. Enggak bercanda doang.

Gue mendongakkan kepala, agak kaget karena Johnny natap gue dari tadi.

“Capek ya nunduk dari tadi?” Tanya gue merasa kasihan.

Johnny menggeleng, bukannya merasa capek dia malah ngerangkul pinggang gue dengan kedua tangannya.

“Jo!” Kaget gue.

Namun dia cuman nyengir-nyengir gak bersalah.

“Kenapa sih hm?” Tanya dia.

“Ngapain ngerangkul ih, gak enak kalo ada yang lihat gimana? Apalagi maid kamu?” Kesel gue.

Akhirnya gue selesai ngebenerin dasi dia, gue berusaha buat keluar dari rangkulannya, namun tenaga dia lebih kuat.

Bukannya di lepas malah dia meluk badan gue, dan ngeletakin kepalanya di bahu kiri gue.

“my home my rule honey,” Jawabnya.

Johnny berhasil membuat muka gue sedikit memerah. Apa-apaan coba. “Jo, kalo Haechan masuk gimana? Jangan gini, gue cuman sekretaris pribadi lo,” Protes gue.

Bagaimanapun gue harus nginget posisi gue cuman sekretaris pribadi dia di sini.

Bukannya ngejawab Johnny malah ngecupin leher gue. Badan gue seketika menegang, kecupan dia tuh lembut banget, sampe gue bisa ngedengerin suara kecupannya.

“Jo, lo kenapa?” Tanya gue memastikan.

“Aku.” Johnny masih ngecupin leher gue, perlahan kecupan itu turun ke bahu gue. “Kamu,” Sambungnya.

Gue gak paham maksud dia tuh apa. Sial, Johnny ngebuat gue lupa cara bernafas. “Jo, stop it,” peringat gue.

Johnny diem sejenak, ia menegakkan kembali badannya, netranya menatap mata gue tajam-tajam.

“Why?” Tanya dia.

Gue mencoba menenangkan diri, menarik nafas panjang-panjang. “John....”

Johnny menghela nafas, dia gak ngerespon gue. Fuck, gue jadi takut.

Dia kembali ngecupin leher gue berkali-kali. “Salahkah saya jatuh cinta sama kamu bel?” Tanya dia.

Jangan tanya lagi keadaan gue gimana, gue udah lupa cara bernafas.

“I'm falling for you Bella,” ungkapnya seraya mengeratkan pelukannya.


Tatapan kosong menatap ke arah luar jendela. Itu yang sedang gue lakukan sekarang.

Tidak tau arah, dan tidak tau untuk berbuat apa.

Sekarang gue lagi di dalam mobil seorang pria yang sangat gue cintai. Kata orang kalo kamu sedang bersama seseorang yang sangat kamu cintai, maka kamu akan berbahagia saat itu.

Tapi kenapa gue gak merasakan itu? Aahhh, keadaan yang menimpa gue sekarang membuat gue tidak peduli apapun yang ada di sekitar.

Sebuah tangan memegang tangan kiri gue, itu tangan dia tangan pria yang sangat gue cintai namanya Johnny.

“What happened?” Tanyanya dengan suara yang begitu lembut.

Suara yang selalu membuat gue nyaman, suara manis yang selalu menyenangkan jika terdengar.

Gue memalingkan wajah ke arahnya, dan menatap mata yang indah itu. “Nothing,” Jawab gue singkat.

Namun pria yang bertanya tadi bukanlah pria yang baru kenal gue dalam 1 hari, tapi sudah 5 tahun gue sama dia menghabiskan waktu bersama. Keluh, masalah dan semuanya sudah kita rasakan.

“Sini, Sit on my lap,” Suruhnya.

Gue sedikit terkejut, bukan apa-apa namun sekarang kita sedang berada di mobil, bagaimana mungkin aku bisa duduk di pangkuannya?

“Gpp Jo, jalan aja.” Gue melempar senyum ke arahnya.

Namun Johnny tetaplah Johnny, ia menarik tangan gue. Dan membuat gue sekarang duduk di pangkuan dia.

Perlahan dia mengusap pipi gue, netra mata yang tidak lepas menatap tajam mata gue. “Cantiknya Johnny kenapa hm?” Tanyanya dengan suara yang begitu lembut.

Suara itu berhasil membuat emosi gue campur aduk, gue gatau harus gimana, gue gatau apa yang terjadi pada diri gue saat ini.

Gue merebahkan kepala ke pundak kiri Johnny. Tangan Johnny semakin erat memeluk tubuh gue.

“Aku capek Jo, capek sama keadaan sekarang,” Ungkap gue. “Insecure, pengen nyerah.” Gue mengeluarkan semua emosi yang ada di diri gue.

Gue dapat mendengar Johnny menghela nafas panjang. Kedua tangannya beralih menangkup kedua pipi gue, lalu mensejajarkan kepala gue ke depan kepala dia.

“Cantiknya Johnny kenapa gak nangis?” Tanya dia.

Gue sedikit keheranan, kenapa dia nanya gue gak nangis? Bukannya bagus? Jadi ingus gue gak meler kemana-mana.

“Udah kering,” Jawab gue singkat sambil mengerucutkan bibir.

Johnny terkekeh, lalu ia mengecup sebelah mata gue, membuat mata gue otomatis tertutup. Lalu ia mengecup mata yang sebelahnya sebelum bibirnya mendarat di bibir gue.

Bibir Johnny tidak hanya diam, ia sedikit melumat bibir gue. Semakin lama ciuman itu semakin dalam, namun tidak ada balasan dari gue.

Setelah beberapa menit mencumbu bibir gue, ia melepas ciuman itu. Matanya kembali menatap mata gue.

“Bim sala Bim, cantiknya Johnny nangis,” Ucap dia seakan-akan mengeluarkan mantra sihir.

Gue terkekeh, dan anehnya mantra itu berhasil, air mata gue terjun bebas layaknya air terjun membasahi pipi gue.

Johnny tersenyum, namun keadaan gue kembali berantakan, gue menangis hingga seseugkan. Ia menarik tubuh gue lagi ke pelukannya.

Tangannya mengusap pelan rambut dan punggung gue.

“Insecure hal manusiawi, capek hal manusiawi, kamu wajib mendapatkan itu dalam hidup kamu, karena itu yang akan menguji apakah kamu pantas atau tidak,” Jelas dia dengan suara lembut.

Gue semakin sesegukan. “Tuhan, gak sayang, sama aku, makanya, aku, di kasih, cobaan hueeeee,” Sahut gue terbata-bata lalu kembali histeris.

Johnny terkekeh, menurut dia keadaan gue yang sekarang sangat menggemaskan, karena setiap gue selesai nangis dia akan bilang 'kamu menggemaskan pas nangis'.

“Bukannya Tuhan gak sayang kamu, tapi Tuhan tau kamu sanggup, dan kamu yang terbaik dalam hal itu,” Jawab dia.

“Cantiknya Johnny boleh nangis ketika merasa hancur, boleh kecewa dengan keadaan,” Kata dia. “Tapi ingat, jangan sampai nyerah, karena cantiknya Johnny adalah wanita yang kuat, dan wanita yang hebat!” Lanjutnya dengan suara yang bersemangat.

Gue menatap mata dia, lalu tersenyum. Dia tersenyum balik melihat gue. Walaupun gue sedikit malu dengan keadaan sekarang. “Pasti aku jelek, ingusnya kemana-mana,” Jujur gue dengan suara masih sesegukan.

Johnny terkekeh. “Cantiknya Johnny gak pernah jelek, kalo cantiknya Johnny jelek berarti itu kesalahan Johnny.” Air mata gue kembali mengalir. “Berarti Johnny gagal menjadikan dia sebagai seorang ratu di hidup Johnny, dan aku gamau itu terjadi sama kamu,” Sambungnya.

Ia menangkup pipi gue. “Karena kamu,” kata dia lalu mengecup mata kanan gue. “Cantiknya Johnny.” Ia kembali mengecup mata kiri gue.

Gue memeluk erat lehernya menenggelamkan wajah gue di sana. Gue adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini.