.bentar
Haiii
Haiii
Haiii
“Kak, berhenti dulu b-bisa kak?” Tanya Embun ke Yudhis yang sedang menyetir.
Embun tengah menahan rasa sakit kontraksinya, sakitnya luar biasa.
“Kontraksi lagu Bun?” Tanya Yudhis disaut anggukan oleh Embun.
Yudhis segera melihat sekitar, ia melihat di mana ia bisa menepikan mobilnya sebentar.
Setelah berhasil menepikan mobilnya, Yudhis segera mengeluarkan handphone untuk membuka aplikasi penghitung waktu kontraksi Embun.
Karena rasa sakit yang luar biasa, Embun mencengkram erat lengan Yudhis.
“Huffff,” desis Embun.
“Sebentar lagi, satu menit tahan ya Embun.”
Jujur Yudhis sangat khawatir, terlebih hari ini sudah h-1 due date.
Embun kembali menyandarkan kepalanya, ia melepaskan cengkeraman tangannya tadi.
“Udah kak, maaf ya tadi Embun cengkramnya kuat banget,” ucap Embun ketika kontraksinya telah usai.
Yudhis merasa lega sedikit. “It's okay, gak sakit sama sekali, ini jadinya kita ke taman?”
Embun mengangguk. “Tapi beli ice cream dulu boleh?” Tanya Embun.
Yudhis tersenyum dan mengangguk. “Of course tuan putri!” Serunya disahut kekehan oleh Embun.
“Enak es krimnya?” tanya Yudhis.
Kini mereka sedang duduk di kursi taman, seraya memakan es krim sesuai permintaan Embun.
“Enak kak, tapi gak ada yang rasa cokelat. Rasa cokelat lebih enak,” jawab Embun namun tetap memakan es krim yang ada di tangannya.
Yudhis terkekeh mendengar jawaban Embun. “Tapi belinya tetap tujuh ya.”
“Ihhh mana ada, cuman dua ya!” Sanggah Embun disahut kekehan oleh Yudhis. Ia puas membuat Embun kesal.
“Kak mau itu,” pinta Embun seraya menunjuk ke orang yang sedang berjualan.
“Apa itu?”
“Itu paus yang bisa keluar balon gitu.”
Yudhis menggeleng karena permintaan Embun yang aneh. Namun tentu saja ia turutin, kalo tidak bisa bahaya.
“Ini,” ucap Yudhis seraya menyerahkan dua paus balon yang diminta Embun.
“Yeayyy!! Terima kasih kak, ayo pulang!” Seru Embun bersemangat.
Yudhis mengangguk, mengikuti langkah Embun.
“Hati-hati Embun,” peringat Yudhis melihat Embun yang begitu semangat.
“Piwww piwww, balonnya banyak ihhhh.”
“Pausnya kembar, pink and blue.”
“Nanti Embun kasih nama siapa ya?”
“Wiiiiiii.”
Begitulah ocehan yang keluar dari mulut Embun, yang membuat Yudhis terkekeh melihatnya.
“Kan aku udah bilang kak, aku bisa sendiri,” protes Embun ke Sandy yang sedang membuatkan susu untuk dirinya.
Kini usia kandungan Embun sudah hampir menginjak 9 bulan, dan Embun juga sudah merasakan kontraksi.
Tentu saja hal itu membuat teman-temannya semakin posesif, bahkan tidak sehari pun Sandy tidak berada di apartemen Embun.
“Duduk aja di situ Embun, jangan banyak protes,” sahut Sandy dengan lembut.
Namun tentu saja hal itu semakin membuat Embun kesel, bukannya gimana-gimana seharusnya Embun banyak gerak.
“Nih diminum susunya, jangan cemberut terus,” suruh Sandy seraya meletakkan segelas susu di meja di hadapan Embun.
Embun menatap mata Sandy dengan tatapan tajam. “Lagian kakak yang rese,” ucap Embun namun susu yang dibuatkan oleh Sandy tetap diminum olehnya.
Sandy terkekeh melihat sifat Embun, terkadang manja, terkadang suka marah-marah, mood swing. Memang itu hal biasa bagi ibu hamil, untung saja Sandy bisa sabar menghadapi sifat Embun.
“Enak?” Tanya Embun Sandy ketika Embun sudah menghabiskan susunya.
Embun menggeleng. “Gak enak, kayak kak Sandy,” Jawab Embun kesel.
Karena gemes Sandy mengacak-acak rambut Embun. “Udah mau due date kan?”
Embun mengangguk, moodnya tiba-tiba saja berubah, kini Embun menjadi khawatir mendengar pertanyaan Sandy.
“Embun takut,” ucap Embun pelan.
“Kenapa takut?”
Embun melihat sebentar perutnya yang kini sudah membesar. “Takut Embun gagal,” jawab Embun seraya memainkan jari-jarinya.
“Gpp Embun, saya yak-” ucapan Sandy harus terpotong karena ringisan Embun.
“Arghh, kak sakit,” ringis Embun seraya menggenggam erat tangan kanan Sandy.
Kontraksinya datang lagi, hari ini terhitung h-2 due date. Kontraksi Embun bisa tiba-tiba saja datang.
Dengan cepat Sandy meraih handphonenya dan membuka aplikasi penghitung berapa lama kontraksi Embun.
“Gpp kan? Sakit banget hm?”
Embun menggeleng. “Nikmat, nikmat hufff,” Jawab Embun seraya menahan rasa sakit dari kontraksinya.
“Satu menit, tahan ya nikmatnya, nikmat,” Ucap Sandy menenangkan Embun.
Ia tidak peduli seberapa kencang genggaman Embun, bahkan bisa di bilang seperti cakaran.
Satu menit telah berlalu, kontraksi Embun berakhir, dan tiba-tiba moodnya kembali membaik.
“Hahahaha, nikmat banget kak,” seru Embun ceria.
Sandy tersenyum, memang sudah biasa ia melihat hal seperti ini. Namun entah kenapa malah Sandy yang sedih melihat keadaan Embun sekarang.
“Nikmat sampai tangan saya di cakar?” Goda Sandy sebagai candaan.
Embun terkekeh ketika melihat bekas cengkraman kuat dari tangannya di tangan Sandy.
“Hehehehe,” kekeh Embun.
“Udah malam, bentar lagi Cherry datang. Daffa yang akan jaga di ruang tamu nanti, saya ada urusan gpp?”
Embun mengangguk. “Gpp kak, terima kasih ya kak, Embun gatau deh kayak mana kalo gak ada kalian,” kata Embun berterima kasih atas semua yang telah Sandy berikan kepada dirinya.
Sandy tersenyum, ia mengusap pelan rambut Embun. “Semangat calon bunda.”
“Kan aku udah bilang kak, aku bisa sendiri,” protes Embun ke Sandy yang sedang membuatkan susu untuk dirinya.
Kini usia kandungan Embun sudah hampir menginjak 9 bulan, dan Embun juga sudah merasakan kontraksi.
Tentu saja hal itu membuat teman-temannya semakin posesif, bahkan tidak sehari pun Sandy tidak berada di apartemen Embun.
“Duduk aja di situ Embun, jangan banyak protes,” sahut Sandy dengan lembut.
Namun tentu saja hal itu semakin membuat Embun kesel, bukannya gimana-gimana seharusnya Embun banyak gerak.
“Nih diminum susunya, jangan cemberut terus,” suruh Sandy seraya meletakkan segelas susu di meja di hadapan Embun.
Embun menatap mata Sandy dengan tatapan tajam. “Lagian kakak yang rese,” ucap Embun namun susu yang dibuatkan oleh Sandy tetap diminum olehnya.
Sandy terkekeh melihat sifat Embun, terkadang manja, terkadang suka marah-marah, mood swing. Memang itu hal biasa bagi ibu hamil, untung saja Sandy bisa sabar menghadapi sifat Embun.
“Enak?” Tanya Embun Sandy ketika Embun sudah menghabiskan susunya.
Embun menggeleng. “Gak enak, kayak kak Sandy,” Jawab Embun kesel.
Karena gemes Sandy mengacak-acak rambut Embun. “Udah mau due date kan?”
Embun mengangguk, moodnya tiba-tiba saja berubah, kini Embun menjadi khawatir mendengar pertanyaan Sandy.
“Embun takut,” ucap Embun pelan.
“Kenapa takut?”
Embun melihat sebentar perutnya yang kini sudah membesar. “Takut Embun gagal,” jawab Embun seraya memainkan jari-jarinya.
“Gpp Embun, saya yak-” ucapan Sandy harus terpotong karena ringisan Embun.
“Arghh, kak sakit,” ringis Embun seraya menggenggam erat tangan kanan Sandy.
Kontraksinya datang lagi, hari ini terhitung h-2 due date. Kontraksi Embun bisa tiba-tiba saja datang.
Dengan cepat Sandy meraih handphonenya dan membuka aplikasi penghitung berapa lama kontraksi Embun.
“Gpp kan? Sakit banget hm?”
Embun menggeleng. “Nikmat, nikmat hufff,” Jawab Embun seraya menahan rasa sakit dari kontraksinya.
“Satu menit, tahan ya nikmatnya, nikmat,” Ucap Sandy menenangkan Embun.
Ia tidak peduli seberapa kencang genggaman Embun, bahkan bisa di bilang seperti cakaran.
Satu menit telah berlalu, kontraksi Embun berakhir, dan tiba-tiba moodnya kembali membaik.
“Hahahaha, nikmat banget kak,” seru Embun ceria.
Sandy tersenyum, memang sudah biasa ia melihat hal seperti ini. Namun entah kenapa malah Sandy yang sedih melihat keadaan Embun sekarang.
“Nikmat sampai tangan saya di cakar?” Goda Sandy sebagai candaan.
Embun terkekeh ketika melihat bekas cengkraman kuat dari tangannya di tangan Sandy.
“Hehehehe,” kekeh Embun.
“Udah malam, bentar lagi Cherry datang. Daffa yang akan jaga di ruang tamu nanti, saya ada urusan gpp?”
Embun mengangguk. “Gpp kak, terima kasih ya kak, Embun gatau deh kayak mana kalo gak ada kalian,” kata Embun berterima kasih atas semua yang telah Sandy berikan kepada dirinya.
Sandy tersenyum, ia mengusap pelan rambut Embun. “Semangat calon bunda.”
Plakk
Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi Bella. Tamparan tersebut berasal dari Theo, mantan pacar Bella, karena pada kenyataannya mereka sudah putus sejak beberapa bulan yang lalu.
Bella menatap mata Theo yang memerah karena amarahnya. “Lo selalu kasar Theo, gue benci sama Lo!” Bentak Bella.
Theo mendecak mendengar bentakan Bella, ia malah menjambak rambut Bella dengan kasar.
“Argghhh.” Bella meringis kesakitan, ia tidak tahan lagi dengan kekerasan yang ia terima dari Theo.
Namun sekarang ia tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa, Jonathan menghilang sudah dari 2 bulan yang lalu. Dan jika dia mengadu kepada orang tuanya, maka dirinya lah yang akan kena.
“Kenapa lo gugurin anak gue anjing!” Teriak Theo membentak Bella.
Tangisan Bella semakin menjadi-jadi dan itu membuat Theo menjambak rambut Bella semakin kasar.
“Karena gue panik!” Jawab Bella dengan keras. “Gue panik lo menghilang Theo, lo bajingan!” Umpat Bella ke pria brengsek yang ada di depannya.
Mendengar itu, Theo dengan segera mencengkram kuat leher Bella. “Berani lo sama gue hah?” Tanya Theo mengintimidasi.
Tentu saja Bella tidak berani, bahkan untuk menatap mata Theo saja ia tidak berani.
“M-mmaaf,” lirih Bella pelan.
Brakk
Pintu kamar Bella terbuka paksa akibat di dobrak, pelakunya adalah Jonathan.
Bella menghela nafas lega ketika melihat Jonathan di depan pintu kamarnya. Namun air matanya masih mengalir dengan deras.
“Lo siapa brengsek!” Teriak Jonathan seraya berlari ke arah Theo.
Bugh
Satu tonjokan berhasil mendarat di pipi Theo. Tidak ada perlawanan dari Theo, dia benar-benar hopeless di bawah Jonathan.
Bugh
Jonathan kembali menonjok sebelah pipi Theo.
Melihat Jonathan yang sedang membabi buta, tentu saja membuat Bella khawatir Jonathan akan membunuh Theo sekarang juga.
“Jo stop Jo, udah please,” tahan Bella seraya memegang tangan kiri Jonathan yang hendak menonjok Theo lagi.
Jonathan bangun dari atas Theo, membiarkan lawannya tadi lemah kesakitan.
“Kamu gpp?” Tanya Jonathan seraya menatap Bella.
Bella mengangguk, walaupun ia sangat ketakutan sekarang. “I'm fine, usir dia Jo,” pinta Bella.
“Keluar,” usir Jonathan.
Mendengar itu Theo terkekeh, ia bangun dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki.
“Lo siapa gue tanya?” Tanya Theo dengan nada sedikit menantang.
Jonathan terdiam sejenak, sebelum ia mengucapkan kalimat yang membuat Bella dan Theo terkejut.
“Saya pacarnya Bella, sekaligus calon suami dia,” Jawab Jonathan tegas. “Saya bisa saja melaporkan anda sekarang juga, jika dalam hitungan ke-tiga tidak keluar dari kamar calon istri saya,” lanjutnya.
“Satu.” Jonathan pun mulai menghitung sebagai ancaman untuk Theo.
Theo tersenyum miring lalu ia kembali menatap Bella, Bella yang takut ia hanya menunduk seraya memegang erat tangan Jonathan.
“See you soon baby,” ucapnya. “Gue pamit ya bro, kok lo mau nikah sama jalang kayak dia.” Theo melangkahkan kakinya keluar dari kamar Bella.
Setelah melihat Theo tidak ada lagi di sana, dengan cepat Bella memeluk Jonathan.
“Jo thanks, You save me, aku takut Jo. Please jangan menghilang lagi,” ucap Bella seraya memeluk erat tubuh kekar Jonathan.
Awalnya Jonathan enggan untuk membalas pelukan Bella, namun ia bisa merasakan tubuh Bella yang bergetar.
“Iya, aku ada di sini buat kamu,” balasnya seraya membalas pelukan Bella, dan mengusap lembut rambut Bella.
Prangg
Embun tidak sengaja menyenggol vas bunga yang ada di toko bunganya.
“Astaga ya Tuhan,” kaget Embun lalu dengan refleks iya berjongkok hendak membersihkan pecahan-pecahan kaca yang ada di bawah sana.
“Awhhh,” ringis Embun ketika jari tangannya tidak sengaja terkena pecahan kaca, membuat jarinya sedikit berdarah.
Bersamaan dengan ringisan Embun, Sandy memasuki toko bunga Embun, tentu saja ia sangat terkejut mendengar suara tersebut.
“Embun are you okay?” Tanya Sandy memastikan keadaan embun.
“Astaga Embun, kamu kenapa?” Wajah Sandy kelihatan sangat panik, ketika melihat Embun sedang mengisap jarinya.
Sandy ikutan berjongkok di hadapan Embun, dan juga ia terkejut melihat pecahan vas yang ada di depannya.
“Kamu gpp? Kita ke rumah sakit ya?”
Dengan segera Embun menggelengkan kepalanya, lagian cuman tergores sedikit ngapain ke rumah sakit.
“It's okay kak, cuman kena dikit doang nih jarinya udah gpp,” Jawab Embun seraya menunjukan jari yang terkena pecahan vas bunga tadi.
“No!” Sanggah Sandy. “Kalo anak kamu kenapa-kenapa gimana? Intinya kita harus ke rumah sakit” kekeh Sandy seraya berdiri dan hendak menggendong Embun.
“Kak!” Suara Embun sedikit meninggi membuat Sandy kaget. “It's okay, anak aku gpp, aku juga gpp kak. Bahkan gak ada darah yang banyak, aku gak bakalan pendarahan,” tolak Embun.
Lagian Sandy terlihat sangat aneh, hanya terkena pecahan vas bunga masa harus ke rumah sakit?
“Maaf, maaf saya hanya khawatir Embun,” jawab Sandy yang terlihat sedikit malu.
Embun tersenyum melihat wajah malu Sandy. “Hahaha gpp kak, udah biasa kakak khawatir kayak gini kan?” Kekeh Embun.
Memang semenjak perut Embun sedikit membesar, dan usia kandungan Embun sudah 3 bulan, teman-temannya terlihat sangat khawatir. Namun Sandy lah yang sangat kelihatan.
Saat Embun terkena air panas sedikit Sandy tidak segan-segan untuk membawa Embun ke rumah sakit dengan dalih dia khawatir dengan anak yang ada di kandungan Embun. Dan banyak kejadian-kejadian aneh yang sangat lucu bagi Embun.
Namun perasaan Embun sangat aneh saat ini. Seperti ada pertanda aneh.
Plakk
Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi Bella. Tamparan tersebut berasal dari Theo, mantan pacar Bella, karena pada kenyataannya mereka sudah putus sejak beberapa bulan yang lalu.
Bella menatap mata Theo yang memerah karena amarahnya. “Lo selalu kasar Theo, gue benci sama Lo!” Bentak Bella.
Theo mendecak mendengar bentakan Bella, ia malah menjambak rambut Bella dengan kasar.
“Argghhh.” Bella meringis kesakitan, ia tidak tahan lagi dengan kekerasan yang ia terima dari Theo.
Namun sekarang ia tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa, Jonathan menghilang sudah dari 2 bulan yang lalu. Dan jika dia mengadu kepada orang tuanya, maka dirinya lah yang akan kena.
“Kenapa lo gugurin anak gue anjing!” Teriak Theo membentak Bella.
Tangisan Bella semakin menjadi-jadi dan itu membuat Theo menjambak rambut Bella semakin kasar.
“Karena gue panik!” Jawab Bella dengan keras. “Gue panik lo menghilang Theo, lo bajingan!” Umpat Bella ke pria brengsek yang ada di depannya.
Mendengar itu, Theo dengan segera mencengkram kuat leher Bella. “Berani lo sama gue hah?” Tanya Theo mengintimidasi.
Tentu saja Bella tidak berani, bahkan untuk menatap mata Theo saja ia tidak berani.
“M-mmaaf,” lirih Bella pelan.
Brakk
Pintu kamar Bella terbuka paksa akibat di dobrak, pelakunya adalah Jonathan.
Bella menghela nafas lega ketika melihat Jonathan di depan pintu kamarnya. Namun air matanya masih mengalir dengan deras.
“Lo siapa brengsek!” Teriak Jonathan seraya berlari ke arah Theo.
Bugh
Satu tonjokan berhasil mendarat di pipi Theo. Tidak ada perlawanan dari Theo, dia benar-benar hopeless di bawah Jonathan.
Bugh
Jonathan kembali menonjok sebelah pipi Theo.
Melihat Jonathan yang sedang membabi buta, tentu saja membuat Bella khawatir Jonathan akan membunuh Theo sekarang juga.
“Jo stop Jo, udah please,” tahan Bella seraya memegang tangan kiri Jonathan yang hendak menonjok Theo lagi.
Jonathan bangun dari atas Theo, membiarkan lawannya tadi lemah kesakitan.
“Kamu gpp?” Tanya Jonathan seraya menatap Bella.
Bella mengangguk, walaupun ia sangat ketakutan sekarang. “I'm fine, usir dia Jo,” pinta Bella.
“Keluar,” usir Jonathan.
Mendengar itu Theo terkekeh, ia bangun dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki.
“Lo siapa gue tanya?” Tanya Theo dengan nada sedikit menantang.
Jonathan terdiam sejenak, sebelum ia mengucapkan kalimat yang membuat Bella dan Theo terkejut.
“Saya pacarnya Bella, sekaligus calon suami dia,” Jawab Jonathan tegas. “Saya bisa saja melaporkan anda sekarang juga, jika dalam hitungan ke-tiga tidak keluar dari kamar calon istri saya,” lanjutnya.
“Satu.” Jonathan pun mulai menghitung sebagai ancaman untuk Theo.
Theo tersenyum miring lalu ia kembali menatap Bella, Bella yang takut ia hanya menunduk seraya memegang erat tangan Jonathan.
“See you soon baby,” ucapnya. “Gue pamit ya bro, kok lo mau nikah sama jalang kayak dia.” Theo melangkahkan kakinya keluar dari kamar Bella.
Setelah melihat Theo tidak ada lagi di sana, dengan cepat Bella memeluk Jonathan.
“Jo thanks, You save me, aku takut Jo. Please jangan menghilang lagi,” ucap Bella seraya memeluk erat tubuh kekar Jonathan.
Awalnya Jonathan enggan untuk membalas pelukan Bella, namun ia bisa merasakan tubuh Bella yang bergetar.
“Iya, aku ada di sini buat kamu,” balasnya seraya membalas pelukan Bella, dan mengusap lembut rambut Bella.
Prangg
Embun tidak sengaja menyenggol vas bunga yang ada di toko bunganya.
“Astaga ya Tuhan,” kaget Embun lalu dengan refleks iya berjongkok hendak membersihkan pecahan-pecahan kaca yang ada di bawah sana.
“Awhhh,” ringis Embun ketika jari tangannya tidak sengaja terkena pecahan kaca, membuat jarinya sedikit berdarah.
Bersamaan dengan ringisan Embun, Sandy memasuki toko bunga Embun, tentu saja ia sangat terkejut mendengar suara tersebut.
“Embun are you okay?” Tanya Sandy memastikan keadaan embun.
“Astaga Embun, kamu kenapa?” Wajah Sandy kelihatan sangat panik, ketika melihat Embun sedang mengisap jarinya.
Sandy ikutan berjongkok di hadapan Embun, dan juga ia terkejut melihat pecahan vas yang ada di depannya.
“Kamu gpp? Kita ke rumah sakit ya?”
Dengan segera Embun menggelengkan kepalanya, lagian cuman tergores sedikit ngapain ke rumah sakit.
“It's okay kak, cuman kena dikit doang nih jarinya udah gpp,” Jawab Embun seraya menunjukan jari yang terkena pecahan vas bunga tadi.
“No!” Sanggah Sandy. “Kalo anak kamu kenapa-kenapa gimana? Intinya kita harus ke rumah sakit” kekeh Sandy seraya berdiri dan hendak menggendong Embun.
“Kak!” Suara Embun sedikit meninggi membuat Sandy kaget. “It's okay, anak aku gpp, aku juga gpp kak. Bahkan gak ada darah yang banyak, aku gak bakalan pendarahan,” tolak Embun.
Lagian Sandy terlihat sangat aneh, hanya terkena pecahan vas bunga masa harus ke rumah sakit?
“Maaf, maaf saya hanya khawatir Embun,” jawab Sandy yang terlihat sedikit malu.
Embun tersenyum melihat wajah malu Sandy. “Hahaha gpp kak, udah biasa kakak khawatir kayak gini kan?” Kekeh Embun.
Memang semenjak perut Embun sedikit membesar, dan usia kandungan Embun sudah 3 bulan, teman-temannya terlihat sangat khawatir. Namun Sandy lah yang sangat kelihatan.
Saat Embun terkena air panas sedikit Sandy tidak segan-segan untuk membawa Embun ke rumah sakit dengan dalih dia khawatir dengan anak yang ada di kandungan Embun. Dan banyak kejadian-kejadian aneh yang sangat lucu bagi Embun.
Namun perasaan Embun sangat aneh saat ini. Seperti ada pertanda aneh.
Setelah mendapat pesan dari Cherry, Embun panik setengah mati. Kenyataannya itu bukanlah Embun dan juga Daffa. Ia juga tidak menyangka bahwa Yudis akan memfitnahnya seperti ini.
Karena panik, dengan segera Embun keluar dari kamarnya, namun anehnya di luar sudah tidak ada siapa-siapa. Apartemennya kosong, padahal tadi ada Hujan dan juga Ara.
“Aduh kalian kemana sih,” monolog Embun panik.
Embun berusaha bernafas dengan tenang, namun tetap saja dia sudah berusaha menghubungi Cherry, namun Cherry tidak mengangkat teleponnya.
Embun meraih jaket yang ada di sofa, ia ingin pergi menuju rumah Cherry, bagaimanapun ia tidak mau masalah ini menjadi besar, ia harus menyelesaikannya.
Embun berjalan menuju pintu, ia mengecek apartemennya sekali lagi. Di rasa telah aman, Embun dengan segera membuka pintu apartemennya.
Ceklek
“Happy birthday!!!”
Ketika Embun telah membuka pintu apartemennya, betapa terkejutnya ia mendengar teriakan beberapa orang di depan rumahnya.
Di sana ada Cherry, Daffa, Yudis, Sandy, Ara dan juga Hujan. Jadi ini hanya permainan mereka semua?
Embun melangkahkan kakinya ke belakang, ia menutup mulutnya karena kaget. Sebenernya antara senang, khawatir dan kaget.
Cherry menyerahkan birthday cake yang ada di tangannya tadi ke Yudis. Ia berjalan menghampiri Embun.
Cherry memeluk Embun yang masih mematung di sana. “Gue gak marah kok heheheh, itu cuman rencana kita ngasih suprise buat lo. Lagian kalo emang Daffa meluk lo it's okay,” kata Cherry menjelaskan semuanya.
Embun menangis, ia tidak menyangka ini akan terjadi.
“Jahat tau gak sih-” marah Embun. Embun menarik nafasnya karena masih sesegukan. “Gue takut, gue takut kehilangan kalian,” Lanjut Embun.
Mereka yang tadi ada di depan pintu kini masuk ke dalam apartemen Embun, tidak lupa Sandy menutup kembali pintu apartemen tersebut.
Cherry memeluk Embun semakin erat. “Never! Kita gak akan pernah ninggalin lo, kita keluarga Embun,” sanggah Cherry.
Cherry merenggangkan pelukannya, ia memegang kedua tangan Embun yang sedari tadi Embun gunakan untuk menutup mulutnya. “Kita akan terus genggam tangan lo Embun,” ungkap Cherry dengan tulus lalu ia tersenyum.
Embun mengangguk, ia percaya dengan Cherry. “Jangan gini lagi, gue gak butuh suprise dari kalian, kalian ada di sisi gue aja gue udah seneng,” ucap Embun memprotes kejutan dari mereka yang membuat Embun sangat takut.
“Itu ide Hujan tau kak,” celetuk Ara tiba-tiba.
Hujan sedikit melotot mendengar celetukan Ara. “Ihh kok Hujan, kan kak Yudis,” protes Hujan menuduh Yudis.
Yudis yang tak kalah terima ia juga tuduhan dari Hujan. “Kok gue sih? Gue kan tim hore-hore,” kata Yudis membela dirinya sendiri.
Mendengar pembelaan Yudis mereka semua tertawa. Embun sangat bersyukur mempunyai mereka semua, walaupun kejutan yang mereka buat hampir saja membuat jantung Embun pindah.
Embun dan lainnya kini duduk di ruang tengah apartemen Embun. Mereka merayakan ulang tahun Embun walaupun hanya kecil-kecilan.
Setelah acara tiup lilin dan juga potong kue kini mereka saling bertukar canda tawa. Sebenernya Yudis dan Ara yang banyak mengeluarkan candaan, yang lainnya hanya bagian tertawa.
Embun tersenyum, ia merasa sangat bahagia hari ini. Ia merasakan hidupnya bangkit kembali.
Embun mengarahkan tangannya ke perut dirinya yang mulai berisi. Kini usia kandungan Embun sudah menginjak 1 bulan, perjuangan Embun masih lama.
Namun air mata Embun tiba-tiba mengalir. Lagi dan lagi memori dirinya dengan Jonathan kembali.
Tepat satu tahun yang lalu ketika ia ulang tahun, ia masih mendengar tawa riang Jonathan, ia masih melihat senyum tulus dari pria yang sangat ia cintai, namun sekarang ia sudah berpisah untuk selamanya.
Sandy yang menyadari Embun menangis, ia berpikir gimana caranya untuk membuat Embun ceria kembali.
Ia mengusap rambut Embun dengan pelan, membuat Embun yang sedari tadi menunduk kembali menegakkan kepalanya.
Sandy mengangguk, memberikan senyum hangat ke Embun seakan-akan sedang berkata 'gpp keluarin aja'
Hujan beranjak dari duduknya, ia menghampiri Embun yang sedang menangis dalam diam. Ia memeluk Embun dengan erat.
“Gpp teteh nangis aja, gak baik di tahan,” suruh Hujan agar Embun meluapkan emosinya.
Embun menggeleng. “Ini kan hari bahagia teteh, harusnya teteh gak nangis kan?” Namun nyatanya Embun tidak bisa menahan air matanya.
Semua teman-teman Embun paham akan posisi Embun sekarang, mereka sama sekali tidak risih jika Embun menangis sejadi-jadinya.
“Terima kasih ya, aku gatau kalo gak ada kalian sekarang aku gimana, mungkin aku udah gak ada lagi di dunia ini.”
Cherry menggeleng, ia tidak setuju dengan ucapan Embun barusan. “No Embun,” sanggah Cherry. “Lo ada sampai sekarang itu karena diri Lo sendiri, lo hebat, gue bangga sama lo,” Sambungnya.
Embun tersenyum, benar, ia harus mengapresiasi dirinya sendiri karena sudah bertahan sampai sekarang.
“Siapa yang mau spaghetti?” Tanya Embun yang mencoba membangunkan suasana kembali ceria.
“Kitaaaaaa!” Jawab mereka dengan serentak, lalu mereka kembali tertawa begitupun dengan Embun.
Berpisah bukan berarti kehilangan kebahagiaan, bisa saja dengan cara berpisah kebahagiaan itu datang.
Setelah mendapat pesan dari Cherry, Embun panik setengah mati. Kenyataannya itu bukanlah Embun dan juga Daffa. Ia juga tidak menyangka bahwa Yudis akan memfitnahnya seperti ini.
Karena panik, dengan segera Embun keluar dari kamarnya, namun anehnya di luar sudah tidak ada siapa-siapa. Apartemennya kosong, padahal tadi ada Hujan dan juga Ara.
“Aduh kalian kemana sih,” monolog Embun panik.
Embun berusaha bernafas dengan tenang, namun tetap saja dia sudah berusaha menghubungi Cherry, namun Cherry tidak mengangkat teleponnya.
Embun meraih jaket yang ada di sofa, ia ingin pergi menuju rumah Cherry, bagaimanapun ia tidak mau masalah ini menjadi besar, ia harus menyelesaikannya.
Embun berjalan menuju pintu, ia mengecek apartemennya sekali lagi. Di rasa telah aman, Embun dengan segera membuka pintu apartemennya.
Ceklek
“Happy birthday!!!”
Ketika Embun telah membuka pintu apartemennya, betapa terkejutnya ia mendengar teriakan beberapa orang di depan rumahnya.
Di sana ada Cherry, Daffa, Yudis, Sandy, Ara dan juga Hujan. Jadi ini hanya permainan mereka semua?
Embun melangkahkan kakinya ke belakang, ia menutup mulutnya karena kaget. Sebenernya antara senang, khawatir dan kaget.
Cherry menyerahkan birthday cake yang ada di tangannya tadi ke Yudis. Ia berjalan menghampiri Embun.
Cherry memeluk Embun yang masih mematung di sana. “Gue gak marah kok heheheh, itu cuman rencana kita ngasih suprise buat lo. Lagian kalo emang Daffa meluk lo it's okay,” kata Cherry menjelaskan semuanya.
Embun menangis, ia tidak menyangka ini akan terjadi.
“Jahat tau gak sih-” marah Embun. Embun menarik nafasnya karena masih sesegukan. “Gue takut, gue takut kehilangan kalian,” Lanjut Embun.
Mereka yang tadi ada di depan pintu kini masuk ke dalam apartemen Embun, tidak lupa Sandy menutup kembali pintu apartemen tersebut.
Cherry memeluk Embun semakin erat. “Never! Kita gak akan pernah ninggalin lo, kita keluarga Embun,” sanggah Cherry.
Cherry merenggangkan pelukannya, ia memegang kedua tangan Embun yang sedari tadi Embun gunakan untuk menutup mulutnya. “Kita akan terus genggam tangan lo Embun,” ungkap Cherry dengan tulus lalu ia tersenyum.
Embun mengangguk, ia percaya dengan Cherry. “Jangan gini lagi, gue gak butuh suprise dari kalian, kalian ada di sisi gue aja gue udah seneng,” ucap Embun memprotes kejutan dari mereka yang membuat Embun sangat takut.
“Itu ide Hujan tau kak,” celetuk Ara tiba-tiba.
Hujan sedikit melotot mendengar celetukan Ara. “Ihh kok Hujan, kan kak Yudis,” protes Hujan menuduh Yudis.
Yudis yang tak kalah terima ia juga tuduhan dari Hujan. “Kok gue sih? Gue kan tim hore-hore,” kata Yudis membela dirinya sendiri.
Mendengar pembelaan Yudis mereka semua tertawa. Embun sangat bersyukur mempunyai mereka semua, walaupun kejutan yang mereka buat hampir saja membuat jantung Embun pindah.
Embun dan lainnya kini duduk di ruang tengah apartemen Embun. Mereka merayakan ulang tahun Embun walaupun hanya kecil-kecilan.
Setelah acara tiup lilin dan juga potong kue kini mereka saling bertukar canda tawa. Sebenernya Yudis dan Ara yang banyak mengeluarkan candaan, yang lainnya hanya bagian tertawa.
Embun tersenyum, ia merasa sangat bahagia hari ini. Ia merasakan hidupnya bangkit kembali.
Embun mengarahkan tangannya ke perut dirinya yang mulai berisi. Kini usia kandungan Embun sudah menginjak 1 bulan, perjuangan Embun masih lama.
Namun air mata Embun tiba-tiba mengalir. Lagi dan lagi memori dirinya dengan Jonathan kembali.
Tepat satu tahun yang lalu ketika ia ulang tahun, ia masih mendengar tawa riang Jonathan, ia masih melihat senyum tulus dari pria yang sangat ia cintai, namun sekarang ia sudah berpisah untuk selamanya.
Sandy yang menyadari Embun menangis, ia berpikir gimana caranya untuk membuat Embun ceria kembali.
Ia mengusap rambut Embun dengan pelan, membuat Embun yang sedari tadi menunduk kembali menegakkan kepalanya.
Sandy mengangguk, memberikan senyum hangat ke Embun seakan-akan sedang berkata 'gpp keluarin aja'
Hujan beranjak dari duduknya, ia menghampiri Embun yang sedang menangis dalam diam. Ia memeluk Embun dengan erat.
“Gpp teteh nangis aja, gak baik di tahan,” suruh Hujan agar Embun meluapkan emosinya.
Embun menggeleng. “Ini kan hari bahagia teteh, harusnya teteh gak nangis kan?” Namun nyatanya Embun tidak bisa menahan air matanya.
Semua teman-teman Embun paham akan posisi Embun sekarang, mereka sama sekali tidak risih jika Embun menangis sejadi-jadinya.
“Terima kasih ya, aku gatau kalo gak ada kalian sekarang aku gimana, mungkin aku udah gak ada lagi di dunia ini.”
Cherry menggeleng, ia tidak setuju dengan ucapan Embun barusan. “No Embun,” sanggah Cherry. “Lo ada sampai sekarang itu karena diri Lo sendiri, lo hebat, gue bangga sama lo,” Sambungnya.
Embun tersenyum, benar, ia harus mengapresiasi dirinya sendiri karena sudah bertahan sampai sekarang.
“Siapa yang mau spaghetti?” Tanya Embun yang mencoba membangunkan suasana kembali ceria.
“Kitaaaaaa!” Jawab mereka dengan serentak, lalu mereka kembali tertawa begitupun dengan Embun.
Berpisah bukan berarti kehilangan kebahagiaan, bisa saja dengan cara berpisah kebahagiaan itu datang.
Zarra melangkahkan kakinya dengan cepat di koridor rumah sakit, di ikuti oleh Danial di belakang.
Pagi ini Zarra mendapatkan kabar sekilas dari Bunda, namun setelah itu Bunda tidak membalas pesan Zarra bahkan tidak mengangkat telepon nya.
Chat terakhir dari Bunda membuat Zarra panik, semalam sebelum ia pulang, Zarra sedikit bentrok dengan Nasya. Bahkan ia membuat Nasya menangis.
Tanpa berpikir panjang dengan masih menggunakan piyama tidurnya ia segera meminta untuk di antarkan ke rumah sakit.
Di depan ruangan Nasya, Zarra tidak sanggup melangkah masuk. Ia menangis sejadi-jadinya, ia menyesal telah membentak Nasya semalam.
Namun dengan bantuan Danial, Zarra perlahan masuk ke ruang inap Nasya dengan perasaan campur aduk.
Ceklek
“SUPRISE!!” Teriak semua yang ada di ruangan Nasya.
Di sana ada Bunda, Bang Atha, Naren, Hezekiah, bahkan Nasya yang sudah berdiri tegap di depan pintu ruangannya, seakan-akan sedang menunggu kedatangan Zarra.
“Zarra! Hari ini Nasya pulang, karena Zarra marah sama Nasya. Jadi Nasya buat suprise ini deh!” Seru Nasya tanpa rasa bersalah.
Memang ini semua sudah di rencanakan oleh Nasya, bahkan Danial sendiri mengetahui rencana licik Nasya. Ia sangat ingin melihat sahabatnya datang berlari memeluknya.
Tangis Zarra seketika pecah, dengan cepat ia mendekatkan dirinya ke depan Nasya.
Tanpa rasa bersalah Nasya memeluk erat tubuh Zarra yang lebih tinggi dari dirinya.
“Zarra Bauk acem,” celetuk Nasya dengan polos, semakin membuat Zarra kesal.
Namun kali ini Zarra tidak marah, ia malah memeluk Nasya tidak kalah erat.
“Bodo amat gue bau acem, yang penting gue gak kehilangan Lo!” Seru Zarra dengan Isak tangisnya.
“Gak lucu, gue gak mau kehilangan Lo Nasya!!!” Teriak Zarra.
Nasya melepaskan pelukannya, ia menatap mata Zarra yang masih mengeluarkan butiran air.
“Nasya gak akan hilang dari hadapan Zarra! Buktinya sekarang Nasya udah sembuh kan?” Ucap Nasya.
Danial menghampiri Zarra, ia mengusap pelan rambut Zarra. “Jangan nangis, jelek,” godanya.
Zarra tidak memperdulikan godaan Danial, ia semakin menangis.
Bunda yang sedari tadi melihat kedua anaknya itupun menghampiri mereka dan membawa ke pelukannya.
“Anak-anak gadis Bunda, jangan berantem lagi ya? Bunda gak mau kehilangan dua gadis cantik bunda,” kata Bunda yang terdengar sangat tulus.
Zarra dan Nasya mengangguk, mereka membalas pelukan Bunda.
Zarra bersyukur memiliki sahabat seperti Nasya, bahkan keluarganya sendiri menganggap Zarra seperti anak mereka.
Begitupula dengan Nasya, ia sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Zarra, yang selalu ada untuk membantu Nasya dari kepolosannya.