Panglimakun

Tatapan kosong menatap ke arah luar jendela. Itu yang sedang gue lakukan sekarang.

Tidak tau arah, dan tidak tau untuk berbuat apa.

Sekarang gue lagi di dalam mobil seorang pria yang sangat gue cintai. Kata orang kalo kamu sedang bersama seseorang yang sangat kamu cintai, maka kamu akan berbahagia saat itu.

Tapi kenapa gue gak merasakan itu? Aahhh, keadaan yang menimpa gue sekarang membuat gue tidak peduli apapun yang ada di sekita.

Sebuah tangan memegang tangan kiri gue, itu tangan dia tangan pria yang sangat gue cintai namanya Johnny.

“What happened?” Tanyanya dengan suara yang begitu lembut.

Suara yang selalu membuat gue nyaman, suara manis yang selalu menyenangkan jika terdengar.

Gue memalingkan wajah ke arahnya, dan menatap mata yang indah itu. “Nothing,” Jawab gue singkat.

Namun pria yang bertanya tadi bukanlah pria yang baru kenal gue dalam 1 hari, tapi sudah 5 tahun gue sama dia menghabiskan waktu bersama. Keluh, masalah dan semuanya sudah kita rasakan.

“Sini, Sit on my lap,” Suruhnya.

Gue sedikit terkejut, bukan apa-apa namun sekarang kita sedang berada di mobil, bagaimana mungkin aku bisa duduk di pangkuannya?

“Gpp Jo, jalan aja.” Gue melempar senyum ke arahnya.

Namun Johnny tetaplah Johnny, ia menarik tangan gue. Dan membuat gue sekarang duduk di pangkuan dia.

Perlahan dia mengusap pipi gue, netra mata yang tidak lepas menatap tajam mata gue. “Cantiknya Johnny kenapa hm?” Tanyanya dengan suara yang begitu lembut.

Suara itu berhasil membuat emosi gue campur aduk, gue gatau harus gimana, gue gatau apa yang terjadi pada diri gue saat ini.

Gue merebahkan kepala ke pundak kiri Johnny. Tangan Johnny semakin erat memeluk tubuh gue.

“Aku capek Jo, capek sama keadaan sekarang,” Ungkap gue. “Insecure, pengen nyerah.” Gue mengeluarkan semua emosi yang ada di diri gue.

Gue dapat mendengar Johnny menghela nafas panjang. Kedua tangannya beralih menangkup kedua pipi gue, lalu mensejajarkan kepala gue ke depan kepala dia.

“Cantiknya Johnny kenapa gak nangis?” Tanya dia.

Gue sedikit keheranan, kenapa dia nanya gue gak nangis? Bukannya bagus? Jadi ingus gue gak meler kemana-mana.

“Udah kering,” Jawab gue singkat sambil mengerucutkan bibir.

Johnny terkekeh, lalu ia mengecup sebelah mata gue, membuat mata gue otomatis tertutup. Lalu ia mengecup mata yang sebelahnya sebelum bibirnya mendarat di bibir gue.

Bibir Johnny tidak hanya diam, ia sedikit melumat bibir gue. Semakin lama ciuman itu semakin dalam, namun tidak ada balasan dari gue.

Setelah beberapa menit mencumbu bibir gue, ia melepas ciuman itu. Matanya kembali menatap mata gue.

“Bim sala Bim, cantiknya Johnny nangis,” Ucap dia seakan-akan mengeluarkan mantra sihir.

Gue terkekeh, dan anehnya mantra itu berhasil, air mata gue terjun bebas layaknya air terjun membasahi pipi gue.

Johnny tersenyum, namun keadaan gue kembali berantakan, gue menangis hingga seseugkan. Ia menarik tubuh gue lagi ke pelukannya.

Tangannya mengusap pelan rambut dan punggung gue.

“Insecure hal manusiawi, capek hal manusiawi, kamu wajib mendapatkan itu dalam hidup kamu, karena itu yang akan menguji apakah kamu pantas atau tidak,” Jelas dia dengan suara lembut.

Gue semakin sesegukan. “Tuhan, gak sayang, sama aku, makanya, aku, di kasih, cobaan hueeeee,” Sahut gue terbata-bata lalu kembali histeris.

Johnny terkekeh, menurut dia keadaan gue yang sekarang sangat menggemaskan, karena setiap gue selesai nangis dia akan bilang 'kamu menggemaskan pas nangis'.

“Bukannya Tuhan gak sayang kamu, tapi Tuhan tau kamu sanggup, dan kamu yang terbaik dalam hal itu,” Jawab dia.

“Cantiknya Johnny boleh nangis ketika merasa hancur, boleh kecewa dengan keadaan,” Kata dia. “Tapi ingat, jangan sampai nyerah, karena cantiknya Johnny adalah wanita yang kuat, dan wanita yang hebat!” Lanjutnya dengan suara yang bersemangat.

Gue menatap mata dia, lalu tersenyum. Dia tersenyum balik melihat gue. Walaupun gue sedikit malu dengan keadaan sekarang. “Pasti aku jelek, ingusnya kemana-mana,” Jujur gue dengan suara masih sesegukan.

Johnny terkekeh. “Cantiknya Johnny gak pernah jelek, kalo cantiknya Johnny jelek berarti itu kesalahan Johnny.” Air mata gue kembali mengalir. “Berarti Johnny gagal menjadikan dia sebagai seorang ratu di hidup Johnny, dan aku gamau itu terjadi sama kamu,” Sambungnya.

Ia menangkup pipi gue. “Karena kamu,” kata dia lalu mengecup mata kanan gue. “Cantiknya Johnny.” Ia kembali mengecup mata kiri gue.

Gue memeluk erat lehernya menenggelamkan wajah gue di sana. Gue adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini.


Gue muter-muter gelas berisi alkohol yang ada di depan meja gue. Sekarang gue lagi duduk di mini bar rumah Johnny.

“Argh,” keluh gue setelah meneguk alkohol yang ada di tangan gue. “Bella bodoh tolol ahhh bego,” gerutu gue ke diri sendiri.

“Kenapa coba Lo tanya itu ke dia? Sadar diri bego, Lo siapanya!”

Gue lagi mengutuk kesalahan gue yang baru aja terjadi. Pengen aja gue sekarang menghilang dari rumah ini.

“Emang kuat minum alkohol?” Tanya Johnny tiba-tiba ada di samping gue.

Gue kaget bukan main. “Duh, anu mau pake mini bar nya ya pak? Kalo gitu saya permisi,” pamit gue lalu segera beranjak dari sana.

“Saya perlu mini bar nya sama kamu.” Johnny menahan tangan gue, fuck jantung gue berdegup kencang lagi.

Gue kembali duduk dengan perasaan takut. “Dia mama nya Haechan, kami bercerai di saat Haechan menginjak usia 5 tahun,” Jelasnya. “Dan saat itu dia kembali dengan mantannya, yang juga sebagai rival saya di dunia hitam ini,” Sambungnya.

Gue rada shock, tiba-tiba dia menceritakan hal pribadi dirinya ke gue. Dan juga dunia hitam apa?

Gue sama sekali gak menjawab, karena gue bingung harus gimana.

Johnny menatap mata gue. “Bukannya kamu tadi nanya?” Tanyanya.

Gue membuka mulut pelan. “Kirain lo marah,” Jawab gue pelan.

Dia terkekeh. “Gak etis ngejawab di chat, jadi saya langsung otw pulang buat ngejelasin ke kamu secara langsung,” ungkapnya.

Jadi dia gak jawab chat gue gara-gara langsung otw ke rumah? Gue udah panik? Johnny Suh?!

Johnny menggenggam tangannya yang ada di atas meja. “Itu ketakutan terbesar saya Bella, Chelsea adalah kelemahan saya. Saya sangat mencintai dia, saya takut dia kembali lalu mengkhianati saya lagi,” lanjutnya.

Jadi namanya Chelsea? Lo Chelsea jumpa tengah kita baku hantam.

Gue memberanikan diri buat menggenggam sebelah tangan Johnny. Tentu saja itu membuat Johnny kaget, namun dia tidak melawan. “Jangan takut,” Kata gue dengan nada ketakutan.

Johnny tertawa mendengar perkataan gue. “Kamu nyuruh saya jangan takut tapi kamu sendiri ketakutan Bella,” kekehnya. “Saya bikin kamu takut hm?” Tanya dia lagi.

Pake nanya lagi, iya lah! Takut jatuh cinta gue.

Gue menggeleng sebagai jawaban pertanyaan dia.

“Apa ketakutan kamu?” Tanya dia.

Gue mikir sejenak. “Di bentak dan di tinggalkan,” Jawab gue.

Johnny mengangguk, lalu ia memasukkan jari-jarinya ke jari-jari tangan gue. “Jangan takut, saya gak akan ngelakuin itu,” kata dia.

Johnny berhasil ngebuat gue jatuh ke diri dia. Semoga cuman gue, biar gue bisa menyembunyikan ini sendirian.

Perlahan gue membuka pintu kamar Johnny. Pintunya enggak di kunci.

Gue menghela nafas kasar. “Ayo bisa bell,” monolog gue meyakinkan diri.

Ceklek

Ketika gue berhasil membuka pintu kamar Johnny, begitu terkejutnya gue melihat keadaan Johnny yang bener-bener memprihatinkan.

“Stop it !” Teriak gue.

Gue ngelihat Johnny berusaha menyakiti dirinya menggunakan pecahan kaca botol wine.

Suara yang ia dengar tadi kemungkinan besar berasal dari botol wine itu.

Gue berlari ke arah dia, Johnny sedikit terkejut dengan kedatangan gue. Gue udah gak peduli kalo habis ini gue bakal di pecat karena memasuki privasi bos gue.

“Lo bodoh ya? Kalo ada masalah itu ya di selesaikan bukan begini!” Teriak gue menasihati dia. “Bukan mengakhiri hidup Lo, Lo udah dewasa! Anak Lo udah ada satu, Lo gak kasihan?” Johnny hanya menjawab dengan seringai di mulutnya.

Gue yakin dia udah mabuk berat. Dengan cepat gue berjalan mengambil sebuah selimut tebal yang ada di lemari Johnny.

Dengan cepat gue menggeser dan menutupi pecahan botol wine itu menggunakan selimut tebal tadi. Urusan beberes biar di urus sama maid Johnny besok.

Gue duduk di depan Johnny yang menunduk lemah. “Jo, kamu itu pria dewasa, kalo ada masalah gak gini Jo,” kata gue sehalus mungkin

“Kamu gak akan paham, pasti kamu gak punya masalah hidup hahaha,” Jawab dia dengan seringai ngeselin.

Gue terkekeh mendengar itu. “Aku juga manusia Jo.” Gue memegang tangan Johnny membuat dia menatap gue, gue tersenyum ke arah dia. “Semua manusia punya masa lalu yang kelam Jo, I have too, menyakitkan tapi mengakhiri hidup bukan cara untuk berdamai dengan masa lalu.” Perlahan gue mengusap tangan Johnny, tangannya bergetar ketakutan apa yang membuat seorang Johnny Suh sampe segininya.

Gue menghela nafas karena masih tidak ada tanggapan dari dia. “Tidur yuk, tenangin diri kamu,” ajak gue lalu membantu dia berdiri.

Johnny sama sekali tidak menolak ajakan gue. Gue berhasil meniduri dia, perlahan gue menyelimuti badannya. Ketika gue hendak melangkahkan kaki, ia menahan tangan gue. “Saya takut,” lirihnya.

Ya gue juga takut Jo, takut pas Lo sadar malah gue di dor.

Dengan perasaan enak tidak enak gue duduk di samping Johnny. Namun sialnya dia malah menarik gue, lalu menenggelamkan kepalanya di dada gue.

Fuck, jantung gue hampir copot.

“Saya takut,” lirihnya lagi.

Perlahan gue mengusap kepala Johnny, membiarkan ia terlelap di pelukan gue.

“It's okay, ada aku ada Haechan dan sahabat kamu di sini. Selamat istirahat,” Sahut gue.

Gue gak mendengar suara Johnny lagi, pas gue lihat ternyata dia udah terlelap di pelukan gue.

Gue mau beranjak dari sana, namun gue takut Johnny malah nyakitin dirinya lagi. Ya tapi kalo besok dia sadar gue yang di dor gimana?!


Gue terbangun, dan penampakan yang gue lihat adalah dada Johnny.

Fuck gue lupa, gue tidur di kamar dia. Perlahan gue menatap mata Johnny.

Gue tersenyum, sempurna. Satu kata itu bisa mendeskripsikan orang yang di depan gue.

Sadar bell, Lo itu jauh banget dari dia, yok sadar diri.

Perlahan gue melepaskan tangan Johnny yang ada di pinggang gue. “Sebentar lagi,” Protesnya.

“Jo-”

“Sebentar lagi Bella, saya nyaman,” kata dia.

Perkataan Johnny membuat gue hilang kesadaran, please gue lemah masalah cowo.

“Jo semalem ada yang telfon kamu berkali-kali dan ada chat yang masuk juga,” lapor gue, siapa tau itu penting.

Johnny mengangguk bukannya merespon ia malah mendekatkan tubuh gue semakin dalam di dekapan dia. “Nyaman,” ungkapnya.

Jo bilang kalo lo belum sadar, dan semoga gak akan ada salah paham di antara kita nanti.

“Ihhh ketawak dia, tadi nangessssssss,” Celetuk Hendra ngejek anak gue.

Pengen banget gue sentil nih bocah satu, gak habis-habis buat ngejek adek dari tadi.

“Cantik kali ya anak kau ce, kok bisa?” Tanya Hendra.

Gue menghela nafas. “Ya bisa lah orang aku cantik, gimana pulak lah,” Jawab gue tegas.

Mendengar jawaban gue, Hendra langsung berbisik ke Mega. “Emang cantik dia mek?” Tanya Hendra.

“Ya cantik lah PAOK, kalo gak mana mau suami dia. Secara ya suami dia nih ganteng.” Mega tersenyum jahil. Kagak ada yang waras emang.

“Ihhhh mau jadi pelakor kau ? Ehhhh mekmek, gak boleh gitu.” Hendra menggelengkan kepalanya.

Dengan cepat gue sama Mega menoyor kepala Hendra. “Hendra oh Hendra,” seru gue sama Mega bersamaan.

Gue sekarang lagi duduk manis di bangku tepat di depan bapak-bapak judes ini. Hawa ruangan ini panas bener, seperti akan ada kabar buruk menimpa gue.

“Baca semuanya,” Suruh Johnny seraya meletakkan sebuah map di depan gue.

Dengan segera gue mengambil map itu. Dengan perlahan gue membaca isi dari map itu.

“Kontrak kerja pertama akan berlaku satu tahun, jika kinerja bagus maka akan ada penaikan gaji,” baca gue perlahan. “Ekhem,” dehem gue.

“Mohon maap nih pak, rulesnya mana?” Tanya gue seraya menatap mata Johnny.

Johnny mengangguk. “Rulesnya dari saya, and jangan panggil saya pak, saya bukan bapak kamu” Jawab Johnny tegas.

“Kok rulesnya dari bapak Sih? Maksudnya Johnny,” Keluh gue. Untuk apa coba dia kasih kertas kontrak kerja tapi gak ada rulesnya di situ.

“Dengar baik-baik Bella, kontrak kerja kamu akan berlaku selama 1 tahun setelah itu kamu akan bebas. Karena tahun depan Haechan dan saya akan pindah dari sini. Tugas kamu hanya mengurus saya dan haechan, jika kamu melakukan kerja kamu dengan baik maka apapun yang kamu minta akan saya beri,” Jelasnya.

Huh, untung besar sih buat gue. Tapi ngurus mereka? Gue jadi babu nya gitu?

“Jadi saya ini sebagai sekretaris atau babu?” Tanya gue.

Bukannya menjawab Johnny malah melanjutkan pembicaraan dengan membahas rules-rules yang ada. “Rules yang pertama, kamu harus stay di sini 24/7,” Kata dia.

“What! Jadi gue tinggal di sini? Gabisa gitu dong, gue juga punya kehidupan,” Protes gue.

“Yang kedua tidak ada sosmed selama kamu berkerja di saya.” Johnny tidak menghiraukan protes dari gue.

“Ya tap—”

“Kamu harus tau berurusan dengan siapa Bella, saya tidak mau kamu mengambil resiko,” Potongnya.

“Ya tap—”

Lagi-lagi gue gak kedapatan kesempatan buat protes. Wah, gue bakalan berhadapan dengan setan nih.

“Yang ketiga, no sex things,” tegasnya. “Kecuali skenario kedepannya mengharuskan kita untuk melakukan itu.” Johnny tersenyum setelah mengatakan itu.

Lagian siapa anjir yang mau ngelakuin hal itu sama Lo?! Gila nih orang.

“Ada protes?” Tanyanya dengan polos.

Kek asu.

“Gak ada, gue pasrah,” Jawab gue ogah-ogahan.

Johnny mengangguk. “Good,” sahutnya. “Saya sudah menyuruh orang-orang saya untuk mengambil perlengkapan kamu di rumah kamu, dan kemungkinan sudah sampai di kamar. Sekarang silahkan tanda tangan kontrak ini,” Sambungnya.

Gue narik nafas dalam-dalam lalu ngehembusin kasar. “Semoga hidup gue bahagia.”

Gue menandatangani kontrak itu, mau gimanapun satu tahun cukup buat gue ngumpulin duit. Bayangin aja 1 bulan dapet 500 jt, apa gak kaya?


Gue masih shock sama penampakan rumah yang luar biasa besar ini. “Kayaknya gue bakalan di jadiin babu di sini,” monolog gue.

Gue melangkahkan kaki menuju gerbang rumah itu. Di sana ada beberapa bodyguard berbadan besar yang menjaga.

“Permisi pak saya Bella ingin melamar kerja di sini, kebetulan saya lihat bahwa di sini buka lowongan kerja,” Kata gue ke bodyguard.

Bodyguard itu tampak paham atas kehadiran gue dia langsung membukakan gerbang tinggi itu.

“Silahkan masuk non,” Ucapnya. Gue rada shock ketika dia manggil non, serasa anak pejabat gue.

Gue di anter sama salah satu bodyguard itu menaiki mobil golf. Katanya jarak gerbang depan ke pintu utama lumayan jauh, jalan kaki bikin capek.

“Yang punya rumah ini pernah makan ikan asin gak pak?” Tanya gue random, bodyguard itu cuman tertawa.

Garing bener kayaknya lawakan gue. Tapi kan gue gak ngelawak.

Mobil golf itu berhenti tepat di depan pintu yang sangat besar dan panjang. “Sudah sampai non, teritorial saya sampai di sini saja, jika butuh apapun itu silahkan panggil bodyguard yang bertugas di sini,” Ucapnya berpamitan.

Gue cuman mengangguk, gue menatap rumah besar itu tanpa berkedip. Gila pasti yang punya rumah ini suka jual diri. Bercanda.

Gue mencet bel yang ada di samping pintu, begitu terkejutnya gue bukannya suara bel yang keluar malah pintunya kebuka sendiri.

Mulut gue terbuka sangat lebar. Anjing kaget.

“Wahhhhh woowwwwwwww.” Gue sangat takjub.

Tanpa mengurangi rasa hormat gue sama pemilik rumah, gue langsung masuk tanpa di suruh terlebih dahulu.

Begitu badan gue udah masuk, gue lagi-lagi takjub dengan isi rumah besar ini.

“Aunty Bella!” Teriak seseorang memanggil gue.

Gue melihat ke asal suara itu. “Haechan!” Sahut gue.

“Aaaaaaaaaaaaaaa aunty Bella!” Seru Haechan seraya berlari menghampiri gue.

Tanpa ba bi Bu be bo, Haechan segera memeluk gue. Agak kaget sih tapi yaudah. “Ini rumah kamu?” Tanya gue ke Haechan waktu dia udah ngelepasin pelukannya.

Haechan mengangguk. “Aunty Bella di suruh Daddy ke rumah ya?” Tanya Haechan.

Pertanyaan Haechan sedikit membuat gue kaget. Sejak kapan bapaknya nyuruh gue ke rumah dia?

Wait.....

Jadinya gue kerja di rumah bapak-bapak judes ini!!!!!!!!


Gue masih shock sama penampakan rumah yang luar biasa besar ini. “Kayaknya gue bakalan di jadiin babu di sini,” monolog gue.

Gue melangkahkan kaki menuju gerbang rumah itu. Di sana ada beberapa bodyguard berbadan besar yang menjaga.

“Permisi pak saya Bella ingin melamar kerja di sini, kebetulan saya lihat bahwa di sini buka lowongan kerja,” Kata gue ke bodyguard.

Bodyguard itu tampak paham atas kehadiran gue dia langsung membukakan gerbang tinggi itu.

“Silahkan masuk non,” Ucapnya. Gue rada shock ketika dia manggil non, serasa anak pejabat gue.

Gue di anter sama salah satu bodyguard itu menaiki mobil golf. Katanya jarak gerbang depan ke pintu utama lumayan jauh, jalan kaki bikin capek.

“Yang punya rumah ini pernah makan ikan asin gak pak?” Tanya gue random, bodyguard itu cuman tertawa.

Garing bener kayaknya lawakan gue. Tapi kan gue gak ngelawak.

Mobil golf itu berhenti tepat di depan pintu yang sangat besar dan panjang. “Sudah sampai non, teritorial saya sampai di sini saja, jika butuh apapun itu silahkan panggil bodyguard yang bertugas di sini,” Ucapnya berpamitan.

Gue cuman mengangguk, gue menatap rumah besar itu tanpa berkedip. Gila pasti yang punya rumah ini suka jual diri. Bercanda.

Gue mencet bel yang ada di samping pintu, begitu terkejutnya gue bukannya suara bel yang keluar malah pintunya kebuka sendiri.

Mulut gue terbuka sangat lebar. Anjing kaget.

“Wahhhhh woowwwwwwww.” Gue sangat takjub.

Tanpa mengurangi rasa hormat gue sama pemilik rumah, gue langsung masuk tanpa di suruh terlebih dahulu.

Begitu badan gue udah masuk, gue lagi-lagi takjub dengan isi rumah besar ini.

“Aunty Bella!” Teriak seseorang memanggil gue.

Gue melihat ke asal suara itu. “Haechan!” Sahut gue.

“Aaaaaaaaaaaaaaa aunty Bella!” Seru Haechan seraya berlari menghampiri gue.

Tanpa ba bi Bu be bo, Haechan segera memeluk gue. Agak kaget sih tapi yaudah. “Ini rumah kamu?” Tanya gue ke Haechan waktu dia udah ngelepasin pelukannya.

Haechan mengangguk. “Aunty Bella di suruh Daddy ke rumah ya?” Tanya Haechan.

Pertanyaan Haechan sedikit membuat gue kaget. Sejak kapan bapaknya nyuruh gue ke rumah dia?

Wait.....

Jadinya gue kerja di rumah bapak-bapak judes ini!!!!!!!!


Johnny melangkahkan kakinya memasuki kapal. Dengan amarah yabg menggebu-gebu ia masuk ke dalam kapal itu.

“Dia udah berhasil di tangkap, sebaiknya Lo yang ngasih pelajaran,” Lapor Taeyong ke Johnny.

Johnny tidak menanggapi laporan Taeyong, ia hanya jalan dan menatap lurus ke depan. Tatapannya sangat tajam, seakan-akan ia siap untuk membunuh orang.

Sesampainya mereka di sebuah ruangan, netra Johnny tertuju ke seseorang yang sudah babak belur berlutut menghadap dirinya.

Orang tersebut tersenyum miring. “Akhirnya yang di tung-”

Dorr

Belum sempat orang tersebut menyelesaikan ucapannya, Johnny terlebih dahulu menghujam dirinya dengan peluru yang ada di pistolnya sampai berkali-kali.

Seisi ruangan itu tentu saja terkejut, begitu juga dengan Doyoung, Yuta, bahkan Taeyong. Mereka tidak akan mengira Johnny semarah ini.

“Don't you dare,” Ucap Johnny tajam sedikit menahan mulutnya. “Untuk melawan saya,” Lanjutnya.

“Bereskan semuanya, saya tidak mau ada kerugian. Buat hal yang sama ke pasar mereka!” Teriak Johnny memerintahkan para bawahannya.

“Jo-”

“Jangan bicara atau saya bunuh kalian?” Potong Johnny mengancam siapapun yang berani buka mulut.

Gue ngebolak-balikin sendok di mangkuk SOP yang ada di depan gue. Jujur sekarang gue bosen banget. Kesepian gak ada temen.

“Arghhhh, untuk apa banyak folloewers kalo jalan aja sendirian,” Gerutu gue ke diri sendiri.

Gue keluar cuman untuk mengurangi rasa bosen gue, tapi malahan gue tambah bosen?!

“Hai kakak cantik,” Sapa seseorang membuat gue tersentak.

Gue menatap orang itu lekat-lekat, anak cowok lumayan ganteng dan imut. “dari mana nih asalnya,” batin gue.

Anak cowok itu mengulurkan tangannya mengajak gue berkenalan. “Haechan Suh, kakak cantik panggil aja Chan pasti aku noleh!” Serunya memperkenalkan diri.

Gue rada aneh sama nih anak, antara aneh sama polos. “Bella Kim, panggil aja Bella,” Jawab gue seraya membalas jabat tangannya.

“Kakak sendiri aja?” Tanyanya setelah berkenalan.

Gue mengangguk. “Emang kamu bisa lihat ada malaikat ganteng di samping gue?” Tanya gue balik.

Dia cuman terkekeh. “Gak ada sih di samping kakak, tapi adanya di depan kakak. Nih Haechan,” Jawabnya dengan bangga.

Gue cuman tersenyum miring sama kepedean nih anak.

Setelah beberapa menit dia bercerita kenapa bisa sampe ada di depan gue. Tiba-tiba seorang pria dewasa berbadan tinggi dan besar menghampiri meja kita.

Wahhh, gue aja sampe speechless ngelihat orang ini.

“Kamu udah dad bilang jangan kemana-mana kan!” Ucap pria itu, ternyata dia ayah dari anak ini.

Gue ngelihat Haechan cuman tersenyum polos lalu ia berdiri. “Dad, mommynya ini aja!” Seru Haechan seraya menunjuk gue. Suara Haechan lumayan gede, sehingga semua mata tertuju pada kita saat ini.

Gue lumayan panik, panik banget lah anjir! Mengida-ngida nih bocil satu. “Hahahaha maaf pak, anaknya ngawur, saya gak apa-apain anak bapak kok hehehe anu bye pak!” Sahut gue lumayan ngawur lalu segera beranjak dari sana.


Gue masih ada di sekitaran restoran tadi, jujur gue masih penasaran sama si bapak dari anak tadi. Walaupun mukanya judes, tapi ganteng banget.

Gue ngelihat si bapak lagi berdiri di luar restoran sendirian sambil main handphone, dengan kepedean gue yang memuncak gue melangkahkan kaki menghampiri dia.

“Hai saya orang yang tad-”

“Gak usah basa-basi saya gasuka cewe pengangguran, cewe genit apalagi cewe manja. Saya duda anak satu, saya kaya tapi saya pelit,” Jawabnya panjang lebar memotong ucapan gue.

Gue menatap orang itu dengan tatapan tajam, pengen aja gue bunuh nih orang sekarang juga.

Karena terlanjur malu gue langsung pergi dari hadapan dia, namun setelah beberapa langkah gue berhenti dan berbalik badan.

Kebetulan juga dia menatap gue. “Ass man !” Cibir gue lalu segera melangkahkan kaki dengan cepat dari sana.


Kayla turun dari mobil, dan ia berdiri di depan gerbang rumah yang sangat mewah. Bangunan tua yang menjadi saksi bisu perkembangan keluarga de'Luca.

Saksi bisu kekerasan papa yang di lakukan ke mereka. Kayla tersenyum lebar, lalu detik kemudian gerbang besar itu terbuka, dan menampakkan Jeffery yang sudah berdiri di sana.

“Selamat datang princess,” Sambut Jeffery. Kayla terkekeh, lalu ia melangkah masuk ke dalam.

Kayla dan Jeffery melangkah masuk menuju ruang bawah tanah rumah besar itu. Sesampainya mereka disana, Kayla melihat semua kakak-kakak nya tengah berdiri di depan lemari kaca yang berisikan tempat di mana abu dari papa, kak windra dan ibu-ibu mereka.

Kaget? Tidak usah, memang benar semua ibu atau istri de'Luca memang sudah meninggal, sebagian dari mereka meninggal karena terbunuh oleh musuh.

Abu mayat mereka sengaja di simpan di rumah, menjadi keluarga mafia memang tidak mudah, bahkan setelah de'Luca Mati masih banyak yang mengincar jasad dan abu dirinya. Maka dari itu mereka semua sepakat untuk menyimpannya di rumah saja.

Mereka semua menunduk dan mengirimkan doa. Setelah berdoa Kayla melihat Januar berlutut tepat di hadapan foto kak windra. Lalu ia berkata. “Maaf tidak bisa menjaga tangan adek, maaf telah membuat tangan adek berdarah, maaf telah membuat adek menjadi api seperti kami,” Ucapnya penuh penyesalan.

Mendengar hal itu Kayla ikut berlutut. “Kak windra, kak janu berhasil membuat Kayla sayang ke diri Kayla sendiri, kak janu berhasil membuat Kayla menjadi diri sendiri. Kak windra jangan khawatir ya, Kayla selamanya akan menjadi air dengan ombak yang besar!” Seru Kayla Seakan-akan tidak Terima dengan penyesalan Januar.

Januar terkekeh sambil menatap mata Kayla. Lalu ia berdiri di ikuti oleh Kayla. “Terimakasih,” Ucapnya.

Kayla mengangguk. Lalu ia memeluk satu persatu kakak-kakak nya. Kini ruangan tersebut di penuhi dengan gelak tawa mereka.

Mempunyai 10 saudara memang tidak mudah bagi mereka, harus paham satu sama lain. Namun dengan adanya mereka satu sama lain, membuat mereka bisa berdiri tegak membahu satu sama lain.

Pertengkaran, bahkan perkelahian yang mengundang emosi sampai ingin membunuh satu sama lain tentu saja pernah terjadi di antara mereka.

Tapi semua itu akan pergi karena rasa sayang satu sama lain, dan juga karena Kayla yang selalu ada Buat mereka.